Sepuluh

11 2 0
                                    

Akhir pekan yang cukup menyenangkan bagi Jiwa karena dia bisa beristirahat dengan nyaman di rumah. Jiwa merindukan kasurnya yang membuatnya tak ingin terbangun dari benda empuk itu. Walaupun setiap malam dia menempati kasur itu, entah kenapa rasanya berbeda ketika menempatinya saat waktu libur.

"Aaa... Nyaman banget kasur gue", monolog Jiwa.

"Rasanya kaya udah lama ga rebahan."

"Libur gini enaknya ngapain ya? Pengen jalan-jalan tapi gue mager."

"Apa gue ajak Aiyla sama Sasa ke rumah aja ya? Biar mereka yang main ke sini."

Jiwa meraih ponselnya yang berada di atas meja. Dinyalakanlah ponsel itu sehingga menampilkan beberapa aplikasi yang ada di dalamnya. Jiwa lalu membuka sebuah ruang obrolan.

(Jiwa)
Halo sahabatku, lagi pada ngapain nih?

Satu pesan berhasil Jiwa kirimkan di ruang obrolan itu. Tak butuh waktu lama, Jiwa akhirnya mendapatkan notifikasi balasan dari salah satu temannya.

(Mobil Aiyla)
Gw lg rebahan, knp?

(Jiwa)
Main yu di rumah gue

(Sasa)
Gue gabisa

(Mobil Aiyla)
Loh, knp lo?

(Sasa)
Lagi main di luar gue

(Jiwa)
Sama Ravin?

Ravindra Gautama, nama yang sering kali Jiwa dan Aiyla sebutkan saat Sasa tidak bisa mengikuti sebuah acara yang mereka adakan.

(Sasa)
Hehe iy

(Jiwa)
Oh gapapa. @Mobil Aiyla, lo bisa ga?

(Mobil Aiyla)
Gw bisa, bentar lagi otw

(Jiwa)
Oke, gue tunggu

(Sasa Micin)
Maafin ya gue gabisa ikut

(Mobil Aiyla)
Yang bucin gak diajak

(Sasa Micin)
Yang nt diem aja

(Jiwa)
Gue ikut ketawa ya
Haha

(Aiyla)
Ck
Gak asik nyindirnya nt mulu

(Jiwa)
Ga usah berantem ya. Yu Aiyla cepetan ke sininya

Selang 10 menit setelah Jiwa mengirimkan pesan terakhir, Aiyla pun datang ke rumahnya. Karena bosan di rumah, Jiwa dan Aiyla memutuskan untuk pergi berkeliling di sekitar rumah Jiwa. Mereka mengunjungi sebuah taman yang tak jauh dari kediaman Jiwa, taman yang sering Jiwa kunjungi saat akhir pekan kala dirinya butuh ketenangan.

"Seger banget ya, Wa."

Aiyla merasa tenang dan nyaman sesaat setelah mereka memasuki area taman. Udara sekitar taman yang segar, jauh dari polusi udara dan bisingnya suara klakson kendaraan yang saling bersahutan.

"Iya, kangen udah lama ga ke sini."

"Lo sering ke sini?"

"Dulu sering ke sini setiap libur."

"Bagus juga ya selera lo."

"Tentu, makanya gue suka sama Raga."

Sejujurnya Aiyla merasa bahwa jawaban Jiwa sedikit tidak masuk akal dengan apa yang dia ucapkan. Tetapi Aiyla mencoba memaklumi temannya yang sedang dimabuk asmara ini.

"Emang gimana sih Raga tuh?"

Sejujurnya Aiyla sangat penasaran dengan sosok Raga yang berhasil membuat temannya ini jatuh cinta. Aiyla tidak pernah melihat Jiwa bahagia dengan cara seperti ini sebelumnya.

"Pokoknya dia ganteng, tinggi, kulitnya putih bersih, rambutnya bagus, wangi, ah pokoknya idaman gue banget. Mukanya tuh agak jutek gimana gitu, tapi gue yakin kalo dia senyum pasti manis banget."

"Kayanya lo sesuka itu ya sama dia."

"Iya, baru kali ini gue jatuh cinta sama orang walaupun baru ketemu."

Aiyla cukup terkejut dengan penjelasan Jiwa tentang Raga. Dia tidak bisa apa-apa selain berharap temannya ini bahagia. Dia tidak ingin melihat Jiwa terluka sedikitpun, terlebih hanya karena masalah laki-laki yang tidak bertanggung jawab.

"Semoga lo bahagia ya sama cinta pertama lo."

"Aamiin, semoga ya."

Jiwa berharap kisah cinta pertamanya ini akan berakhir dengan bahagia. Dia berharap kisah cintanya ini akan berakhir seperti dongeng-dongeng yang biasa ayah dan ibunya ceritakan saat kecil sesaat sebelum Jiwa tertidur.

JIWA RAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang