12. Kembali

449 54 0
                                    

"Bagaimana? Apa kata Rey?" tanya Alfi.

Seharusnya aku masih tidur karena sekarang hari Minggu, tetapi tidak jadi karena Alfi tiba-tiba mengejutkanku dengan kedatangannya ke kamarku.

"Dia kemarin menemuiku, dan katanya dia sudah percaya kalau Vino tidak akan menganggu Ailan lagi" jawabku.

Alfi mengangguk.

"Rey juga bilang ingin bertemu denganmu sebelum dia kembali ke tubuhnya," lanjutku.

Alfi terdiam. Dia memandangku dengan raut serius lantas dia tersenyum tulus. "Terima kasih atas bantuanmu, Falyn. Aku---"

"Eits, jangan sekarang. Simpan nanti saja kata-kata perpisahan itu, sekarang kita harus ke rumah sakit," ucapku.

Alfi mengangguk. "Aku ke rumah sakit dulu, kau bersiap-siaplah."

"Iya."

Tok tok!

Pintu kamarku terbuka, memperhatikan Mama yang membawa secangkir cokelat hangat.

"Falyn sudah bangun? Mama kira masih tidur," ucap Mama sembari masuk ke kamar, dia meletakkan cokelat hangat di atas nakas.

Aku tersenyum lebar. "Terima kasih, Ma."

Mama mengangguk, lantas sorot matanya berubah. "Falyn masih berinteraksi sama arwah-arwah? Tadi Mama tidak sengaja dengar ucapan Falyn."

Aku mengangguk. "Dia teman sekelasku yang baru beberapa bulan lalu meninggal."

"Dia tidak tenang? Dan sekarang minta bantuan?" tanya Mama.

Aku mengangguk lagi, aku takut kalau Mama melarangku membantu arwah-arwah lagi.

Mama menghela napas. "Kalau terlalu membahayakan Falyn jangan diterima permintaannya, Mama tidak ingin kehilangan anak lagi."

Mama memelukku, aku yang pada dasarnya mudah menangis, sekarang sudah menangis di pelukan Mama.

Aku teringat saat-saat aku hampir tiada karena ada arwah jahat yang ingin mencelakakanku dan hampir saja tubuhku menjadi milik arwah itu. Memikirkannya saja membuatku takut.

Aku tidak ingin menyakiti Mama dengan kehilanganku. Karena kehilangan Eri saja Mamaku sangat kacau, aku tidak bisa membayangkan kalau Mama kehilangan kedua anaknya.

***

Aku sekarang berdiri di depan pintu ruang rawat inap Rey, hendak menyentuh kenop pintu, tetapi tangan seseorang menghentikanku.

Aku terkejut saat melihat tangan semi-transparan berada di atas tanganku, refleks aku menghempaskan tangan itu.

Rey, si pelaku yang membuatku terkejut hanya tertawa di sebelahku. Aku baru kali ini mendengarnya tertawa.

"Sudah bikin orang jantungan, malah ketawa," omelku.

Rey malah tidak berhenti tertawa, aku memilih masuk daripada nanti dilihat orang-orang karena bicara sendiri.

"Maaf maaf," ucap Rey setelah dia puas tertawa. "Kakak sih lucu kalau terkejut."

Aku memutar bola mata. "Tapi bagaimana bisa kau menyentuhku? Ini bukan yang pertama kan?"

"Bukannya arwah memang bisa menyentuh benda-benda? Hanya saja banyak yang tidak melakukannya karena menghabiskan banyak energi," ujar Rey.

Aku tidak merensponsnya karena aku tidak terlalu tahu dunia arwah-arwah.

Aku duduk di sebelah ranjang Rey, sedangkan Rey berdiri di sebelah ranjang. Dia memperhatikan raganya yang tertidur pulas.

"Aku di sana kelihatan kurus ya?" tanya Rey yang mana pertanyaan itu tidak perlu sebuah jawaban.

After Ecstasy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang