15. Terjebak di Satu Malam yang Panjang

253 25 0
                                    

Gue mengerjap pelan kedua mata gue supaya terbuka dengan benar, awalnya gue masih mencoba mencerna dan gak lama pandangan gue terbuka secara keseluruhan yang ternyata benar, saat ini gue lagi tiduran di dalam kamar yang bukan punya gue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue mengerjap pelan kedua mata gue supaya terbuka dengan benar, awalnya gue masih mencoba mencerna dan gak lama pandangan gue terbuka secara keseluruhan yang ternyata benar, saat ini gue lagi tiduran di dalam kamar yang bukan punya gue.

"Ini dimana?" tanya gue setengah merintih karena jujur rasa sakit di perut gue masih ada walaupun gak sesakit yang tadi.

Terus tiba-tiba pintu terbuka dan Dika muncul dari balik pintu bikin gue kaget begitu pun dengan Dika.

"Oh, udah bangun Sam? Gimana keadaan lo?"

"Gue ada di mana?"

"Di apartemen gue. Tadi lo pingsan, gue bawa lo ke sini saking paniknya. Gue tadinya mau bawa ke Rumah Sakit tapi inget lo ngancem gue kayak tadi gue jadi mikir ulang," tutur Dika, sedangkan gue sukses mengernyit memandangi wajah Dika yang terlihat khawatir.

"... oh ya ini gue bawain bubur ayam, air putih hangat, sama obat buat lo. Kayaknya lo itu beneran sakit, besok ijin aja gak usah masuk kuliah biar lo bisa istirahat."

Dika meletakkan semuanya di atas nakas dengan gue yang perlahan bangkit dari tidur sambil menahan perut gue yang masih terasa nyeri.

"Lo udah makan malem?" gue menggeleng lemah, emang rasanya gue gak ada tenaga bahkan hanya untuk menjawab pertanyaan Dika.

"Yaudah lo makan dulu gih, abis itu minum obatnya. Tadi gue ke apotik dulu buat nyari obat sakit perut buat lo, jadi lo harus minum obatnya setelah makan ya."

Gue diam menyimak segala penjelasan Dika, entah kenapa gue merasa Dika ini baik banget, definisi orang yang beneran baik dan setulus itu. Dibalik sikap dia yang kadang nyebelin tapi dia punya sisi baik yang bikin gue makin nyaman saat bersama Dika.

Meskipun di satu sisi, gue juga merasa bersalah dan selalu ketar-ketir kalau dia nantinya tahu identitas asli gue yang sebenarnya. Gue takut kalau Dika bakal kecewa dan marah sama gue.

Tanpa sadar gue menatap lekat Dika yang membuat gue sama dia jatuhnya malah tatap-tatapan.

"Kenapa lo natap gue kayak gitu?" tanya Dika, seketika lamunan gue buyar dan agak memalingkan wajah gue ke arah lain.

"Thank's."

"Bayar lah, thank's doang gak cukup kalik Sam."

Gue kembali memandang Dika, tapi kali ini gue mendelik.

"Dih, jadi lo gak ikhlas?"

"Di bumi ini gak ada yang namanya gratis Sam."

"Dasar licik!"

Tanpa sadar bibir gue mendumel, yang membuat Dika jadi meloloskan tawanya yang renyah itu sambil menepuk-nepuk tangannya. Heboh banget kalau udah ketawa, heran.

"Ya lagian lo ngapain juga tumbenan bilang makasih, kayak sama siapa aja lo. Santai aja kalik, ntar kalo beneran gue tagih suruh bayar baru deh lo kelabakan."

Officially Own You | Lee Dokyeom✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang