Chapter 6

289 63 16
                                    

Suara jam dinding ruang kantor terdengar halus bersamaan jarum jam yang terus berputar tanpa batas waktu yang di tentukan. Sang empunya ruangan pun hanya terdiam fokus pada layar laptop yang berisi diagram garis dengan kurva yang menunjukkan perkembangan hotel Bae Group. Ia melirik setumpuk dokumen di atas mejanya yang sudah menunggu untuk di proses olehnya. Mau tak mau ia meraih salah satu dokumen tersebut membacanya dengan saksama lalu menandatanganinya di ujung kertas tersebut dan terus mengulanginya dengan dokumen yang tengah mengantri untuk di buka.

Banyak hal yang terjadi di dalam hidupnya setelah menikah dengan kata yang sering terucap di benaknya. untuk pertama kalinya ia mencoba ke tempat dimana dirinya keluar dari lingkaran yang di buatnya untuk menjajakan kaki di suatu tempat asing, lalu berlibur bekerja selama satu minggu lamanya hingga pekerjaan menumpuk, mencicipi makanan yang dibuatkan oleh seseorang, dan banyak hal lainnya. Ia merasakan sensasi yang berbeda dari sebelumnya. Namun, semua itu Irene menjalaninya dengan hati yang ringan dan tidak merasakan beban apapun.

Suara ketukan pintu membuatnya harus berhenti sejenak dari aktivitasnya sembari bergumam pelan mempersilakan orang tersebut untuk masuk. Ia melihat Seulgi membawa satu dokumen yang membuat Irene mengernyit menatapnya.

"Agassi, ada satu dokumen yang seharusnya di teliti olehmu lebih lanjut, tapi aku baru bisa memberikannya padamu sekarang." Ucap Seulgi memberikan dokumen tersebut padanya.

Irene membuka dokumen tersebut dan mengerutkan dahinya. Membaca dengan saksama lalu bola matanya beralih melihat sebuah tanda tangan yang sudah di lukiskan. Ia menatap tajam nama yang tertera disana.

"Kenapa dia tidak membicarakan terkait dokumen ini terlebih dahulu padaku di banding menanda tanganinya tanpa sepengetahuanku?"

Seulgi menarik nafasnya pelan sebelum membuka kembali mulutnya, "Nona Jisoo, mengambil secara paksa dariku. Mianhamnida, agassi."

Irene sejenak terdiam hingga membuat Seulgi meliriknya diam-diam menunggu perintah selanjutnya darinya. Ia bahkan merasa sedikit takut untuk melihat wajah dinginnya.

"Apa dia sudah datang?" Tanyanya dingin.

Seulgi meringis pelan sembari menggeleng pelan yang membuat Irene memejamkan matanya untuk menetralisir emosinya.

"Hari ini nona Jisoo absen karena sedang berada di fitting baju pengantin." Jelas Seulgi.

"Bukankah harusnya bulan depan seperti yang dia katakan?" Tanya Irene dengan nada sedikit meninggi.

"Tidak, Agassi. Nona Jisoo mempercepatnya."

Irene menghela nafasnya kasar. Ia tidak bisa meninggalkan perusahaan seenaknya jika tidak ada hal yang penting. Namun, kali ini Jisoo sangat menguras kesabarannya dengan sikap yang tidak sesuai kebijakan perusahaan.

"Agassi." Panggil Seulgi pelan ketika ia melihat wajah Irene yang sedikit merah padam.

"Aku akan menemuinya nanti."

Seulgi melihat kesabaran yang luar biasa dari Irene. Ia merasa iba pada wanita yang tengah memejamkan mata di kursinya itu. Sikap Jisoo yang kekanakkan membuat segalanya terasa rumit. Ia menggigit bibir bawahnya pelan merasa bimbang. Ia melirik jarum jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Biasanya Irene memintanya untuk membelikan makanan kesukaannya, namun mengingat kondisi hati wanita itu membuat Seulgi merasa ragu untuk menanyakannya.

"Agassi?" Panggilnya lagi.

Irene melirik Seulgi merespon ucapan perempuan itu. Ia menghela nafasnya pelan seraya menyadari sorot mata Seulgi yang terlihat ragu.

MELANCHOLIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang