Part 1 """ : Requeen Nash's POV

127 10 0
                                    

Mataku mengerjap dan berusaha beradaptasi dengan cahaya silau yang menusuk mataku. Aku mengedarkan pandanganku. Terasa asing saat aku tak tau tengah berada dimana.

Aku terbaring di atas ranjang dengan selimut yang menutup tubuhku. Saat aku menyentuh kepalaku yang terasa pusing, aku menemukan perban yang melilit pelipisku.

Otakku kembali berusaha mengingat apa yang telah terjadi.


Apakah aku baru saja pingsan karena jatuh tadi?

Aku beranjak bangun ketika pintu ruangan terbuka dan masuklah seorang wanita cantik menghampiriku.


"Kau sudah bangun?" Tanyanya terdengar ramah. Ia menyodorkan gelas kepadaku. Aku pun menggerakkan tanganku yang terasa sakit untuk menerimanya.


"Ini apa?" Ucapku memperhatikan air yang terasa asing olehku.

"Itu ramuan obat. Tabib yang membuatnya. Minumlah. Kau akan merasa lebih baik." Aku mengikuti perintahnya. Menahan hidungku yang tidak suka mencium aromanya.

Rasanya sangat pahit. Aku hampir muntah jika saja ia tidak menyodorkan air putih padaku. Aku kembali meneguknya. Namun aku masih merasa pahit di lidahku. Tapi setidaknya air putih itu sedikit menghilangkan rasanya.


"Setiap obat memang terasa pahit 'kan?" Ucapnya mengambil gelas dari tanganku dan menaruhnya di meja yang berada di samping ranjang.


"Aku berada dimana?" Tanyaku dengan suara yang masih sangat lemas. Aku tak tau apa yang terjadi padaku. Tapi aku rasa kondisiku kini sangat buruk.


"Ini balai pengobatan. Kau pingsan seharian ini. Para pengawal menemukanmu di tengah lintasan balap kuda dengan pelipismu yang berdarah. Dan kaki kananmu yang sedikit bergeser dan retak. Juga banyak luka lecet dimana-mana." Jelasnya. Aku memperhatikan kakiku. Lalu beranjak memperhatikan tanganku yang memiliki banyak luka. Aku baru menyadari bahwa kini aku telah memakai pakaian yang berbeda. Mungkin, perawat ini yang menggantikannya. "Dan sepertinya pangeran memanggilmu." Sambungnya yang membuat keningku berkerut. Untuk apa ia memanggilku? Tak puaskah ia sudah menyiksaku? Ia meninggalkanku sendirian disana. Kondisiku masih belum sehat jika ia menyuruhku kembali berlari mengikuti laju kudanya!

Aku pun hanya mengangguk merespon wanita cantik di sebelahku. Siapa aku hingga menolak perintah pangeran? Wanita itu beranjak pergi meninggalkanku di ruangan ini ketika ia berbalik dan kembali berbicara, "oh iya, jika kau bertemu dengan pangeran, sebaiknya kau mengganti baju keperawatan dengan gaun yang sudah aku siapkan." Ia menunjuk gaun yang tergantung dengan apik di depanku. "Tak sopan menghadap pangeran jika kau masih memakai baju itu." Sambungnya lalu pergi meninggalkanku.


Aku mendesah pelan. Menggerakkan kakiku saja aku terasa sulit. Namun aku mencoba untuk bangun dan menghampiri gaun selutut yang tampak cantik. Aku tak percaya bahwa setiap pelayan memang harus selalu memakai gaun. Walaupun gaun itu tak semewah gaun yang dipakai puteri. Ini hanya untuk keseragaman antar pelayan.


Aku mengedarkan pandanganku pada gelang yang masih terpasang apik di pergelangan tanganku. Gelang bercorak bungan dandelion putih yang diberikan oleh ibuku. Gelang keberuntunganku. Gelang penyelamatku ketika aku merasa gugup. Semoga keberuntungannya masih menyertaiku. Andai saja ibuku masih ada, aku tidak akan disini dan diperilakukan seperti ini. Dad tidak akan mengusirku.

Andai saja ia masih ada.


Aku mulai merindukan ibuku lagi.

Next?

Requeena (New)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang