2a

3.4K 388 168
                                    

Sebelum baca, tekan vote atau bintang di pojok kiri.

***

"Saya akan berikan lima kali lipat, dari apa yang diberikan mertua saya pada kamu. Asal ....." Pria muda itu memindai Nila dari atas ke bawah. Tubuh yang masih murni dan sempurna. Kulit yang halus alami, serta rambut panjang yang indah membingkai wajahnya. Dari angka sepuluh, Nila di beri nilai sembilan koma delapan oleh pria itu.

Nila merasa risih.

"Maaf, Mas. Saya harus kembali ke kamar Ervan." Nila merasa tatapan itu sangat lancang. Bagaimanapun, Hadi adalah suami dari kakak iparnya. Tak sewajarnya Ewing berkata begitu padanya.

"Tunggu!" Hadi menahan siku Nila, yang berniat meninggalkan dirinya di kolam renang itu. Tak adanya istrinya di rumah, membuat Hadi leluasa menyuruh Nila menemuinya.

"Jangan buru-buru, pikirkan lagi, saya butuh istri yang bisa memberi saya anak."

"Mas," potong Nila. "Mas sadar dengan apa yang Mas ucapkan? Saya ini istri dari adik ipar Mas sendiri."

"Istri kontrak? Hehe. Semua orang di rumah ini tau, kamu menikahi Ervan karena uang. Dan aku bisa membayarmu lebih, tentu saja saat Ervan sudah mati, aku akan menikahi kamu. Untuk sementara, kau hanya perlu datang diam-diam ke ruangan rahasiaku." Hadi mendekat, berbisik di telinga Nila. Nila mundur.

"Jangan ganggu saya, saya rasa Mas tengah mabuk. Permisi!"

Nila berjalan meninggalkan Hadi. Hatinya merasa kesal, tapi tak punya keberanian untuk melawan pria itu, pria yang selama ini sering membuatnya tak nyaman.

Tanpa Nila sadari, seseorang tengah mengamati dari kamar di lantai dua, dari balik jendela kaca. Setelah dia melihat Nila meninggalkan kolam renang itu, dia buru-buru turun, masuk ke dalam kamar lebih dulu. Seakan tak pernah meninggalkan kamarnya. Pria yang tak lain adalah Ervan itu, berbaring dan pura-pura tidur.

Bunyi pintu dibuka terdengar. Nila yang masih membatin, sama sekali tak melihat ke arah ranjang.

"Apa maksud Mas Hadi tadi? Kenapa dia mengatakan Ervan akan mati?"

Tanda tanya terus berputar di pikiran Nila.

"Dari mana saja?"

Nila yang merasa sendiri, sadar, ketika melihat Ervan bangun dan menatapnya dingin.

Nila yang kaget, buru-buru mengendalikan dirinya.

"Tadi aku bertemu Mas Hadi."

Alis kanan Ervan menukik. Harusnya dia tak peduli pada Nila.

"Ada perlu apa Mas Hadi meminta bertemu?"

"Ada sesuatu yang dibahas. Oh, ya, kau butuh sesuatu?" tanya Nila mengalihkan pembicaraan. Dia tak ingin membeberkan apa yang terjadi beberapa saat yang lalu.

"Aku butuh kamu, mengoleskan salep ini di punggungku," kata Ervan yang membuat Nila jengah.

"Apa kau menunggu dunia kiamat?" tanya Ervan, Nila tak kunjung bergerak, bahkan saat Ervan sudah membuka kemejanya.

Mendadak, Nila gugup. Mereka tak pernah sedekat ini. Menyentuh punggung itu, pasti akan terasa amat canggung.

***
Bisa baca lebih dulu, di Karya Karsa sudah update sampai bab 17

https://karyakarsa.com/Gleoriud/bab-10-dan-11

Janji Pernikahan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang