Parr 3"" : Requeen Nash's POV

99 10 0
                                    

Aku limbung.

Jatuh dengan lutut sambil masih memegang dadaku yang masih tidak berhenti mengeluarkan darah. Telingaku mendengar beberapa teriakkan. Termasuk dari Pangeran Kevoul Honorich yang seketika berada dekat denganku. Tangannya bergerak menggendongku. Mataku yang sayu melihat wajahnya yang pucat dan khawatir. Lalu aku kembali mengedarkan pandanganku pada semua orang yang mulai ricuh.

Ada apa ini?


Tubuhku seperti tidak lagi memiliki otot yang melapisi setiap kerangka tulang di tubuhku. Aku tidak bisa menggerakkan apa-apa. Namun, otakku masih sanggup berpikir.

Kepalaku mulai mengulang semuanya. Ketika ibuku meninggalkanku untuk selamanya. Ayahku yang mengusirku. Aku yang menjadi pelayan pribadi Pangeran Kevoul Honorich. Dan aku yang kini berada disini. Mendengarkan raja yang mengumumkan pada dunia. Bahwa aku adalah anaknya. Anak kandungnya. Bukan suatu hal yang aku takutkan. Seperti aku yang berpikir bahwa aku adalah orang yang tidak pernah diinginkan.

Termasuk mereka.

Mereka semua yang memandangku dengan mata sinisnya. Suara yang biasa terdengar merendahkanku. Bentakkan serta riuhan yang membuatku seakan-akan aku telah membuat kesalahan fatal bagi mereka. Aku bahkan tidak mengenal mereka. Namun, mengapa seenaknya mereka menyalahiku?

Seakan-akan bahwa aku hanyalah orang yang pantas untuk diperlakukan seperti itu. Seakan-akan mereka berpikir bahwa aku tidak mempunyai hati yang bisa saja hancur karena mulut mereka.

Aku hanya ingin diakui jika benar kenyataannya. Bahwa aku adalah seorang Honorich. Bukan anak yang diasingkan dan menerima setiap hinaan mereka.

Keiinginanku yang mungkin tidak pernah terpenuhi. Bahwa aku ingin hidup layak sebagaimana aku sebenarnya. Hidup di tempat dimana aku bisa memperoleh hakku. Tidak dengan mereka yang mencaciku. Atau menginjakku seakan-akan aku hanya sebuah batu keras bagi mereka.

Aku manusia. Aku memiliki hati yang tidak sekeras batu granit.

Bagaimana cara aku mendengar setiap perkataan mereka. Bagaimana dengan caraku menyikapi setiap perilaku mereka.

Aku hanya bisa diam dan berpura-pura tidak memperdulikan mereka. Namun, hati ini seakan sudah terlalu penuh menyimpan suatu hal yang terus-terusan menyakitiku.
Bahwa tidak selamanya aku sanggup bertahan.

Dan sekarang, impianku menjadi orang yang akan disegani akan terwujud. Aku adalah anak sah dari raja yang maha agung. Namun mengapa mereka seakan tidak pernah mau menerimaku? Apakah karena mereka menganggapku hanya sebagai anak yang haram karena rumor yang diperoleh oleh sang ratu, ibu kandungku? Tapi bahkan aku tidak menginginkan hal itu terjadi.

Aku kembali berpikir. Tanganku yang berlumuran darah menggenggam gelang dandelion putih yang masih terpasang di tanganku. Aku adalah anak raja. Aku tidak mau berpikir bahwa aku adalah anak yang tidak diinginkan. Atau dengan seluruh penjuru dunia yang tidak mau menerimaku.

Namun, ulu hatiku menyangkalnya. Aku jelas benar-benar tahu bahwa mereka tidak menginginkanku hidup dan lahir di dunia. Namun, apakah salahku jika aku hidup? Mengapa semua orang menyalahkanku bahkan saat aku tidak mengetahui bahwa aku melakukannya?

Aku, Requeen Nash yang berganti menjadi Queena Honorich. Aku adalah seseorang yang tidak diinginkan. Seluruh penjuru dunia menentang atas kehidupanku. Aku tidak bisa hidup di tempat dimana aku bahkan terasa diasingkan, bukan? Tidak selamanya aku harus bersikap seperti ini. Di rendahkan dan dicaci maki?

Aku tidak bisa lagi terus-terusan kuat menahan air mataku.

Tidak lagi kuat menutup telingaku. Tidak lagi kuat untuk berpikir seakan-akan aku tidak mendengar semuanya. Karena sujujurnya aku sangat mengetahui perkataan mereka yang telah lama menggondok di hatiku. Aku tidak lagi kuat untuk menahan beban berat yang menimpa tubuhku. Aku tidak lagi kuat untuk selalu berpikir bahwa aku akan berguna suatu saat nanti.

Karena jawabannya tetap sama,
Aku, Requeen Nash yang berganti menjadi Queena Honorich. Aku adalah seseorang yang tidak diinginkan. Kerajaan menentangku atas nafas yang aku miliki. Penjuru dunia ikut menentangku atas kelahiran dan kehidupanku. Mereka menentang keberadaanku.

Lalu apa gunanya aku hidup dalam penderitaan atas takdir yang aku miliki? Apa gunanya jantung yang masih terasa berdetak hingga detik ini? Apa gunanya nafas yang terus berhembus sampai saat ini? Apa gunanya aku hidup?

Aku memikirkan jawaban itu.

Berpikir tentang mereka semua.

Ibuku mati. Ibuku yang sebenarnya juga mati. Ayahku tidak menganggapku. Dia mencampakkanku dan menjualku. Hanya ada pangeran dan raja. Kurasa raja pada awalnya tidak menyukaiku. Karena bahkan ia menutupi keberadaanku. Dan aku tidak yakin dengan perasaan pangeran. Selain itu, tak ada lagi yang menginginkan keberadaanku. Tidak ada lagi yang benar-benar mengharapkanku untuk tetap bertahan di dunia yang jelas mengusirku. Semua orang kini membenciku. Mereka mengasingkanku dan menolakku untuk hidup didalamnya. Dan kurasa, aku tahu jawaban dari pertanyaanku.

Tidak ada. Tidak ada gunanya aku untuk tetap hidup.

Kuharap mereka mengerti pemikiranku.

Bahwa tak ada seorangpun yang menginginkanku. Bahwa aku sudah cukup lelah untuk menutup rapat telingaku. Cukup lelah untuk tetap berpikir akan ada yang membutuhkanku suatu saat nanti. Bahwa aku sudah cukup lelah bertahan saat ombak masih tidak mau berhenti melandaku. Tidak selamanya aku sanggup bertahan, bukan? Aku hanya seorang gadis berumur 16 tahun.

Dan mungkin, ini adalah saatnya.

Saat dimana aku harus berhenti.

Aku ingin membuka mulutku ketika gelap seakan-akan menjadi pandanganku satu-satunya. Dan telinga yang kini hanya mendengar sarat keheningan.

Lalu semuanya kosong. Tidak ada apa-apa.

To be continued...

Requeena (New)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang