3.

369 23 2
                                    

"Aku cuma diajak belanja kok Jen, gak lebih."

Jaemin sedang menata meja makan untuk sarapan sekaligus meminta izin pada Jeno untuk berbelanja dengan tetangga seberang yang katanya banyak kebutuhan yang perlu dibeli. Sayangnya suaminya jistru terlihat berat hati untuk mengizinkanna.

"Belanja onlinne kan bisa Na?"

"Kamu pikir enak di rumah terus, aku kan juga butuh sosialisasi juga Jeno, interaksi sesama makhluk hidup biar gak disangkahnya aku ansos!" Protesnya.

"Ya udah tapi nanti pulangnya jangan kemaleman yah?"

"Nanti rencananya Renjun juga ajak aku mampir di cafe, ada menu baru katanya."

"Na...?"

Jeno menatap jengah ke arah istrinya. Bukan dia melarang, tapi tidak biasanya Jaemin terlihat akrab dengan tetangga baru rumahnya tersebut.

Kalau tidak salah namanya Renjun. Istri dari pengusaha China yang pulangnya sebulan sekali. Mereka membunyai seorang anak laki-laki kecil lucu. Seringnya cara bicara Renjun yang terkesan blak-blak an, dikhawatirkan menganggu kesehatan mental istrinya. Pernah sesaat Jaemin dibuat menangis karena masalah anak. Padahal niat Jaemin awalnya dulu ingin menolong anaknya yang jatuh. Tapi Renjun salah paham, dikira Jaemin telah menyakiti anaknya. Lalu lahirlah segala umpatan serta hinaan bahwa Jaemin tidak pantas menjadi Ibu.

Waktu itu rasanya Jeno ingin marah. Walau Renjun sudah minta maaf, tetap saja dia masih dendam. Dan kini begitu membingungkan ketika Jaemin begitu saja menerima maafnya dan meminta izin keluar bersamanya.

"Udah deh gak usah khawatir. Renjun sekarang sudah berubah kok, kemarin saja ada mantan teman sekelasku bilang kenapa belum punya anak? Renjun langsung bantuin aku jawab, 'dipikir anak produk sulap'?" Jaemin membela sekaligus tertawa jika mengingatnya.

"Kamu gak ingin ajak Haechan aja?"

Haechan adalah teman sekaligus kakak iparnya. Biasanya Jaemin memang akrab dengannya, menganggap bahwa Haechan adalah sahabat sehidup matinya.

"Kamu lupa yah? Haechan kan sudah hamil lima bulan. Kalau kandungannya kenapa-napa gimana?"

"Benaran sudah lima bulan?"

"Kamu itu, ihh...?" Jaemin gemas sendiri. Bagaimana berita sekecil itu suaminya tidak tahu atau memang Jeno yang tidak mau tahu.

"Ya udah hati-hati kalau begitu." Pada akhirnya Jeno menyerah. Ia memilih duduk dan meneruskan acara sarapan paginya. Dari pada nanti istrinya marah dan berakhir dia kehilangan jatah.

Mereka melanjutkan sarapan berdua. Jeno yang bersiap mengajar di kampus akan selalu dijejali dengan menu yang sama dari masakan Jaemin. Dimana ada kecambah yang disajikan sebagai lauk. Jeno memang tidak begitu suka kecambah. Sekreatif apapun Jaemin mengolahnya sebagai tumis, sayuran, atau lainnya. Ditambah nanti dia harus rutin minum ramuan yang dibawakan Mamanya.

"Jen ini kecambahnya dimakan dong? Kebiasaan deh kamu suka pilih-pilih makanan?" Omel Jaemin yang selalu ia hafal.

"Masalahnya udah dua minggu Na kamu masakin aku kecambah terus. Gak bosen?"

"Ini itu resep biar sperma kamu berkualitas tahu!"

"Gak perlu kecambah Na, lihat kamu pake baju kayak semelem aja sudah bikin lebih berkualitas."

Kebiasaan dari obrolan mereka yang tak jauh-jauh dari seksualitas. Jeno bahkan sudah tersenyum bak om-om hidung belang, mengingat adegan semalam yang membuatnya berkesan. Bagaimana Jaemin memakai kostum yang dia pilih benar-benar pas ditubuhnya. Semua pergerakannya, suaranya, erangannya, benar-benar menggairahkan.

Two Lines (NOMIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang