15.

218 17 0
                                    

Adalah hal yang sulit diprediksi, bagaimana Haechan yang tiba-tiba mengeluh sakit perut ketika keduanya memutuskan kembali ke dalam stadion. Semua yang sempat dibuat panik, terlebih Mark yang langsung menghidupkan mesin mobil untuk membawa istrinya ke rumah sakit.

Sudah tidak berpikir lagi dengan cara mengemudi Mark yang ugal-ugalan. Dari yang menerobos lampu merah, dikejar polisi Barcelona, itu semua akan dipikir nanti dan menjadi urusan Ayahnya. Jelasnya mereka sekarang sudah sampai di rumah sakit terdekat ketika para petugas sudah mengeluarkan ranjang dan segera membawa Haechan masuk ke ruang ICU.

"Kamu gimana sih Na, Haechan kan lagi hamil besar malah kamu ajak keluar?" Omel Mark sebagai ungkapan rasa paniknya tadi.

"Aku gak tahu kak, dia sendiri yang ngajak."

"Harusnya kan kamu bisa izin dulu supaya aku gak repot cari sampai keliling stadion."

Mark tahu istrinya itu bebal. Harusnya Jaemin yang bisa mengerti kebiasaan Haechan tidak begitu semberono menuruti keinginannya. Bayangkan satu stadiun tadi benar-benar Mark kelilingi dengan Jeno karena mendapati kedua orang kesayangannya tidak ada di tempat.

"Udah kak, redahin dulu paniknya. Ayah sama Bubu lagi perjalanan kesini. Haechan juga sudah ditangani oleh dokter." Bela Jeno selepas dari dia menelpon Ayah dan Bubu.

Kepanikan Mark bisa dimaklumi karena Haechan yang akan melahirkan hari ini juga. Air ketubannya mendadak pecah. Itulah alasan mau tidak mau dia harus dioperasi walau belum masuk hari persalinan sebenarnya.

"Aku takut banget Jeno. Kak Mark kalau ngamuk serem." Cicit Jaemin ketika Jeno membawanya menjauh dari Mark.

"Maklumin aja yah, dia lagi khawatir soal keadaan Haechan."

"Tapi Haechan gak papa kan? Aku pasti bakal ngerasa bersalah banget kalau ada apa-apa dengannya."

"Kita berdoa sama-sama sayang." Jeno memeluk Jaemin lembut. Bersamaan dengan aksi menunggunya, Ayah dan Bubu ternyata baru sampai. Antara panik dan gembira perasaan mereka mendengar bahwa cucu pertama keluarga akan segera lahir.

Hal yang berbeda justru dialami Mark. Pria itu menolak duduk. Mondar-mandir di depan ruang operasi. Saat mendengar suara gunting jatuh saja hatinya kian mencelos. Takut-takut jika hal buruk terjadi pada istri dan anaknya.

"Sudah Nak, Haechan pasti baik-baik saja." Ucap Bubu menenangkan. Mengajak anaknya duduk sejenak bersama anak bungsunya. Jadi posisinya, Taeyong sedang dihimpit kedua anaknya Mark dan Jeno. Sementara Jaehyun sedang keluar mengurus administrasi.

"Maafin Mark yah, Bu?" Ucapnya tiba-tiba.

"Kenapa minta maaf?"

"Mark gak pernah tahu gimana susahnya Bubu mengandung, setelah itu melahirkan, lalu merawat. Mark nggak pernah sadar sampai pada akhirnya itu terjadi pada Haechan, istri Mark sendiri."

"Mark ngerasa bodoh jadi suami. Lihat dia yang kesakitan sementara disini gak bisa ngelakuin apa-apa." Suara Mark bergetar. Dengan wajah menunduk tidak berani menghadap Bubu.

"Semuanya setimpal Nak." Bubu mengelus lembut surai Mark. Ia tahu dalam keadaan sekhawatir ini, anak sulungnya akan tampak terlalu melankonis. Berbeda dengan Jeno yang bisa berpikir jernih di semua kondisi. Tapi Mark tidak. "Semua perjuangan Bubu itu gak sia-sia karena ternyata yang Bubu lahirin adalah anak sebaik kamu." Sambungnya mengecup kening anaknya.

"Kamu?" Jeno memincingkan mata.

"Maksud Bubu, Mark dan Jeno. Kalian berdua anak Bubu yang paling membanggakan keluarga." Bubu juga mencium kening anak bungsunya. Jeno sendiri semakin mengeratkan pelukan tangannya pada Bubu. Sedangkan di tangan satunya ada Jaemin yang ikut mendengarkan.

Two Lines (NOMIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang