Aku menghela napas panjang sebelum memberanikan diri membuka pintu kamar (Name).
"(Name)-san?" panggilku pelan.
Kulihat bahunya bergetar kecil, samar-samar kumendengar suara tangisannya. Dapat kulihat cengkraman tangannya pada selimut birunya. Ah sial, kepalaku masih terasa pusing, efek alkoholnya cukup kuat.
"Lo gak apa-apa?"
Bodoh! Pertanyaan macam apa itu! Jelas dia gak baik-baik aja.
"Maaf, gue telat menyadarinya," sambungku.
Aku terduduk di tepi kasurnya. Tanganku meraih lengannya. Haruskah aku memeluknya?
"Pria si*lan itu udah gue usir," ucapku berharap dia menoleh. "Lo harus beritahu orang tua lo soal ini. Gue akan bantu ngomong untuk meyakinkan mereka. Gue gak mau lo dijodohin sama pria br*ngsek seperti dia," sambungku.
Kulihat dia menghapus air matanya, perlahan menoleh ke arahku yang menatapnya iba. Ah tidak, haruskah aku memeluknya? Tapi jika aku yang bergerak lebih dulu, takut membuatnya takut.
"Kuro," ucapnya pelan, namun aku masih dapat mendengarnya.
"Apa? Mau peluk?"
Sh*t! Kenapa aku berkata itu!
"Maksud gue, lo butuh sesuatu?" ujarku cepat.
Perlahan dia terduduk di kasur. Untunglah dia sudah memakai pakaiannya dengan lengkap.
"Makasih, Kuro-san," ucapnya parau.
Aku mengangguk, "Tenang, gue menghajarnya dengan baik. Yahh setidaknya butuh dua bulan lebih untuk memperbaiki wajahnya," ucapku berusaha mencairkan suasana.
Lihat, dia tersenyum kecil.
"Maaf, gue telat menyadarinya," tuturku.
Dia menatapku dengan matanya yang sembab, "Kalau gak masalah, boleh minta peluk?"
Spontan aku mengangguk.
***
Pagi harinya kulihat dia sudah menyiapkan sarapan di dapur dengan baju kantornya. Kukira dia tidak akan pergi ke kantor karena kejadian kemarin. Aku menghampirinya, melihat ke arah meja makan kecil yang sudah tersedia sarapan. Dia terduduk dan menatapku yang mematung.
"Kuro-san, duduklah dan nikmati sarapannya," ucapnya yang lagi-lagi membuatku keheranan. Mengapa dia bisa sesantai ini?
"Terima kasih atas makanannya," jawabku.
Hmm, masakannya selalu enak, tidak kusangka dia pintar memasak. Kulirik dia yang memijit pelipisnya pelan.
"Mau gue ambilkan minuman penghilang pengar?" tawarku.
Dia menggeleng, "Gue udah minum dua."
Aku menggangguk.
"Lo gak apa-apa? Jangan memaksakan diri ke kantor, gue bantu ijin kalau lo sakit," ucapku.
"Gak apa-apa. Lebih baik gue kerja, bisa melepas stress sejenak. Lagi pula gue takut sendirian di sini. Mungkin untuk seminggu ke depan."
Aku mengerti perasaannya, pasti dia trauma dengan kejadian kemarin. Sial, aku masih saja kesal ketika membayangkan wajah Haisen si*alan itu.
"Jangan bilang ke orang kantor soal kejadian kemarin, please."
"Tentu."
***
See you next chapter!
#skrind
KAMU SEDANG MEMBACA
Become His Wife? | Kuroo Tetsuro X Reader
Fiksi Penggemar(Full name) kini sudah memiliki marga baru? Ini bukan mimpi, kan? -Kuroo Tetsuro x Reader-