Lima Belas

2 2 0
                                    

Hari ini Raga sedang tak ingin diganggu oleh siapapun. Dia memilih pergi ke perpustakaan agar tak ada seorangpun yang akan mengganggunya. Pikiran Raga kini terasa kacau bagaikan benang yang kusut.

"Mau ke mana lu?", tanya Adit yang tak lain adalah teman Raga.

"Mau ke perpus."

"Ga akan ke kantin?"

"Ga deh, gua lagi males."

"Mau nitip sesuatu ga?"

"Gua titip air minum aja ya, nanti simpen di atas meja."

"Oke deh, mana uang lu?", Adit membalikkan telapak tangannya seolah memberi tanda untuk meminta uang.

"Nih", ucap Raga sambil memberikan beberapa lembar uang.

"Buset banyak bener uang lu."

"Emangnya gua kaya lu."

Raga dan Adit memang suka meledek satu sama lain sama halnya dengan teman-teman sebayanya.

"Ngeledek bener kalo ngomong, ini lu nitip minuman aja uangnya kenapa banyak banget?"

"Gua nitip semua minuman yang suka gua beli."

Raga sebenarnya bingung akan membeli apa sehingga dia mengucap asal apa yang akan dia beli. Raga tak ada niatan untuk membeli sesuatu tetapi karena temannya ini menawarkan bantuan, dia menjadi tak enak hati.

"Lu ga ada niatan mau bikin oplosan kan?", sebenarnya Adit bingung, temannya ini akan membuat oplosan atau justru akan membuka warung di kelas.

"Ga lah, nama lu doang emang yang artinya cerdas tapi aslinya, haaa sudahlah."

"Heh, ga usah ngeledek lagi lu", Adit melayangkan tonjokan kecil pada lengan Raga.

"Iye maaf, dah sana pergi."

Setelah perdebatan yang menjengkelkan, akhirnya Adit pergi meninggalkan Raga sendirian.

Raga harus menahan amarahnya tatkala Adit mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan anehnya. Tapi untuk apa Raga membeli minuman sebanyak itu? Tak ada alasan, Raga hanya ingin membelinya saja. Bila tak habis, dia akan menyimpannya di rumah.

Seperti yang tadi dia katakan kepada Adit, Raga akan pergi ke perpustakaan untuk mencari ketenangan.

Baca buku apa lagi ya biar ada kesibukan. Gua butuh buku yang tebel biar gua beneran jadi sibuk -batin Raga.

Setelah berkeliling dan melihat beberapa koleksi buku di perpustakaan sekolah, akhirnya Raga meraih satu novel yang cukup tebal di bagian atas rak buku. Saat hendak mengambil novelnya, tiba-tiba dia dikagetkan dengan kehadiran seseorang.

"Halo, Raga! Udah lama ga ketemu ya", ucap sang perempuan yang suaranya tidak asing bagi Raga.

Raga menoleh ke arah perempuan yang baru saja membuatnya kaget dan panik ini.

"Ngapain lu disini?"

"Gue cuma iseng aja sih ke sini, eh malah ketemu lo."

"Kalo ga ada urusan, mendingan lu pergi."

"Lo ga pernah berubah, ya."

"Berisik lu."

Niat hati ingin mencari ketenangan, Raga justru malah mendapatkan masalah baru. Sungguh, perempuan di depannya ini adalah perempuan yang sangat ingin dia jauhi, muak rasanya melihat kembali perempuan ini setelah sekian lama mereka tak bertemu.

"Sabar dong, gue cuma mau nanya doang kok. Kabar lo gimana?"

"Gua baik, sebelum lu dateng ke sini."

Raga kini menyimpan kembali buku yang hendak dia baca, rasanya dia malas membaca buku karena emosi terhadap perempuan di depannya kini.

"Haha, santai dong. Btw, lo udah move on kah?"

"Apa urusannya sama lu?"

Raga semakin kesal kepada perempuan ini. Jika saja dia bukan seorang perempuan, maka sudah Raga hajar sedari tadi.

"Ya tentu ada dong, kan cewek lo orang terdekat gue."

"Lo ga ada niatan berubah haluan apa?"

Perempuan ini kini menunjukkan senyumnya, tetapi senyumnya terasa menakutkan bagi Raga.

"Maksud lu?"

"Ya... Pacaran sama gue gitu? Secara kan gue sodara cewek lo."

"Lu emang sodara cewek gua, tapi sifat kalian jauh beda."

Raga berusaha menghindari perempuan itu, tetapi sang perempuan terus saja mengikutinya sampai keluar perpustakaan dan membuat dia risih. Secara tak sadar, di belakang sana Jiwa melihat interaksi mereka berdua. Jiwa menerka-nerka tentang apa yang sebenarnya terjadi.

JIWA RAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang