Berhubung sedang senggang, Sadana lagi ngide mau bikin kue sendiri. Tenang, dia ditemani oleh ahlinya kok. Siapa lagi kalau bukan dokter Salsa. Si dokter cantik itu punya jatah cuti tiga hari kedepan dengan senang hati membantu Sadana mencari bahan-bahan untuk membuat kue. Sekarang Sadana lagi siap-siap menjemput Salsa. Keduanya janjian berbelanja di supermarket, kebetulan Salsa juga mau belanja bulanan.
"Rapi amat pak bos, mau pacaran ya." Goda Sakala ketika melihat papanya sudah kece badai menenteng kunci mobil.
"Sotoy." Balas Sadana. Ia tidak berminat meladeni Sakala sekarang. Yang ada mah malah jadi panjang.
"Dihh sensian. Pa, minta duit dong. Mau ngambil motor nih di bengkel." Anak itu menyodorkan tangannya ke hadapan Sadana.
"Bukannya tadi malam udah papa kasih uang?" Seingat Sadana, ia memang sudah memberi Sakala jatah uang jajan semalam.
"Itu beda, buat jajan. Kalo yang ini kan masuk biaya perbaikan motor. Papa belum kasih uangnya."
Sadana mengembuskan napas berat, Sakala selalu punya alibi untuk memalaknya. Malas berdebat, Sadana merogoh sakunya mengambil dompet. Kemudian ia menyerahkan beberapa lembar uang berwarna merah kepada Sakala.
"Nah gitu dong. Enaknya punya papa banyak duit." Tanpa menunggu jawaban dari papanya, Sakala langsung ngeloyor pergi. Sadana cuma berdecak sebal, sabar banget dia tuh punya anak modelan Sakala.
Pria itu bergegas masuk ke mobil, saatnya menjemput ayang ehh belum deng, masih pdkt. Tidak butuh waktu lama, Sadana sampai di parkiran apartemen Salsa. Menurut pengakuan dokter cantik itu, dia tinggal sendiri sementara kedua orang tuanya berada di pulau lain. Kurang lebih sepuluh menit, Salsa muncul dari balik pintu kaca. Senyum cantiknya merekah, gadis itu melambaikan tangan pada Sadana yang menunggu di depan mobil.
"Udah nunggu lama?" Tanya Salsa.
Sadana terpaku beberapa detik, gadis ini benar-benar bersolek. Salsa yang biasanya lusuh dengan snelli kusut karena terlalu lama di UGD, sekarang menjelma bak bidadari turun dari surga. Tapi bukan itu yang membuat Sadana terpaku, melainkan penampilan Salsa sekarang sempurna mengingatnya dengan Renata. Kenapa kedua gadis itu seperti pinang dibelah dua?
"Eh enggak kok, baru sampai. Ayo berangkat." Sadana menjawab kikuk. Buru-buru membukakan pintu mobil untuk Salsa.
Di dalam mobil, keduanya masih diem-dieman. Salsa malu untuk membuka pembicaraan mengingat beberapa malam lalu kejadian berpelukan itu masih terbayang-bayang. Sementara Sadana bingung mau ngomong apa. Tapi sebagai laki-laki, tentu saja ia tidak akan membiarkan suasana canggung ini terus-terusan menyelimuti.
"Belajar bikin kue dari siapa?" Tanya Sadana fokus menyetir. Pemilihan topik yang tidak buruk, meski rada canggung Sadana berhasil melewati tembok pembatasnya.
"Dulu saya sering bikin kue bareng kakak. Kakak suka banget bikin kue-kue cantik gitu. Sebelum meninggal, kakak punya impian mendirikan toko kue. Alasannya gak cuma ingin menyalurkan hobi dan mendapatkan uang, tapi kakak pengen orang lain menikmati keindahan kue buatannya. Sayangnya kakak gak bisa ngelanjutin impian itu." Cerita Salsa. Raut wajahnya berubah muram diakhir kalimatnya.
Sadana mengeluh dalam hati, bukannya membangun suasana menyenangkan, sekarang malah jadi menyedihkan. "Maaf, saya gak bermaksud bikin kamu sedih."
Tapi Salsa malah tertawa pelan, "gak papa kok, saya malah senang ada orang lain mau dengar cerita tentang kakak."
"Oh ya? Syukur deh, saya takut kamu sedih gara-gara cerita tentang kakak kamu." Ucap Sadana lega. Kan gini enak, suasananya jadi lebih hangat.
Salsa mengangguk,"saya sengaja melanjutkan impian kakak. Saya ingin ada orang lain yang mengingat kakak. Mengingat kue buatannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Dawn is Warmer Than Day ✓
Fanficft. Seungcheol & Sunwoo as bapak anak Coba deh lu bayangin punya bapak spek komandan militer yang hobi nyepak kaki kalo lu salah sedikit aja dari aturannya. . Ini tentang seputar kehidupan bapak Sadana dan anaknya Sakala. Bapak anak yang punya kepri...