Ep 7. Kebetulan yang manis

548 63 1
                                    

"Aku bisa pake sendiri, pa. Udah besar nih, masa masih dipakein jaket sama papa?!" Gerutu Sakala saat Sadana memaksa untuk memakaikan jaket padanya. Anak itu terlihat tidak suka saat papanya memperlihatkan sisi perhatian seperti ini. Agak aneh, soalnya Sadana tuh tipe gengsian.

"Besar darimananya?! Siapa tadi malam nangis-nangis mau tidur sama papa, hah? Lupa situ yang gak bisa tidur kalo belum papa puk-pukin?" Balas Sadana sambil menoyor kepala Sakala pelan. Gak bisa keras-keras soalnya si bocah lagi sakit.

"Iss gak usah buka kartu deh!"

Sadana tersenyum tipis, mengacak rambut anaknya sampai berantakan. Bukan Sakala namanya kalau gak misuh-misuh.

"Ayo berangkat! Mau papa gendong atau jalan sendiri?" Tanya Sadana, habisnya anak itu terlihat masih lemas.

Sakala nyengir lebar, merentangkan tangannya. "Gendong dong, aku lagi malas jalan."

Mana tadi yang katanya sudah besar, benar kata Sabili, Sakala itu umurnya doang enam belas tahun, aslinya mah masih enam tahun. Maka dengan hati yang lapang, Sadana mau tidak mau berjongkok di depan Sakala, menggendong anak itu di punggung. Sakala mengalungkan tangan melingkar di leher papanya, diam-diam tersenyum jahil. Lihat nih siapa lagi coba yang bisa bikin seorang Sadana rela menggendong remaja tanggung selain dirinya. Jelas Sakala menikmati momen ini, sebelum papanya kembali ke mode maung dengan jurus andalannya nyepak kaki.

"Aku berat ya pa?" Tanya Sakala melihat Sadana berjalan pelan, kaya kura-kura. Padahal papanya itu rajin nge-gym, masa iya ngegendong dia doang sesusah itu.

"Ya iyalah cil, dikira lu masih berupa buntelan lemak kaya sepuluh tahun yang lalu." Sahut Sadana. Padahal bukan itu alasan dia berjalan lambat, Sadana hanya ingin menikmati momen ini. Rasanya kaya kembali lagi ke masa lalu dimana Sakala kecil suka minta gendong padanya.

Seminggu setelah reuni di rumah Jordan, Sakala mendadak terserang demam. Sebenarnya anak itu memang mudah sakit mengingat dulu kelahirannya yang prematur. Apalagi dengan keadaan cuaca yang super labil, Sadana jadi mesti harus memperhatikan baik-baik kesehatan anaknya. Tapi kali ini Sadana kecolongan, Sakala sakit gara-gara kehujanan setelah latihan bola, nekad menerobos hujan menggunakan motor. Alhasil anak itu cuma bisa terbaring lemas di kamar selama tiga hari penuh. Sadana melarang keras Sakala masuk sekolah sebelum benar-benar sembuh. Hari ini, setelah lewati berbagai perdebatan panjang dan menyebalkan akhirnya Sadana bisa memaksa Sakala ke rumah sakit. Sadana tidak mau menanggung resiko sakit anak itu semakin parah, meski Sakala menolak setengah mati dengan alasan rumah sakit itu menyeramkan.

Sadana menghela napas mengantar Sakala untuk bertemu dokter setelah diperiksa setengah jam yang lalu. Sakala sempat memberontak saat dokter harus menyuntiknya, Sadana sampai turun tangan menenangkan anak itu.

"Obatnya sudah saya tuliskan di resep, silakan tebus di apotik. Dan untuk kamu adik kecil jaga kesehatan! Musim pancaroba seperti sekarang memang rentan menyebabkan sakit. Makan dengan teratur dan istirahat secukupnya." Ucap dokter cantik itu. Sakala yang notabene suka dengan cewe cantik otomatis langsung mengangguk-angguk patuh. Lupa kalau dokter itu juga yang menyuntiknya tadi.

"Siap dokter cantik. Kala bakal jaga kesehatan." Balas Sakala yang langsung mendapat toyoran penuh cinta dari papanya. "Iss apa sih papa?! Situ iri ya, makanya cari bini dong."

Sadana melotot, bisa-bisanya Sakala membuka kartunya di depan dokter cantik ini. Ehh tapi kalau dokter cantik juga single boleh lah jadian, upss.

"Dokter, papa saya jomblo loh. Kalo dokter mau ambil aja. Kasian udah tua tapi jomblo." Sakala sengaja menggoda Sadana dengan menekankan kata jomblo. Papanya itu paling lemah kalau soal digoda begini, lihat saja wajahnya sudah memerah.

Our Dawn is Warmer Than Day ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang