Menyelamatkan pernikahan.
Mungkin itulah yang sedang dipikirkan Jaemin saat ini. Lari terpontang-panting keluar dari panti asuhan dan mencari keberadaan Jisung untuk mengantarnya. Sayangnya anak itu tidak berada di tempat yang seharusnya. Barangkali dia berniat membeli sesuatu dan kemudian menjemput balik Jaemin nanti. Namun ini sama sekali hal yang tidak boleh ditunda. Ucapan Kak Doyoung seolah memberi pukulan besar baginya.
Bagaimana jika sidang telah dimulai, surat resmi telah berada di tangan hakim lalu ketok palu yang seolah meruntuhkan semua usahanya.
Dengan terburu-buru Jaemin menyetop taksi didepannya. Kemudian masuk dan mencoba menelpon siapapun yang bisa dihubungi.
Jeno...? Tidak, tidak secepat itu.
Bubu...? Sungguh Jaemin masih ragu dan sedikit malu.
Sampai dipilihnya nomer Haechan untuk menanyakan kondisi satu keluarga itu.
"Mereka sudah berangkat semua Na. Rombongan. Kak Mark juga ikut. Aku di rumah cuma sama Noah." Jelasnya.
Nana mengeluh panjang. Hampir menangis dia masih memegang ponsel. "Aku gak mau cerai sama Jeno, Haechan. Aku sudah sadar, aku gak mau kehilangan dia." Katanya panik.
"Syukurlah Na, kalau begitu kamu harus cepat-cepat kejar mereka di pengadilan ya Na?"
"Jalannya macet banget. Aku takut terlambat, Chan...."
Jaemin sedang panik. Berkali-kali dia menyuruh sopir taksi itu untuk mengebut, tapi yang ada Jaemin justru dibentak karena tidak mementingkan keselamatan keduanya.
Kata Buku, semua berkas dan surat-surat sudah masuk di pengadilan. Jaemin hanya perlu datang. Mereka pun sudah menyewakan pengacara yang mengurus semuanya. Karena dalam kasus perceraian oleh sebab kemandulan adalah salah satu kasus yang cukup rumit, khawatir tidak akan mendapat persetujuan hakim.
Jika saja Jaemin tidak mendengar nasehat dari Doyoung, hatinya takkan bisa seterbuka ini. Menerima kekurangan Jeno jauh lebih mudah dibanding menerima ketidak hadirannya.
Hingga sampailah Jaemin di instansi terkait, dimana banyak orang berlalu lalang dengan wajah sendu yang menunduk. Di tempat inilah banyak orang dipisahkan dengan macam-macam. Bisa jadi perubahan rasa cinta ke benci atau sayang ke marah. Mengorbankan satu-satunya ikatan yang dulu pernah terjalin yang pada akhirnya menemukan titik temu.
Mendadak dadanya terasa sesak. Tangis yang berusaha ia tahan, mengharuskan Jaemin semakin masuk ke dalam. Tidak ada yang bisa dia temukan selain dari kumpulan orang asing yang menatapnya aneh.
"Jeno...!" Teriaknya ketika melihat seluet punggung suaminya masuk ke dalam salah satu ruangan. Disana dia sambut oleh Hendery, salah satu teman Jeno yang berprofesi sebagai pengacara.
"Jaemin, kamu di sini?"
"Lepas Hen, aku ingin ketemu Jeno!"
"Jeno sudah masuk di ruang sidang, kalau sudah ditunggu dari tadi, kenapa baru datang?"
"KAMU ITU NIAT BANGET BIKIN AKU SAMA JENO CERAI YAH?"
Omongan Hendery dipotong oleh aksi setengah anarkis Jaemin yang menerobos ruangan. Jaemin mempercepat langkahnya. Menepis orang-orang yang menghalanginya hanya untuk menemukan suaminya. Bahkan jika Jaemin masih berhak menyebutkan kepemilikannya, orang tersebut telah berdiri gagah membelakanginya. Memakai setelan hitam resmi dan terlihat berbicara serius dengan salah satu panitera.
Lekas Jaemin mendekat memeluk tubuhnya dari belakang. Jaemin bisa merasakan tubuh itu yang mulai menegang, beruntung Jeno dengan cepat menyadari kehadirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Lines (NOMIN)
FanfictionJaemin dan Jeno adalah pasangan yang hanya menunggu saat membahagiakan itu tiba. cw: missgendering, bxb