Lapangan dan rerumputan yang sangat luas mampu membuatku seakan berada di tengah alam yang luar biasa indah. Aroma rerumputan yang khas membuat indera penciumanku seperti ingin selalu menghirupnya. Kesejukan alam yang baru kudapat setelah tidak lagi menjejalkan kakiku di atas rerumputan yang dirawat seapik mungkin.
Aku mengedarkan pandanganku. Melihat pangeran yang kini tengah membawa kudanya untuk ditunggangi di atas lapangan yang besarnya tak terkira.
"Saat aku berkuda, kau harus selalu berada di belakangku. Bagaimana pun caranya. Aku tidak peduli. Ketika aku sudah sampai di tempat tujuanku, kau juga sudah harus sampai di sana. Dan bawakan ini," ucapnya melempar keranjang tertutup yang biasa digunakan untuk membawa makanan dan minuman. Aku membelakkan mataku.
Otakku mulai berpikir bagaimana menuruti permintaannya. Tak ada kuda lagi di sini. Apakah itu berarti aku harus mengejarnya menggunakan kakiku? Oh yang benar saja!
"Tapi, pangeran. Tak ada lagi kuda yang bisa..."
"Jangan banyak bertanya! Ikuti saja perintahku. Jika kau tidak memiliki kuda, maka gunakan kakimu. Itu pun jika kau memiliki kaki." Ucapnya lalu menarik tali kuda yang membuat kuda itu berjalan sangat cepat. Dengan panik, aku mengikutinya. Aku berlari secepat yang aku bisa. Aku kira pangeran hanya akan berkeliling lapangan yang besar ini. Namun ternyata ia membelok kudanya kearah kanan. Tempat itu adalah tempat dimana lokasi balapan kuda bertanding, Ms.Demish mengatakannya kemarin. Jalannya berkelok dan banyak pohon tinggi di sana.
Apakah aku harus mengikutinya masuk ke dalam?
Namun, tak ada pilihan lagi. Aku berusaha mengikuti laju kuda yang tak sebanding denganku. Beberapa kali aku terpeleset dan berusaha bangun kembali. Keranjang yang berada di tanganku membuatku menjadi lebih susah mengerjakan tugas ini. Aku mendengar suara tawa pangeran yang sepertinya senang membuatku menderita. Ia menambah laju kudanya lagi. Dan aku masih terus berlari. Gaun yang aku gunakan tambah mempersulit gerakku. Hingga akhirnya aku tersandung dan jatuh pada batu besar yang tidak aku lihat. Aku meringis kesakitan. Sementara pangeran dan kudanya masih melaju tanpa memperdulikanku. Aku berusaha kembali bangun. Namun, kakiku sepertinya terkilir dan tidak mampu lagi untuk berlari mengejar kuda itu. Aku mengedarkan pandanganku. Mencari pangeran dan kudanya. Namun, nihil. Mereka sudah tidak terlihat. Dan membiarkanku jatuh lalu meninggalkan aku tanpa kembali berbalik.
Aku merasa pening pada kepalaku. Kugerakkan tanganku untuk menyentuh pelipisku yang terasa basah. Ketika aku melihat tanganku, ada noda darah yang tertinggal disana. Aku baru menyadari bahwa pelipisku kini beradarah akibat benturan batu saat aku terjatuh.
Kondisiku sepertinya sangat kacau. Keranjang yang aku bawa sudah jatuh berserakan dan berantakan. Makanannya sudah terlempar dimana-mana. Gaunku kotor karena lumpur. Kakiku lecet dan terkilir. Kepalaku sakit. Pelipisku berdarah. Dan dalam sekejap saja, aku merasakan gelap dimana-mana.
Next?
KAMU SEDANG MEMBACA
Requeena (New)
De TodoAku manusia. Aku memiliki hati yang tidak sekeras batu granit. Bagaimana cara aku mendengar setiap perkataan mereka. Bagaimana dengan caraku menyikapi setiap perilaku mereka. Aku hanya bisa diam dan berpura-pura tidak memperdulikan mereka. Namun, h...