21.

224 13 0
                                    

"Aku bakal ajak ke suatu tempat." Begitu timpal Chenle sebelum Jeno memutuskan kembali ke rumah.

Mereka memasuki sebuah lift, hanya beberapa lantai dari hotel tempat mereka menginap. Naik ke atas dan menuju ke tempat yang nyatanya sebuah bar. Agak kaget Jeno memandang Chenle penuh rasa kecurigaan.

"Ini mau kemana?" Tanyanya lagi namun tidak dijawab oleh remaja itu. "Kamu mau ajakin aku arisan."

"Iya, arisan berondong." Jawabnya sarkas namun teringat suatu hal, "eh tapi lupa, kan sekarang mau jadi duda hehe."

"Sialan." Umpatnya. Walau sekedar gurauan nampaknya Jeno pun sedikit tersinggung dengan ucapannya. Baru tadi pagi anak didiknya ini memberi semangat untuk mempertahankan Jaemin namun diruntuhkan begitu saja.

Mereka duduk di sebuah kursi panjang, sampai akhirnya Chenle menjelaskan bahwa dirinya sedang menghadiri Childfree Club. Sebuah perkumpulan yang diperuntukkan untuk pasangan menikah namun menolak punya anak. Jeno juga baru tahu ada semacam komunitas seperti ini. Kata Chenle pendirinya adalah pasangan influencer yang dimana keduanya hanya ingin bersama sampai akhir tanpa ikatan seorang anak.

Karena hanya pertemuan biasa, maka mereka memutuskan menyewa satu meja panjang yang dipenuhi makanan serta minuman. Kata Chenle di pertemuan besar lainnya, mereka biasanya menyewa satu penuh restoran. Acaranya pun beraneka ragam, dari curhat, arisan, sampai mengundang salah satu penyanyi sebagai hiburan. Di setiap tiga bulan sekali mereka juga rutin mengirimkan donasi ke panti asuhan tempat anak-anak terlantar. Hanya karena mereka menolak punya anak bukan berarti kepedulian soal anak telah hilang. Begitulah prinsipnya.

"Hai Chenle, gimana kabar skripsi kamu sayang? Sudah beres?" Seseorang tiba-tiba mendekat dan merangkul gemas Chenle. Agaknya keduanya memang lama kenal dan sering bertemu.

"Tentu saja beres, dengan membawa dosennya langsung ke hotel hehehe...." Sedikit melirik pada Jeno berinisiatif menggoda. Namun Jeno hanya memutarkan bola mata tak peduli.

"Wah... tidak perlu ragu untuk nilai A kalau begitu." Responnya namun tiba-tiba matanya melirik pada sosok yang dibawa Chenle bersamanya. "So who is he?"

"Dia kakakku."

Berharap Jeno memaklumi tingkahnya kali ini karena akan runyam urusannya jika diperkenalkan sebagai Pak Dosen nya.

"Jeno." Ucapnya mengulurkan tangan.

"Felix, anggota baru?"

"Ya, sepertinya begitu." Chenle yang menjawab. Barulah ketika orang itu berlalu, dihadiahi jitakan kepalanya oleh Jeno. Bukan karena marah melainkan kesal anak ini berbicara seenaknya saja.

Menunggu beberapa menit maka satu persatu orang pun mulai datang dan duduk di tempat ini. Dari cara berpakaiannya dan aroma parfum yang dikenakan menjelaskan bahwa kebanyakan dari mereka adalah kalangan menengah ke atas.

"Dia Sungmin, bekerja di Unicef New York, dia menolak memiliki anak karena menurutnya dunia sudah overload populasi sehingga dia lebih mendukung gerakan pengadopsian anak." Jelas Chenle sambil berbisik dan Jeno hanya mengangguk-angguk.

"Kalau yang itu namanya Changbin. Mempunyai trauma masa kecil karena dibesarkan oleh orang tua broken home dan strict. Sekarang dia bekerja di Komnas Perlindungan Anak." Ucapnya memperkenalkan lagi.

Sekitar sepuluh orang yang berkumpul di meja ini dan menyambut Jeno dengan cukup baik. Alhasil inilah pertama kalinya Jeno ditunjukan adanya perkumpulan positif seperti itu. Sungguh ini sangat berguna dibanding bersama teman-temannya seperti Hendery atau Lucas yang setiap hari hanya membicarakan seks.

"Dibanding memiliki anak, aku lebih memilih merawat anak kucing." Ucap Felix yang notabennya seorang pendiri Childfree Club bersama suaminya Bangchan. Dia menjelaskan bahwa anak kecil itu bagaikan air bening. Sebagai orang tua terserah mau mengarahkannya kemana. Jika orang tuanya bening maka anak itu akan tetap bening namun jika kotor, masihkah berharap jika anak itu tetap bening.

Two Lines (NOMIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang