32. Kakak Kembali

338 39 0
                                    

 Pagi-pagi aku senyum-senyum sendiri seperti orang gila, mungkin setan dipojok kamarku sudah menggunjingku dan mengataiku gila. Biarlah, orang yang sedang jatuh cinta tidak beda tipis dengan orang gila.

Aku memejamkan mata dan teringat kejadian tadi malam di halaman rumahku.

"Falyn, pinjam ponselnya dong."

Aku memberikan ponselku tanpa banyak tanya. Ailan mengotak-atik sesuatu di sana. Dia tertawa kecil. "Kau masih menamai kontakku dengan si bocah Ailan? Aku ganti ya?"

Pangeranku.

"Cocok kan?" Ailan juga menunjukkan kontakku yang diganti nama menjadi 'Tuan Putri' dengan emot hati di sampingnya.

Ailan mengembalikan ponselku. Ia tiba-tiba mengulurkan tangannya, membuatku secara refleks menyambut uluran tangannya.

"Mohon bantuannya ya Falyn, kau pacar pertamaku, aku tidak punya pengalaman, jadi jika di kemudian hari ada yang membuatmu tidak nyaman, kau harus mengatakannya," ujar Ailan seperti perwakilan sekolah di sebuah perlombaan.

Aku mencubit pipinya gemas. "Lucu sekali sih, pacarku ini. Kau juga pacar pertamaku, Ailan, jadi kita sama-sama belajar hal baru."

Ailan melebarkan senyumnya. Dia menarik tanganku sampai-sampai tubuhku oleng dan jatuh ke pelukannya. Ailan memelukku semakin erat dan dia berbisik. "Aku tadi bukannya menarikmu, Falyn. Itu karena gaya gravitasi, kau jadi jatuh ke pelukanku."

Aku balas memeluknya. "Dasar kau!"

Kami melepas pelukan beberapa detik kemudian. "Aku pulang dulu ya? Besok kita berjumpa di rumah sakit."

Aku mengangguk sembari sebelah tanganku memegang kantung-kantung yang berisi kado untuk Eri dan Vino.

Ailan melambaikan tangannya dan berbalik, di saat itu juga aku sudah merindukannya. Seakan-akan tahu perasaanku, Ailan balik badan dan berlari kecil ke arahku. 

"Tunggu sebentar, Falyn, ada yang aku lupakan. Tutup matamu sebentar."

Aku menutup mata cepat. Hembusan angin malam itu masih aku rasakan, juga sebuah kecupan singkat di bibir dan dahiku. Aku lantas membuka mata dengan cepat, aku yakin jika pipiku semerah tomat sekarang.

"Simulasi jadi suamimu nanti. Maaf ya aku lancang." Ailan lantas berlari menuju gerbang rumahku, dia ngedumel. "Aduh, aku malu banget."

"Falyn! Bangun!"

Suara keras Mama dari luar pintu mengaburkan lamunanku. Aku menatap pintu dengan kesal, pasalnya aku sudah bangun dari tadi, aku hanya sedang bermalas-malasan di ranjang, bukan berarti aku masih tidur.

"Aku sudah bangun, Ma!"

Mama membuka pintu kamarku, dia menatapku penuh selidik. "Kamu nggak kerasukan setan kan? Kenapa senyum-senyum sendiri?"

"Terus aku harus nangis histeris gitu, Ma?" tanyaku sarkas, aku lantas mengubah posisi menjadi duduk.

"Terserah sih. Itu di depan ada pacar kamu," kata Mama, membuat mataku yang tadi agak mengantuk menjadi terbuka lebar.

"Ailan? Kok Mama tahu? Mama menguping ya? Hayo ngaku."

Mama memutar bola mata. "Kemarin-kemarin Ailan pamit Mama saat di rumah sakit, dia minta izin mau menjadikanmu kekasih, Mama tahu lebih dulu ya."

Aku melongo, sungguh tidak paham dengan jalan pikir Ailan, dia memang unik.

"Mama turun dulu, mau menyiapkan makan buat calon menantu." Mama menutup kembali pintu kamar, entah kenapa aku senyum-senyum sendiri mendengar perkataan Mama.

After Ecstasy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang