GUILTY

12 1 2
                                    

Langkah Skithia pelan. Dengan menggenggam jemari Hun, ia menundukkan kepala dan melewati penjaga dengan ragu. Skithia mengerutkan keningnya, melirik si penjaga terakhir kali lalu melanjutkan langkahnya bersama Hun. Hun bahkan tidak menatap ke arahnya, pria itu berjalan seolah tidak mengkhawatirkan siapa pun, apa pun.

Sebuah musik dengan alunan yang begitu indah dimainkan di ruangan yang besar itu. Aroma makanan memenuhi penciuman Skithia. Aneh sekali, sebelumnya Skithia bahkan tidak diizinkan untuk melangkah masuk ke ruangan besar ini. Lalu mengapa—

"Kau ingin makan es krim?" tanya Hun.

Skithia mengangguk, lalu menghentikan Hun,"Apa ini baik-baik saja?"

"Apa?" Hun balas bertanya.

"Masuk ke ruangan ini dan makan di sini. Apakah aku diperbolehkan?"

Hun mendekatkan diri, aroma gadis itu memenuhi penciumannya dan menyadarkan Hun akan hal lainnya. "Kau cantik, Skithia. Kau hanya perlu itu untuk masuk ke tempat ini. Sisanya, biar aku yang mengurusnya."

Rona merah muncul di kedua belah pipi Skithia.

"Hun, apa kau baik-baik saja? Apa kepalamu terbentur sesuatu?"

Hun menahan senyumnya di sudut bibir,"Kau ingin aku membenturkan kepalaku agar terlihat lebih waras atau agak waras?" Ini bukan percakapan yang Hun inginkan. "Sepertinya aku memang harus melakukan itu."

Kepala Skithia menggeleng,"Bukan. Aku tidak bermaksud seperti itu, aku hanya bingung. Kau memperlakukanku dengan baik. Penjaga itu juga mengizinkanku untuk masuk. Sebelumnya ruangan ini bahkan tidak menerimaku. Mereka..." Skithia mengarahkan telunjuknya ke setiap pengunjung. Sebelumnya Skithia bahkan di benci oleh mereka. "Kau juga, maksudku...kau juga marah. Harusnya kau marah padaku. Kau lupa? Kau bahkan tidak berbicara padaku di sepanjang perjalanan menuju—" sejenak pemikiran itu membuat Skithia kembali merasa takut. Harusnya Skithia tidak membahasnya lagi. Skithia tidak ingin Hun kembali memusuhinya seperti tadi. Rasanya, agak menyakitkan. "Aku merasa sedikit...sakit."

Kedua alis mata Hun terangkat.

"Kau merasa tidak sehat?" Hun menyentuh kening gadis itu dan merasakan suhu—

Skithia memeluk Hun."Aku baik-baik saja. Maksudku..." kalimat yang sudah ada di ujung lidahnya kembali ia tahan untuk kesekian kalinya,"Hun?" pandangan Skithia terangkat, pria itu balas memandangnya."Aku merasa sedikit, tidak berguna." Skithia menarik diri, lalu tersenyum. "Maafkan aku jika sudah terlalu menyusahkanmu dan Tyler, dan juga Lucas, juga...para Theron." Skithia kembali berpikir. Akhir-akhir ini Skithia terlalu banyak berpikir. Sepertinya dia memang sudah menciptakan terlalu banyak masalah dan...agaknya, keberadaannya sudah mempersulit banyak orang.

Hun menyentuh leher Skithia dengan jemarinya, mengangkat wajah gadis itu dan menciumnya. Ini memang bukan saat yang tepat untuk menunjukkan perasaan bodoh yang muncul begitu tiba-tiba ini. Tapi Hun pasti sudah gila jika dia mengizinkan Skithia berpikiran seperti itu. Gadis ini—terlalu sungkan, pikir Hun. Kesungkanan itu mulai membuatnya jengkel. "Apa kau masih berpikir kalau aku akan membunuhmu saat aku marah?" Hun melontarkan pertanyaan yang jelas ada dalam benak gadis itu di sepanjang waktu. "Membuangmu?" Hingga kalimat Tyler waktu itu, muncul dan terlontar dari mulutnya,"Kau pikir aku akan benar-benar tidur dan meninggalkanmu demi wanita lain?" Hun kembali berpikir, jelas bukan hanya itu. "Atau—kau pikir kau benar-benar telah mempersulit hidupku dan kawananku?"

Skithia tidak begitu yakin. Suatu waktu Hun memang kelihatan begitu menyeramkan. Hun bisa kelihatan begitu penuh kasih sayang dan membencinya. Terkadang bahkan Hun terlihat akan meninggalkannya dan membuangnya begitu saja. Banyak hari yang Skithia lalui dengan perasaan-perasaan itu. Hun membuatnya—terombang-ambing, Skithia akhirnya menyadari perasaan itu. Seolah-olah Dr. Jam Miller hadir dan menusuk-nusuk setiap senti kulitnya dan menjanjikan pembebasan, lalu mengurungnya, kemudian menjanjikan hal yang sama untuk selanjutnya menyiksanya—"Rasanya begitu."

"Rasanya begitu?" Hun mengernyit.

"Kau terasa seperti Dr. Jam Miller," Skithia tersenyum, lalu menarik diri. Sesuatu dalam dirinya membuatnya merasa sakit. Skithia layak mendapatkannya. Lagi pula dia tidak pernah menjadi bagian dari siapapun. Terkadang dia merasa bahwa seseorang benar-benar menginginkannya, lalu mereka terlihat akan membuangnya di detik selanjutnya. Suatu waktu Skithia merasa begitu senang, lalu menderita seorang diri, seperti biasanya. Skithia hanya belum memahami semua perasaan asing ini. Hanya saja, Skithia sungguh merasa sakit. "Rasanya agak sakit," Skithia kembali menatap Hun dan tersenyum perih.

Hun terpaku.

Skithia menggamit lengan Hun, lalu menarik pria itu bersamanya.

"Kau ingin aku memperlakukanmu lebih baik dari Dr. Jam Miller?"

Skithia menghentikan langkahnya, perhatiannya tertuju ke bawah lantai. Sekalipun dia ingin berbohong, Skithia ingin mengakui sesuatu pada Hun."Hun?" Skithia menatapnya lalu perasaan menjengkelkan itu kembali menusuk-nusuk dadanya,"Dr. Jam Miller tidak pernah memperlakukanku dengan baik." Itu adalah satu-satunya pengakuan yang ingin Skithia ucapkan. Dr. Jam Miller memang tidak pernah membiarkan siapapun menyentuhnya, tapi pria itu selalu memanfaatkannya."Pria itu selalu memanfaatkanku. Aku ingin membunuhnya jika aku mampu."

Amarah.

Jauh di dalam diri Skithia, dia sungguh merasa sangat marah.

Hun jelas tidak memahami perasaannya yang satu itu.

"Kalau begitu, kau hanya perlu membunuhnya." Hun belum pernah merasa benar-benar bodoh. Setiap kali gadis ini mengucapkan sesuatu dari mulutnya, Hun hanya merasa sangat—naif. Suatu waktu Hun sering merasakan Skithia telah berpikir layaknya wanita dewasa. Tidak, Hun sepertinya telah benar-benar salah. Gadis ini tidak pernah benar-benar berusaha keras untuk terlihat menjadi seorang wanita dewasa.

Skithia hanya melakukannya.

Hun selalu menyepelekan setiap perasaan yang tampak jelas dalam setiap kalimat dan ucapannya. Selalu menganggap bahwa gadis ini—"Maafkan aku..." Hun menyembunyikan jemarinya ke dalam kepalan tangannya. Jika Hun benar-benar berpikir bahwa dia memahami gadis ini, dia jelas sudah salah besar. Sejak awal, Hun hanya menyadari kesalahannya dan berusaha memperbaiki diri, tapi Hun tidak pernah berusaha untuk memahami Skithia sama sekali. Hun hanya tidak ingin kelihatan bodoh dengan tubuhnya yang besar. "Harusnya aku tidak memperlakukanmu seburuk ini. Maafkan aku karena sudah mengabaikan setiap perasaanmu.'

Alunan musik dalam ruangan itu berhenti.

Skithia mengangkat tatapannya saat Hun menunduk kearahnya.

"Kau baik-baik saja, Hun?" Skithia memeriksa ekspresi pria itu."Maafkan aku, Hun..." tanpa Skithia sadari, jemarinya sudah menyentuh Hun. Kekuatan pria itu seperti sengatan listrik di tubuhnya. "Apakah aku melakukan kesalahan lagi?" Perasaan yang tidak menentu ini. Rasa sakit yang Skithia rasakan saat ini sama parahnya dengan tusukan pisau di jantungnya. Sekalipun Skithia hampir mati waktu itu, melihat Hun seperti ini juga memberikannya rasa sakit tersendiri. "Aku—aku...maafkan aku jika aku benar-benar belum mampu memahamimu. Aku...menyadari kalau aku terlalu kekanak-kanakan, terlalu...tidak stabil...terlalu..." suatu gumpalan di tenggorokan Skithia menahan kalimatnya yang terakhir. Selama beberapa detik itu, Skithia tidak yakin apakah dia benar-benar layak untuk terus berada di sekitar Hun. "Apakah aku—"

"Skithia?"

Skithia menatap Hun, terkejut.

SKITHIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang