Ep 12. Jangan buang Kala

520 62 1
                                    

Sadana buru-buru melepaskan pelukannya setelah seluruh kesadarannya kembali. Ia mengusap wajah pias, gara-gara demam sialan ini dia jadi ngehalu sedang melihat Renata, padahal jelas-jelas yang ada di depannya sekarang Salsa. Sadana tersenyum kaku, seketika malu dengan kelakuannya tadi.

"Maaf dokter, saya gak sadar tadi," gumamnya.

Salsa yang sama-sama canggung juga mengangguk kaku, bingung mau menjawab apa. Sadana menggigit bibir, mau menghilang aja rasanya.

"Kalau gitu, saya pamit pulang dulu. Anu itu obatnya udah saya taro di atas meja. Saya permisi dulu. Cepat sembuh, mas eh pak eh aduhh pokoknya semoga cepat sembuh." Tanpa pikir panjang Salsa langsung beranjak pamitan, buru-buru mengemasi barang-barangnya. Salsa sama malunya dengan Sadana, bahkan pipi gadis itu sudah memerah bak tomat matang.

"Eh iya, hati-hati di jalan." Balas Sadana patah-patah.

Sepeninggalan Salsa, Sadana termenung sejenak. Jelas ia mengingat semua kalimatnya saat memeluk Salsa. Sadana mengeluh keras, bagaimana bisa ia melihat Salsa sebagai Renata. Hujan di luar sana terdengar semakin deras. Sadana kembali merebahkan diri sambil menaikkan selimut sebatas dada. Pikirannya jauh menerawang ke masa lalu. Saat-saat kebersamaannya dengan Renata hingga akhir hidup gadis itu. Sadana masih terjebak dengan masa lalunya. Jujur banyak hal yang membuat Sadana memilih untuk melajang hingga usianya sekarang. Salah satunya belum ada yang bisa menggantikan posisi Renata. Bagi Sadana, Renata adalah satu-satunya perempuan di hatinya. Cinta sejati yang selalu ia kenang. Meski begitu, tidak sekali dua kali, perempuan-perempuan lain datang padanya. Sadana telah mencoba, tapi tetap tidak ada yang bisa mengalahkan bayangan Renata dalam dirinya.

Mata Sadana mulai terasa berat, mungkin pengaruh obat membuatnya mengantuk. Sebelum benar-benar jatuh dalam tidur, Sadana masih merasakan rengkuhan hangat mengungkungnya. Sadana mengenali sentuhan itu. Siapa lagi kalau bukan anak kesayangannya Sakala. Sadana tersenyum tipis, membalas pelukan Sakala erat. Bersama-sama beranjak masuk ke alam mimpi.

◾◽◾

Pagi ini Sadana sudah merasa sehat walafiat. Terimakasih kepada drama picisan tadi malam yang berhasil membuat kesehatannya naik drastis, mungkin efek pelukan sama cewe setelah sekian abad. Subuh-subuh Sadana sudah sibuk mengurus rumah. Beberapa hari ditinggal membuat rumahnya tak terurus. Sakala jangan diharap, anak itu buruk dalam bersih-bersih. Bukannya bersih malah tambah hancur. Sadana tidak mau tambah repot.

Sadana itu punya kebiasaan bangun subuh. Tanpa alarm atau pengingat lainnya, ia akan bangun tepat sebelum azan subuh berkumandang. Terbiasa sejak kecil disiplin bangun pagi, membuat ritme tubuhnya membentuk pola bangun tidur tepat waktu. Sayangnya kebiasaan itu tidak turun ke anaknya. Sakala kebalikan dari Sadana. Semua kepribadian Sadana seperti jungkir balik dengan Sakala, kecuali bagian emosian dan suka ngegas.

Namun, pagi ini ada yang berbeda. Sadana mendengar gemericik air dari kamar mandi luar. Saat Sadana cek, ternyata Sakala sudah bangun, lengkap dengan baju koko serta sarung untuk shalat. Sadana tercengang, demi kolor kotaknya Spongebob, dia gak salah lihat kan? Anak bujangnya yang super duper sulit dibangunkan, sekarang bangun sendiri, tepat waktu sebelum azan subuh terdengar.

"Maaf papa, Kala belum beresin piring-piring tadi malam." Ucap Sakala saat berpapasan dengan Sadana yang ingin ke dapur.

Eh? Sadana mengernyit bingung. Kenapa pula Sakala minta maaf soal piring?

"Biar papa aja yang beresin, kamu shalat aja sana. Mau lanjut tidur juga gak papa." Balas Sadana.

"Biar Kala aja yang beresin. Papa aja yang lanjut tidur. Papa masih sakit."

Our Dawn is Warmer Than Day ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang