Dua hari setelah kejadian itu pun, Nila sama sekali tidak menegur Ervan. Apa yang dikatakan Ervan dan apa yang diperbuat oleh pria itu, sungguh keterlaluan baginya. Sedapat mungkin, dia menghindar dari pria itu. Setelah mengurus berbagai keperluan Ervan, Nila meninggalkan kamar, sama sekali tidak ingin terlibat dalam suatu ruangan dalam waktu yang lama.
Perbedaan itu sungguh membuat Ervan merasa tidak nyaman. Dia terbiasa dengan Nila yang perhatian, tetapi sikap wanita itu memang patut diterimanya, karena pertengkaran dan kekerasan yang terjadi pada Nila beberapa hari yang lalu.
Sayangnya, pagi ini mereka terpaksa berada dalam satu ruangan. Ervan biasanya di pagi hari menghabiskan waktu di ruangan gym. Pagi-pagi ini dia lebih memilih menghabiskan waktunya di dalam kamar.
Selama ini, Ervan memang tidak mempercayakan kebersihan ruangannya kepada orang lain. Dia lebih memilih membersihkan kamarnya dengan tangannya sendiri. Akan tetapi, setelah menikah, Nila-lah yang mengambil tugas tersebut.
Bunyi vacuum cleaner sangat mengganggu Ervan. Bagaimana pun Ervan mendecakkan lidah, Nila seolah-olah menganggapnya, seakan-akan Ervan tidak ada.
"Bisa kau matikan benda itu? suaranya sangat mengganggu telingaku." Akhirnya Ervan tidak tahan.
Nila yang mendengar seruan keras itu, kemudian mematikan tombol vacuum cleaner.
"Kenapa kau tidak menggunakan sapu saja?"
Nilai menunduk, pura-pura memeriksa karpet abu-abu yang berada di bawah meja. Padahal sudah dipastikan benda itu sudah sangat bersih.
"Bukankah Tuan Ervan yang memerintahkan kepada saya, saya harus menggunakan vacuum cleaner agar tidak ada satu debu pun yang lengket di ruangan ini?" balas Nila.
"Tapi menggunakan vacuum cleaner di saat aku sedang istirahat sungguh sangat mengganggu,' balas Ervan tak mau kalah.
"Bukankah biasanya Anda tidak sini seharusnya? sehingga saya bisa leluasa membersihkan ruangan ini."
Ervan menghela napas panjang, mengusir rasa emosi yang bercokol di dalam hatinya.
"Apa bisa, sesekali kau tidak membuatku kesal?"
"Tentu saja saya akan berhenti membuat Anda kesal, ketika kontrak pekerjaan kita sudah selesai."
"Aku berharap, kamu menyelesaikan secepat mungkin, apakah perlu aku tambahkan uang supaya kau bisa berhenti sekarang juga?"
Mendengar itu Nila merasa tidak tahan. Dia kemudian meletakkan vacuum cleaner itu di sudut kamar, padahal pekerjaannya belum selesai.
Rasanya Nila ingin menangis, tapi Ervan takkan pernah memberi belas kasih padanya. Pria itu selalu bersikap kasar dan menyakiti. Ternyata, sama sekali Ervan tidak berniat meminta maaf atas sikapnya berapa hari yang lalu.
"Begitu bencikah dirimu kepadaku, Ervan? sehingga apapun yang aku lakukan selalu salah di matamu." Air mata Nila sudah menggenang di pelupuk mata. Harusnya dia tak jatuh cinta pada pria itu.
"Aku tidak pernah mengatakan menyukaimu, itu yang harus kau ketahui." Ervan membuang muka. Tak ingin melihat wajah menyedihkan Nila.
"Aku tidak berharap kamu menyukaiku, tapi perlakukan aku seperti manusia. Itu saja!" Air mata itu kemudian meluncur pasrah. Suara Nila bergetar.
"Jangan meminta lebih dari apa yang seharusnya. Tujuanmu ke sini untuk mendapatkan uang dan kau sudah mendapatkannya, lalu apalagi?" Ervan tertawa masam.
Nila kemudian mengepalkan tangannya kuat-kuat di sisi tubuhnya. Pria itu benar, lalu kenapa rasanya sangat sakit mendengarnya?
Nila menghapus air matanya kasar.
"Berapa yang kau butuhkan? berapa lagi sisa utang yang harus kubayarkan kepadamu, sisa yang belum dilunasi Ayahku. Katakan saja! aku bisa menambahkan bonus asalkan kau berhenti saat ini juga." Ervan berkata emosi. Nila harus beranjak cepat dari rumah ini, demi nyawanya. Lexia bisa melakukan apa saja padanya kapan pun. Lexia berubah gila jika menyangkut suaminya.
"Aku tidak bisa melakukan itu, majikanku adalah ayahmu, bukan dirimu." Nila kemudian menyalakan lagi benda yang membuat Ervan jengkel.
"Matikan benda itu!"
"Tidak!" jawab Nila tegas.
"Aku tidak suka mendengar benda itu!"
"Kau bisa saja keluar dari kamar ini dan memberiku ruang untukku membersihkan kamar ini." Nila kemudian mulai menggunakan vacuum cleaner itu lagi.
"Keluar? sedangkan ini adalah kamarku!"
"Bukankah biasanya di jam segini, kau tidak pernah berada di sini? Harusnya kau konfirmasi dulu jika ingin merubah jadwal!" teriak Nila.
"Kenapa aku harus mengkonfirmasi kepadamu, apa kau lupa bahwa kenapa kau di sini? Kau tak lebih dari sekedar babu bagiku! Paham!"
Tangan Nila berhenti bergerak. Hatinya terlanjur sakit.
"Tentu saja aku ingat, aku di sini melayanimu, ayahmu bilang, kau sakit mental," kata Nila.
Nila tak tau, betapa berbahayanya ucapan itu baginya. Wajah Ervan merah padam, dia mendekat seolah ingin memakan Nila hidup-hidup.
Bersambung ....
***
Yuk ,vote dan komen.Yang mau baca langsung tamat, bisa di karya karsa. Link ada di profil
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Pernikahan
RomanceJadwal Update setiap SELASA Nila ingin menikah hanya sekali dalam hidupnya. Akan tetapi, takdir malah menyatukan dia dengan pria sakit jiwa yang memiliki trauma masa lampau. Demi apa? tentu saja uang, Nila tak berdaya dengan rentenir yang terus saja...