5.

367 25 1
                                    

"Mengapa Bubu tidak menelpon dulu sebelum kemari?"

Jaemin berjalan ke ruang tamu mendapati mertua serta kakak iparnya, Haechan dan Taeyong. Seringnya mereka memang selalu mengunjunginya setiap akhir pekan tapi tidak pernah sepagi ini.

"Bubu hanya ingin mampir. Bagaimana kabarmu sayang?" Taeyong beranjak memeluk dan memberi ciumam pipi untuk menantu keduanya tersebut.

"Aku baik-baik saja Bu."

"Saking baiknya Ya Na, aku kira kamu mengindap alergi ikan cupang. Ternyata itu justru menjadi simbol kebaikan." Goda Haechan tanpa sadar memperhatikan ruam merah disekujur lehernya.

"Gak papa, namanya juga usaha." Bela Taeyong tersenyum.

Jaemin jadi malu sendiri. Kedatangan Haechan dan Taeyong dianggapnya masih terlalu pagi. Setelah ia mengantar David kembali pulang ke baby sisternya lalu membantu suaminya siap-siap bekerja, Jaemin tidak ada waktu untuk merawat dirinya apalagi sempat membubuhi concelear di sekitar lehernya.

"Bubu bawa minuman lagi Na, yang kemarin sudah habis atau belum?" Seperti biasa kedatangan Taeyong kesini tidak jauh-jauh dari program kehamilannya.

"Punya Nana sih sudah, yang belum habis punya Jeno."

"Anak itu, masih sama saja kelakuannya."

"Gak papa, diam-diam Nana mencampur di soup makanannya kok." Tertawa mengingat inisiafifnya sendiri. Memang sejatinya Jeno tidak menyukai minuman pahit.

"Bubu akan selalu doakan yang terbaik buat kalian." Memeluk menantunya itu lembut. Bukan Taeyong tidak tahu usaha keduanya untuk mendapatkan keturunan. Sebagai orang tua dia hanya ingin bisa mendoakan.

"Makasih ya Bu, Nana percaya kalau doa dari Bubu pasti lebih cepat dikabulkan tuhan." Balas Jaemin.

"Na, buruan siap-siap. Bubu mau ngajakin kita shoping?" Sahut Haechan tiba-tiba.

"Sepagi ini?" Melihat jam yang masih menunjukkan pukul 09.00 padahal biasanya mall dan pusat perbelanjaan baru buka pukul 11.00.

"Heem..."

"Tunggu-tunggu, dalam rangka apa memangnya?"

"Haechan lagi ngidam shoping katanya, sebelum nanti di tujuh bulannya dia gak boleh keluar rumah."

"Oh...?" Jaemin mengangguk, pandangannya terarah pada perut Haechan dan juga badannya yang mulai berisi. Dari wajahnya benar-benar tidak masalah dengan itu, padahal sewaktu sekolah Haechan terlihat yang paling geram kalau dibilang gendut.

"Temani ya Na?"

"Oke deh?" Jeamin menyetujuinya.

Sekitar satu jam mereka bertiga telah sampai di pusat perbelanjaan. Walau beberapa toko masih tutup sembari menunggu beberapa menit lagi keadaan pasti akan menjadi ramai. Pemandangan yang tidak biasa ketika melihat mertua mengajak kedua menantunya untuk jalan-jalan. Mereka ibarat anak ABG -jika saja perut Haechan tidak sekentara ini, mengunjungi gerai skincare, accesoris sampai tas.

Sampai pandangan Ibu hamil tidak bisa menutupi keinginannya ketika melihat sebuah baby shop. Langsung saja Haechan menarik keduanya masuk ke dalam.

Mungkin tidak ada yang menyadari bahwa baby shop mempunyai tekanan sendiri bagi Jaemin. Melihat pernak pernik bayi yang lucu-lucu, dari boneka juga pakaian membuat keinginan itu semakin menggebu-gebu. Jaemin memperhatikan betapa antusiasnya Haechan dalam memilih barang untuk calon bayinya sementara Taeyong ikut membantu. Andai semua itu juga terjadi padanya apakah dia juga akan bahagia?

Katakanlah iri itu wajar, tapi Jaemin menekan perasaannya agar tidak ditahap dengki. Ia bahagia melihat Haechannya bahagia namun akan lebih membahgiakan lagi ketika dia mendapatkan nasib yang serupa.

Two Lines (NOMIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang