Special Ep. Dari Papa untuk Kala

452 48 5
                                    

"Gimana hari pertama sekolahnya?" Sadana bertanya. Kedua tangannya mendekap Sakala kecil erat, menggendong anak itu.

Sakala diam sejenak. Bocah berumur lima tahun itu tampak ragu untuk menjawab. "Hmm masih belum tau, Kala masih aneh." Maksud Sakala itu, ia masih aneh dengan lingkungan barunya.

Sadana mengangguk, kembali mengajak Sakala berbincang seputar sekolah pertamanya hari ini.

"Kala, gimana hari ini?" Tanya Sadana saat menjemput Sakala sepulang sekolah.

Anak itu tampak menghindari tatapan papanya. Sakala menunduk,"lasanya tidak sepelti yang Kala bayangkan."

Sadana mengernyit bingung. Namun, ia memilih tidak terlalu memikirkannya. Segera diangkatnya bocah kecil itu, menggendong seperti biasa.

"Kala, gimana hari ini?" Tanya Sadana di hari lain saat menjemput Sakala pulang.

Kali ini Sakala tidak menjawab. Anak itu langsung merentangkan tangan, meminta papanya agar segera menggendong. Sadana jadi merasa aneh.

Di hari-hari yang lain, Sadana menjemput Sakala seperti biasa.

"Kala-" belum selesai kalimat Sadana, Sakala sudah lebih dulu melangkah melewati Sadana. Pria berusia dua puluh tiga tahun itu menjadi semakin bingung. Tidak biasanya Sakala menjadi pendiam seperti ini.

Di hari selanjutnya, Sadana memutuskan untuk tetap di sekolah setelah mengantar Sakala. Ia menatap putra kecilnya itu bermain sendirian di pojokan, tanpa teman. Hati Sadana terasa sakit melihatnya.

"Permisi, papanya Kala yaa." Seorang perempuan muda mendekati Sadana. Itu guru Sakala di sekolah ini.

"Iya, ibu guru." Jawab Sadana ramah. Ia kembali menatap Sakala yang masih bermain sendirian.

Ibu guru muda itu sepertinya paham tatapan Sadana, lantas berucap. "Sakala sering diejekin teman-temannya tidak mempunyai mama. Sebenarnya saya sudah mendamaikan mereka, tapi Sakala sepertinya merasa kehilangan kepercayaan diri karena hal itu."

Kedua tangan Sadana terkepal kuat mendengar ucapan ibu guru itu. "Terima kasih banyak ibu guru sudah memberitahu saya soal ini. Saya akan mencoba berbicara dengan Kala nanti."

Ibu guru mengangguk,"sebenarnya saya sudah menuliskan soal itu di buku perkembangan Sakala. Mungkin papa Sakala belum membacanya."

Sadana tersenyum kikuk. Itu benar. Semenjak Sakala masuk sekolah, ia tidak pernah membuka buku perkembangan milik putranya. Sadana pikir Sakala akan baik-baik saja saat di sekolah. Kejadian ini menjadi tamparan keras bagi Sadana untuk memperhatikan Sakala lebih baik lagi.

"Papa, kita mau kemana?" Tanya Sakala bingung. Sepulang sekolah papanya tidak berjalan di jalan yang menuju rumah mereka. Jalan ini asing bagi Sakala.

"Hari ini papa mau main sama Kala." Jawab Sadana.

"Papa tidak kelja? Tidak sibuk sepelti biasa?" Sadana merasa sedikit bersalah mendengar pertanyaan kecil Sakala, selama ini ia banyak melewatkan hal berharga.

Sadana menggeleng,"hari ini, harinya papa sama Kala. Sudah papa usir jauh-jauh pekerjaan papa, biar tidak ganggu Kala sama papa."

Binar mata Sakala bersinar senang. Ia mengangguk semangat, menggandeng tangan papanya erat-erat. "Halinya papa sama Kala." Ucap anak itu nyengir lebar.

Sadana membawa Sakala ke taman bermain untuk anak kecil. Awalnya Sakala terlihat takut untuk bergabung, anak itu bersembunyi di balik tubuh papanya saat ada yang mengajak bermain.

"Kala jangan takut. Teman-teman baik kok. Ada papa yang jagain Kala." Ucap Sadana sambil mengelus lembut kepala Sakala.

"Tapi Kala tidak punya mama. Kata teman-teman, olang yang tidak punya mama tidak boleh berlmain." Lirih Sakala.

Our Dawn is Warmer Than Day ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang