"Mungkin lukanya bisa kering, tapi bagaimana dengan memori yang selamanya melekat di ingatan"Jam enam pagi Suci terbangun karena merasakan seluruh tubuhnya kedinginan.
Dia bahkan tidak sadar semalaman tertidur di lantai kamar mandi.
Luka di pelipisnya juga sudah mengering. Namun seluruh tubuhnya terasa panas. Suci merasakan perbedaan pada suhu tubuhnya.
Setelah kesadarannya terkumpul, Suci berusaha berdiri dengan berpegangan pada tembok. Gadis malang itu berjalan dengan tertatih keluar dari kamar mandi.
Entah sejak kapan Felysia sudah membukakan pintunya, Suci tidak sadar sama sekali.
Dengan pelan, Suci mulai merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Tulang - tulang nya terasa kaku, dan tubuhnya sakit semua.
Tapi ini bukan pertama kali Suci mendapatkan siksaan Felysia. Bagi Suci kejadian seperti ini sudah biasa baginya. Untuk kali ini Suci bersyukur karena Felysia tidak terlalu keras memukulnya.
Jika Felysia memukulnya lebih parah lagi, Suci tidak tahu harus beralasan seperti apa lagi pada Raiska.
Luka sekecil apapun di dirinya, Raiska pasti akan menyadarinya.
"Lagi - lagi gue terluka," gumam Suci menatap sendu langit - langit kamarnya.
Banyak hal yang selalu menghantui pikiran Suci, salah satunya alasan Felysia yang begitu membencinya. Apa benar dugaannya, kalau dia memang bukan adik kandung Felysia?
Tanpa berganti pakaian, Suci mulai menutup matanya. Dia benar - benar kelelahan. Rasanya Suci ingin tidur sepanjang hari untuk mengembalikan tenaganya.
~~~
"SUCIII"
"Bangun! Lo gak sekolah? Mau jadi apa? Papah susah payah nyekolahin lo tapi lo malah males - malesan. Buang - buang uang aja, kalo lo gak mau sekolah mending berhenti, jangan ngerepotin terus!" cemooh Felysia ketika masuk ke dalam kamar Suci. Tanpa melihat kondisi adiknya, Felysia langsung memarahi gadis itu begitu saja.
Suci samar - samar membuka matanya yang terasa begitu berat. Baru saja dia akan tertidur, tapi Felysia malah datang dan memarahinya.
"Kak hari ini gue gak sekolah dulu. Kepala gue sakit banget. Badan gue juga gak enak," ucapnya serak, menatap wanita di depannya yang serstatus sebagai kakaknya.
"Halah paling cuman akal - akalan lo aja kan? Kalo emang dasarnya pemalas ya tetep aja pemalas! Adik gak guna! Gak ada yang bisa dibanggakan!" Setelah puas mencaci adiknya, Felysia keluar dari kamar tanpa rasa bersalah sedikit saja.
Suci memejamkan matanya sebentar. Rasanya sangat - sangat sakit. Dadanya benar - benar sesak mendengar kata - kata Felysia.
Luka fisik ini tidak ada apa - apanya di banding setiap perkataan yang di lontarkan Felysia. Perkataan yang mampu membunuh Suci secara perlahan.
Lagi - lagi air mata Suci lolos. Walaupun begitu Suci tidak bisa membenci Felysia. Mau seburuk apapun perlakuan Felysia padanya, Suci tetap menghormati Felysia.
"Gue masih kuat, kak...."
"Gue masih mau meluluhkan hati kakak..."
Mungkin suatu saat nanti Felysia bisa berubah, itulah yang selalu di pikirkan Suci.
Hati seseorang tidak ada yang tau bukan? Begitu juga dengan Kakaknya.
Mungkin saja tanpa Suci duga, Felysia bisa berubah menyayanginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Holy life (REVISI)
Nonfiksi~Suci RahmaDani~ 15 tahun bukan waktu yang mudah untuk seorang gadis bernama SUCI RAHMADANI bertahan hidup dengan siksaan dan Caci makian dari keluarganya "ma cici juga kepengin disayang ma" ~Suci RahmaDani~ "ma cici kapan...