8.

276 18 2
                                    

Senin pagi adalah jadwal pasangan ini untuk konsultasi di dokter Obgyn. Seorang dokter yang direkomendasikan sendiri oleh Ten, karena beliau sendiri sedang bertugas di Thailand. Jaemin ingin pemeriksaan secara menyeluruh. Terkait alat reproduksinya hingga alasan mengapa sangat sulit bagi dirinya hamil.

Sengaja berangkat pagi-pagi sekali, hati Jaemin sudah tidak karu-karuan. Berbagai pikiran buruk berkecamuk dan tentu dibarengi oleh doa baik supaya hari ini berjalan lancar. Berjalan masuk ke dalam ruangan, seorang dokter sudah menyambutnya dengan senyum cerah. Usianya paruh baya seperti sepantaran dengan Ayahnya, tertulis di meja kerjanya name tag Moon Taeil.

"Jadi siapa yang pengen hamil?" Pertanyaan yang membuat keduanya mengeryit bingung. Pandangannya sontak ke arah Jaemin yang memakai pakaian serbah peach. "Kamu? Kukira masih SMA?"

Sudah tidak kaget lagi, memang banyak yang mengirah Jaemin seusia anak sekolahan. Hal yang membuat Jeno uring-uringan pula karena banyak yang melirik Sang istri tanpa memperdulikan dirinya yang menjadi pawang.

"Sudah berapa tahun?"

"Tiga tahun dok." Jawab Jeno.

"Baru tiga tahun." Si dokter terlihat mengentengkan. "Saya aja 10 tahun menikah belum punya anak gak papa. Tapi ujung-ujungnya cerai sih hehehe..."

Humor yang sangat receh dan tidak berfaedah itu ditepis sendiri oleh Jaemin. "Saya pengennya jadi orang tua di usia produktif dok, supaya anak saya nanti bisa tumbuh sehat, seiring dengan usia orang tuanya yang sudah matang."

Dokter mengangguk setuju. "Bagus itu. Sebelum punya anak memang harus direncanakan secara baik. Agar pertumbuhan dan perkembangannya ke depan bisa lebih baik." Sang dokter yang menyetujui jawabannya membuat Jeno tersenyum bangga.

Salah satu kebanggan menikahi Jaemin adalah karena dia termasuk tipe perencana handal. Bahkan sebelum program punya anak pun, Jaemin sudah mencari banyak ansuransi untuk pendidikan dan masa depannya kelak.

Seorang perawat baru saja lewat dan menyampaikan bahwa prosedur pemeriksaan HSG ruangan pemeriksaan telah siap. Dokter pun mengajak keduanya ke dalam. Saking exitednya, Jaemin bergegas melepas celananya sendiri dimana aksi tersebut mengundang pencegahan dari Jeno.

"Na, mau apa?" Jeno sedikit teriak. Seperti tidak rela bagian tubuh istrinya dilihat oleh orang selain dirinya.

"Bukannya dilepas yah?"

"Tidak usah, dalam pemeriksaan kita menggunakan HSG, tanpa memasukkan alat ke dalam melainkan dengan Sinar X untuk melihat kondisi perut kamu."

"Tuh kan Na, gak usah lepas celana segala. Peralatan di rumah sakit ini itu sudah lebih dari canggih." Timpal Jeno seperti lega asetnya tidak dilihat orang. Tapi sedetik kemudian dia pun dibuat panik ketika Sang dokter tiba-tiba mengangkat baju istrinya. "Dok kenapa malah buka-buka baju istri saya sih?"

"Saya itu mau periksa perut istri kamu bukan dengkul istri kamu!" Dokter Taeil sepertinya ikut emosi. Sampai Jaemin menyarankan untuk membawa suaminya keluar saja dari pada menganggu pemeriksaannya.

Selama pemeriksaan Jaemin dipersilahkan meminum segelas air putih. Jeno yang berdiri disamping kepalanya ikut memperhatikan perut itu diolesi sesuatu. Lalu sebuah alat diletakkan diatasnya dan terpaparlah sebuah gambar di monitor kecil.

"Tahu apa ini?" Tanya dokternya. Sebuah gambar berbentuk seperti buah peach terlihat di layar. "Ini gambaran bagian dalam dari perut istri kamu."

Jeno mengeratkan genggaman pada Jaemin. Jantungnya ikut berdegup kencang. Hanya melihat tempat calon buah hatinya saja hatinya jadi semenghangat ini.

"Jika saya perhatikan bentuknya memang normal, tapi ada lekukan kecil diatas sini."

"Lekukan?"

"Tapi gak berpengaruh apapun kan dok?" Jaemin mulai khawatir.

Two Lines (NOMIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang