10. Kejutan!

480 55 13
                                    

Januari 2016

"Aku akan memberimu kejutan besok," ucap Eri malam itu.

Dia datang ke kamarku, menggangguku yang sedang belajar. Aku mendengus kesal dan meliriknya malas.

"Kejutan apa? Ulang tahunku masih Juli," balasku malas.

"Kalau aku beri tahu bukan kejutan namanya, dasar bodoh." Eri menoyor kepalaku gemas.

"Eri! Aku aduin Mama!" Aku mengancamnya dan siap-siap berteriak. "Mama! Eri nakal, dia---"

Eri membekap mulutku. "Jangan panggil aku dengan nama! Aku ini kakakmu!"

Aku berdecak dan menutup bukuku. "Kalau kau tak mengangguku, aku akan memanggilmu kakak. Lagi pula kita cuma beda dua tahun."

"Mau dua tahun, satu tahun, tetap saja aku lebih tua. Kau harus memanggilku kakak," ujar Eri sembari melipat tangan di depan dada.

Aku meminum susu cokelat yang tadi diantar Eri, lantas kembali berucap, "Iya, kau tua."

Eri memasang wajah jengkel, hal itu membuatku tertawa lepas.

"Lagi pula kita baru liburan, dan besok baru masuk semester dua, pasti belum ada pelajaran, kenapa kau giat sekali belajar?" tanya Eri sembari pandangannya menunjuk buku-buku di meja belajarku.

Aku menjawab setelah menghabiskan setengah susu cokelat. "Di kelasku langsung ada pelajaran kok. Lagi pula aku ingin belajar agar bisa masuk SMA Laverna sepertimu."

"Tidak perlu terlalu giat, kau itu sudah pandai, walau sering remidi." Suara Eri memelan saat mengucapkan kalimat terakhir.

"Lagi pula kau masih kelas delapan, tidak perlu terburu-buru," lanjut Eri.

"Kenapa kau tiba-tiba ingin sekolah di Laverna? Katanya ingin sekolah di SMA elit itu?" Eri duduk di tepi ranjang, dia sepertinya pegal karena sedari tadi berdiri di ambang pintu.

Aku membuntutinya dan duduk di sebelahnya. "Katamu sekolah di sana enak, ada banyak cowok ganteng."

Eri tertawa mendengar alasanku. Memang benar, 'kan? Bahkan saat Eri baru masuk sekolah itu saja dia heboh cerita padaku kalau di sana banyak cowok-cowok ganteng, katanya aku rugi kalau tidak sekolah di sana.

"Kau memang benar," kata Eri. "Besok kukenalkan satu."

Eri menutup mulutnya, membuatku tersadar sesuatu.

"Oh! Jadi itu kejutannya besok!" seruku.

Eri buru-buru lari dari kamarku dan masuk ke kamarnya yang ada di sebelah. Aku mendengar Eri merutuki dirinya karena salah bicara.

"Benar, 'kan? Eri?" tanyaku tepat di depan pintu kamar Eri.

"Panggil aku kakak!" seru Eri dari dalam kamar, suaranya terdengar malu-malu.

"Hahahaha, dia malu." Aku berjalan kembali menuju kamarku. "Kau mau memperkenalkan pacarmu ya? Astaga, padahal kau baru kelas sepuluh."

"Falyn! Diam atau nanti aku tidak mau membantumu mengerjakan PR matematika!" Ancam Eri.

Aku tetap tertawa. "Aku bisa mencari jawabannya di google! Zaman sudah maju."

***

Keesokan harinya, dengan muka bantal Eri masih cemberut saat aku dan dia tidak sengaja membuka pintu kamar secara bersamaan.

Handuk tersampir di bahu kami masing-masing. Begitu menyadarinya, Eri buru-buru lari, lantas aku menyusul. Kami berebut menggunakan kamar mandi. Namun Eri yang menang.

After Ecstasy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang