Part 4' : Kevoul Honorich's POV

101 9 0
                                    

Bahwa jika saja mereka tidak mau mendengar dan menolak apa yang dilakukan ayahku...


"Tolong tenang," suasana kembali berangsur tenang. "Aku melakukan tes darah untuk gadis ini. Dan ternyata, darahku cocok dengan darah yang ia miliki. Ia adalah anak kandungku. Bukan rumor yang beredar terhadap mendiang istriku." Sambungnya.

Suasana kembali riuh tidak karuan. Ia menoleh kepadaku seperti meminta pendapat. Ada sedikit keraguan atas suasana yang semakin tidak kondusif. Ini cukup berbahaya. Namun, aku justru menganggukkan kepalaku untuk melanjutkan pangangkatannya. "Jadi, mulai sekarang. Aku, sebagai Raja Honorich The Kingdom Of Vic Proudly. Mengangkat, Queena Honorich. Gadis yang berada di hadapanku untuk menjadi puteriku yang sah. Dan mengangkatnya, sebagai seorang puteri yang berhak atas kerajaan ini. Serta mendapat keagungan dari semua masyarakat yang..."


Seketika terdengar bunyi panah melesat. Dan ketika aku melihat Queena, tubuhnya sudah limbung dengan anak panah yang menyangkut di punggungnya. Aku berlari, walaupun pengawal justru menahanku dan ingin membawaku masuk ketika suasana mulai ricuh. Aku memberontak dan mulai menghampiri Queena yang pucat dengan darah yang merembas kemana-mana.


"Bertahanlah, Queena. Bertahanlah," aku mulai menggendongnya, ketika mataku justru memandang seseorang yang membawa panah. Mungkin ia adalah orangnya. Mataku kembali menoleh kepada Queena, ketika matanya benar-benar tertutup rapat dengan bibirnya yang pucat.

Aku tidak mau berpikir bodoh, mungkin ia hanya pingsan. Jadi, aku memberikannya kepada Fallesh untuk membawanya ke balai pengobatan. Sementara aku berlari untuk mengejar si pemanah itu.


Ruangan yang tertib kini amburadul tidak karuan. Semua orang berpencar diman-mana. Saling melawan satu sama lain. Hampir semua pengawal di kerahkan untuk menghentikan kericuhan ini. Aku sudah tidak tahu dimana ayahku. Namun, kini pikiranku hanya satu.


Si pemanah itu. Aku harus mendapatkannya.


***


Aku berlari secepat yang aku bisa. Membawa pedang dan belati yang memang selalu menjadi andalanku. Tanganku terasa bergetar. Aku khawatir dengan kondisi Queena. Kulitnya pucat saat aku memberikannya pada Fallesh untuk membawanya ke balai pengobatan. Tapi bagaimana mungkin ia mati? Tidak. Tidak boleh terjadi. Queena tidak mungkin mati.


Aku masih berlari mengejar pria yang membawa panahnya. Aku tidak tahu siapa dia. Dan apa maksudnya menembakan adikku dengan panahnya? Bahkan ayahku belum sepenuhnya mengangkat Queena sebagai puterinya yang sah. Aku tidak mau kehilangan seorangpun lagi. Aku memang baru mengenal dan mengetahui gadis itu.

Namun, ia adalah adikku. Dan aku tidak akan pernah membiarkan jika ada sesuatu yang terjadi dengannya. Aku tak akan segan-segan membunuh orang yang berniat mencelakkakannya. Termasuk orang yang masih berlari di hadapanku.


Aku mulai mengeluarkan belati yang berada di samping kanan pinggangku. Lalu mengambil ancang-ancang untuk melemparkannya pada kaki pria itu. Ia perlu diadili. Aku tidak akan membiarkan kematiannya semudah itu. Lemparanku berhasil mengenai betis kanannya. Seketika itu pula, ia jatuh dengan darah yang terus mengalir. Aku menghampiri pria itu yang sedang meringis kesakitan dan tak lagi mampu berdiri.

Ia memiliki rambut ikal yang memiliki panjang sebahu dengan matanya yang hijau. Aku belum pernah melihatnya. Namun, aku akan membawanya ke istana.

Untuk di adili. Dan bisa jadi untuk dibunuh.



To be continued...

Requeena (New)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang