22 - Worry

4.8K 375 20
                                    

Semenjak kemarin, hubungan Karina dan William semakin membaik juga semakin dekat. Keduanya menjadi lebih nyaman melakukan kontak fisik dan selalu bersikap manis di depan orang tua mereka, hal ini tentu saja menjadi kebahagiaan tersendiri.

Hari ini Karina akan pergi menuju kantor William dengan membawa makan siang juga beberapa obat dan vitamin untuk sang suami. Pagi sebelum mereka berangkat, ia melihat wajah William pucat dan juga sedikit lemas. Namun sang lelaki hanya berkata bahwa dirinya hanyalah sedikit tidak enak badan, dan akan segera membaik.

Namun Karina sangat khawatir sekarang karena pesan singkatnya pada William tak kunjung dibalas. Takut terjadi sesuatu hal, ia lebih memilih untuk menghampiri William saja.

"Aku istirahat makan siang di kantor William dan akan kembali pukul tiga, satu jam sebelum operasi. Jika ada sesuatu, hubungi saja aku"Ujar Karina kepada rekan kerjanya yang bernama Ning Yizhuo atau kerap dipanggil Ningning.

Ningning, gadis yang dua tahun lebih muda dari Karina itu mengangguk sembari mengacungkan jempolnya kepada Karina."Tenang saja eonnie, sebelum kau menyuruh pun akan aku lakukan."Jawabnya dengan yakin.

Karina tersenyum tipis sampai akhirnya ia bergegas pergi setelah mengunci ruangannya.

"Selamat siang, dokter Kim. Selamat beristirahat makan siang juga"

Kedua pipi Karina memerah saat kini para dokter dan suster yang bekerja disini kini memanggil namanya dengan marga Kim setelah ia dan William memutuskan untuk mempublikasikan hubungan mereka.

Ada rasa senang dan haru, Karina sangat menyukai marga William tersemat dibelakang namanya. Terdengar indah, dan sampai kapanpun akan selalu indah.

"Saya jemput pukul berapa, nyonya muda?"

"Ryujin akan mengantar saya ke rumah sakit. Paman Lee kan bekerja untuk orang tuaku, bukan?"

"Saya bersedia, nyonya."

"Tidak perlu, paman. Akan merepotkan paman jika harus bekerja untuk saya dan kedua orang tua saya. Ini untuk yang terakhir kali ya? Paman akan kelelahan jika begini"

Pria setengah baya itu tersenyum kepada Karina lewat kaca spion bagian tengah mobil. Ia sangat bersyukur dihadapkan pada Karina yang sangat pengertian dan juga peduli kepada sesama tanpa memandang status.

Putri tunggal keluarga Kang selain sangat cantik, sangat baik juga.

"Baik nyonya."















--------














"Yah, mukamu sangat pucat, Kim. Berhentilah menatap layar laptop dan istirahatlah sebentar"

William memijat pelipisnya dengan kedua matanya yang terpejam. Ia pun menjauhkan laptopnya sedikit dan memilih menyandarkan tubuh tegapnya di sandaran kursi yang tengah diduduki.

Ryujin menghela napasnya, kemudian ia menghampiri laptop milik William. Menyimpan data-data penting yang bosnya itu sempat tulis, dan kemudian mematikan benda itu.

"Mengapa kau bekerja jika sedang sakit, bos? Lihat, bahkan kini kau seperti mayat hidup." Ujar Ryujin sembari melihat wajah William yang pucat.

"Aku sudah merasa tidak enak badan semenjak pagi. Tetapi tidak mungkin aku mengeluh pada Karina yang sudah siap untuk berangkat kerja, ini bisa ditahan hingga jam pulang nanti. Tolong pijat pundak ku, Shin. Ini terasa sangat sakit dan berat sekali"

Ryujin yang hendak berjalan mendekat kearah William pun sempat terhenti saat mendengar suara pintu terbuka. Ia sedikit melebarkan kedua matanya saat melihat figur Karina berada diambang pintu kemudian masuk dengan diam-diam.

Keadaan William saat ini tidak sadar karena lelaki itu sibuk memijat pelipisnya yang terasa sakit dan pusing.

"Biar aku saja, kau urus pekerjaan yang lain."Bisik Karina sangat pelan pada Ryujin.

"Baik. Tolong katakan padanya untuk jangan terlalu keras bekerja, dia sangat pucat sekali"Jawab Ryujin, kemudian ia berjalan keluar dengan pelan-pelan.

Karina menatap khawatir kearah William yang masih belum menyadari keberadaannya, ia taruh paperbag berisikan makanan diatas meja sang suami kemudian berjalan mendekati sang lelaki.

"Ah itu, sakit sekali."Ringis William, saat kedua tangan Karina yang ia anggap tangan Ryujin itu mulai memijat kedua pundaknya hingga tengkuk lehernya.

"Kau begitu panas dan pucat, bear. Pulang ya?"

"Uh?"

William langsung berbalik, ia terkejut dengan keadaan Karina yang tiba-tiba sudah ada disini. Dan sepertinya Karina yang jauh lebih terkejut karena saat William berbalik kearahnya, hidung suaminya itu mengeluarkan darah.

William mimisan.

"Ah! Jangan bergerak! Hidung mu mimisan!"Karina mencegah William yang hendak mendongakkan kepalanya saat menyadari darah keluar dari hidungnya.

Dengan cepat Karina mengambil sapu tangan dari tasnya dan langsung menahan pendarahan di hidung William dengan sigap.

"Apakah kau sudah makan?"Tanya Karina, nadanya masih sirat akan khawatir yang berlebih.

William menggeleng pelan, matanya terus melihat kearah Karina yang entah mengapa menjadi sangat cantik ketika sedang khawatir begini.

Astaga William Kim ini memang diluar nalar.

"Aku sangat pusing sekali, bisakah aku istirahat sebentar?"

"Kau harus makan dulu, sedikit saja, ya?"

Tidak bisa William menolak saat Karina meminta dirinya untuk makan dengan ekspresi memohon. Astaga ia lemah sekali jika begini caranya.

Karina tersenyum lega saat William mau makan, ia mengelap sisa darah dari hidung sang suami kemudian menegakkan tubuhnya yang sempat duduk bersandar.

"Aku juga membawa vitamin dan obat-obatan kemari, karena saat pagi tadi aku melihat wajahmu yang pucat."Ujar Karina, sekarang istri William itu sangat aktif bicara dan ekspresif.

Dan itu sangat membuat William senang dibuatnya.

"Setelah makan dan minum obat, bolehkah aku tidur di sini?"Pinta William sembari menepuk pelan paha kanan Karina disertai tatapan inginnya.

Karina tersenyum tipis, ia merasa harus memanjakan William setelah sibuk bekerja akhir-akhir ini.

Ketika dahulu William selalu memanjakan dirinya, kini Karina akan memanjakan dan merawat William sebaik mungkin. Lelaki itu sudah banyak berkorban dan melakukan sesuatu hal yang besar untuk dirinya.

Dan kini saatnya Karina membalas itu semua.

"Boleh, apapun untuk tuan suami"Karina menjawab dengan nada lembut dengan tangannya mengusap dagu dan pipi William yang mulai ditumbuhi oleh bulu-bulu kasar.

Suaminya tidak sempat bercukur, dan rambutnya pun mulai memanjang. Karina jauh lebih menyukai rambut William yang pendek, itu terlihat sangat rapi dan juga mempertegas visual tajam nan tampan milik sang suami.

William tersenyum senang, ia pun dengan senang hati menyambut suapan makanan dari Karina meskipun sebenarnya ia tidak berselera untuk makan.

Tetapi ia sangat menghargai istrinya dan usahanya. William tidak mau mengecewakan Karina.
















TBC?

Duh, sudah so sweet saja tuan suami dan nyonya istri ini.

Btw, cerita ini sudah memasuki ending hihi. Karena aku buat cerita ini hanya 25 chapter saja🙏

The Way I Love You || Winrina (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang