Jaemin tidak pernah menyangkah pada siapa yang datang berkunjung di pagi hari. Mengharuskan dia harus menunda aktifitas berkantor karena sosok yang memilih ia prioritaskan . Biarlah ia nanti meminta izin kepada Hyunjin agar berangkat agak siang.
"Bubu kesini sama siapa?" Tanyanya masih terdengar ramah dan sopan. Mempersilahkan pada sosok paruh baya namun masih terlihat cantik untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Sendiri. Bubu pakai taksi tadi." Jawabnya.
"Bubu mau minum apa?"
"Nggak usah Na." Jawabnya masih terdengar lembut. "Gimana keadaan kamu?"
"Nana baik-baik saja."
"Kamu sekarang balik kerja?"
Jaemin mengangguk. Tanpa sengaja matanya menangkap berkas yang dibawa mertuanya itu. Tertulis nama instansi kantor pengadilan yang membuat tubuhnya seakan-akan melemas seketika.
"Bubu sudah makan?" Tanyanya berusaha mengalihkan. Tak ayal Nana pun berpura-pura sibuk di dapur meninggalkan Taeyong sendirian di ruang tamu. "Kemarin Nana beli cookies enak banget. Bubu mau coba?"
"Nana.-
"Bubu masih suka yang rasa greentea kan?"
"Sayang...-
"Nana juga beli di tempat langganan kita kok, Bubu pasti suka...
"Na Jaemin dengarkan Bubu bicara dulu!" Ucapan tegas yang benar-benar mengiris hatinya. Taeyong tidak menyertakan marganya di nama depan Jaemin melainkan kembali ke marga aslinya.
Jadi inilah akhirnya.
Tujuh tahun perjalan cinta mereka dimana masing-masing harus sepakat mengambil keputusan mutlak. Taeyong benar-benar kini tengah menyodorkan berkas perceraian itu kepada Jaemin. Atas gugatan dari anaknya sendiri yang sebenarnya atas kemauan menantunya juga.
Tumpah ruah air mata di wajahnya. Lagi-lagi Jaemin terduduk memegangi dadanya. Olehnya Taeyong yang melihat hal itu berusaha langsung memeluknya. Benar saja, dia sudah menduga bahwa keadaan Jaemin tak jauh beda dengan anak kesayangannya. Mereka berdua masih dipisahkan ego yang memebentengi.
Untuk beberapa lama Taeyong memberi ketengan dengan membawa Jaemin kembali ke sofa. Tangisannya masih lumayan hebat dan terisak-isak. Taeyong juga sempat mengambilkan minum untuknya dengan menepuk-nepuk punggungnya.
"Maafkan Jeno yah sayang?" Sebagai Ibu, Taeyong sejatinya meminta maaf untuk kesalahan anaknya.
"Apapun nanti jalan yang kalian pilih, Bubu tetap anggap Nana seperti anak kandung sendiri. Jadi jangan merasa kalau Nana sendirian di sini. Nana masih punya Bubu, Ayah Jaehyun, Haechan, Kak Mark juga." Ucapan menghibur itu keluar dari mulut orang tua yang pada dasarnya terlalu peduli dengan anak dan menantunya dengan tidak mencampuri urusan keduanya melainkan mendukung apapun keputusannya.
"Maafkan hikks... Nana juga hikss...." Ucapnya terisak.
"Nana sudah dewasa, sudah bisa membedakan sesuatu yang benar-benar Nana inginkan atau Nana butuh."
Maksud Taeyong adalah bahwa Jaemin benar-benar harus bisa membedakan keinginannya soal anak. Jika memang itu kebutuhannya, maka jalan berpisah adalah satu-satunya karena Jeno sendiri tidak bisa memberikan anak.
"Bubu boleh minta sesuatu sayang?" Nana lekas mengangguk. "Bubu minta tolong untuk tetap jaga hubungan kamu sama Jeno yah? Kita tidak tahu apa yang terjadi di masa depan, tapi tolong jangan anggap asing pada kenangan yang sudah kalian lalui bersama."
"Anggap ini sebagai pembelajaran sayang, karena sesakit apa masalah yang kalian hadapi hari ini, itu akan membuat langkah kalian lebih mudah di masa depan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Lines (NOMIN)
FanfictionJaemin dan Jeno adalah pasangan yang hanya menunggu saat membahagiakan itu tiba. cw: missgendering, bxb