Ep 5. Flashback! Kosan seventeen (1)

595 63 0
                                    

Ada alasan kenapa kosan mereka disebut kosan seventeen. Bukan karena membernya ada tiga belas terus tambah empat ekor kucing sehingga disebut sebagai seventeen, tapi karena nomor rumah kosan mereka 17. Biar lebih keren nyebutnya seventeen. Kan berasa jadi boygrub Korea gitu.

Sadana sudah ngekos disana sejak awal maba. Sudah harganya termasuk murah, lokasi strategis, dan terpisah dari pemilik kos. Mau dugem disana pun gak bakal ketahuan, yang penting enggak ninuninu sama cewe.

Kehidupan perkuliahan Sadana berubah saat beranjak semester dua. Euforia mahasiswa baru belum hilang tiba-tiba ia mendapat kabar mantan kekasihnya dulu sedang berjuang hidup dan mati di rumah sakit. Sadana yang notabene tidak pernah bisa move on tentu saja langsung panik, bergegas pergi ke rumah sakit yang disebut oleh Vivian, sahabat Renata. Sadana juga merutuki dirinya yang baru membuka hp, ternyata Renata telah menghubungi sejak tadi pagi. Rasa khawatir menyergap dirinya. Biar bagaimanapun Renata adalah satu-satunya perempuan yang berhasil bertengger lama di hatinya. Meskipun hubungan mereka sudah selesai setahun yang lalu, jujur saja Sadana masih belum bisa melupakan perempuan berambut sepunggung itu. Sulit sekali. Renata adalah alasan galau Sadana selama berbulan-bulan.

"Apakah disini ada keluarga pasien?" Seorang dokter keluar dari ruangan tempat Renata berada. Sadana bangkit dari duduknya.

"Saya temannya, dokter. Teman saya baik-baik saja, 'kan?" Ucap Sadana dengan suara bergetar. Sungguh ia benar-benar khawatir.

"Pasien harus segera operasi caesar. Ada pendarahan serius karena benturan yang dialami. Kami harus segera mengeluarkan janin yang ada di perutnya."

Tunggu sebentar? Operasi Caesar? Janin? Bagaimana bisa Renata hamil? Sejak kapan? Sadana benar-benar tidak mengetahui hal itu. Memang beberapa bulan terakhir ia jarang bertemu Renata, selain karena hubungan mereka yang sudah berakhir, Sadana juga sedang sibuk mengurus persiapan studi banding. Jika benar Renata hamil, itu berarti terjadi setelah putus dengannya.

"Kami membutuhkan izin dari pihak keluarga untuk melakukan prosedur operasi." Kalimat dokter tersebut membuat Sadana kembali tersadar.

"Seberapa parah kondisinya, dokter? Renata tinggal sendirian disini, orang tuanya ada di pulau lain."

"Menurut dugaan kami, pasien terlalu lama dibiarkan saat mengalami benturan sehingga menyebabkan pendarahan serius. Hal ini bisa mengancam keselamatan ibu dan bayinya."

Mendengar kata 'bayi' membuat perasaan Sadana bercampur aduk. Maka dengan suara bergetar, Sadana akhirnya mengambil keputusan. "Lakukan yang terbaik, dokter. Selamatkan Renata dan anaknya. Saya yang akan memberikan persetujuan."

Sudah hampir dua jam Sadana duduk gelisah di depan ruang operasi. Ia sama sekali tidak menyangka operasi yang dijalani Renata akan selama ini. Yang terus Sadana lakukan adalah berdoa dan terus berdoa. Walaupun hubungannya dengan Renata berakhir tidak baik-baik saja, tapi apapun demi perempuan itu Sadana rela melakukannya. Bahkan meski mengorbankan sesuatu yang paling berharga.

Ketika jarum panjang jam menunjukan ke arah angka sembilan, akhirnya ruangan itu terbuka. Menampilkan wajah muram sang dokter yang langsung membuat Sadana ketar-ketir. Apa yang terjadi?

"Renata Gayatri Yuliana, waktu kematian 10.01."

Sadana terduduk lemas. Tuhan, apa yang harus ia lakukan?

◽◾◽

Bayi itu terlihat kecil sekali. Mungkin lebih besar telapak tangan Sadana ketimbang bayi itu. Sadana menatapnya lembut, mengusap-usap kaca inkubator yang melindungi sang bayi. Hatinya menghangat saat bayi kecil itu bergerak-gerak pelan. Kata dokter, bayi itu nyaris tidak menangis selama lima menit. Butuh usaha hingga akhirnya tangisan nyaringnya terdengar. Kondisinya lahir prematur membuat bayi kecil itu harus bertahan di dalam inkubator. Ada selang kecil melintang di wajah dan banyak kabel-kabel terpasang di tubuh mungil itu. Hati Sadana terenyuh saat tangan kecil bayi itu bergerak-gerak seperti menggapai sesuatu. Pelan-pelan Sadana menyentuhnya. Menyentuh jemari mungil itu. Si bayi menggenggamnya erat seolah tidak membiarkannya lepas dengan mudah.

Our Dawn is Warmer Than Day ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang