3b

2.6K 388 40
                                    

Sebelum baca, tekan vote atau bintang di pojok kiri.

***

"Ini terlalu mahal," kata Nila kepada Ervan saat pria itu membawanya ke sebuah toko perhiasan yang terbesar di sebuah mall di Jakarta. Nila hanya pasrah dan tak berinisiatif untuk memilih perhiasan indah yang ditaburi berlian itu. Gadis berambut panjang dan lurus itu, hanya mengikuti apa yang Ervan suruh.

"Kau harus mengenakan barang mahal, agar terlihat lebih elegan," jawab Ervan, mata pria itu seakan lihai memilih mana perhiasan yang paling bagus.

Ervan tetap saja mengambil beberapa perhiasan itu, tanpa mempedulikan Nila yang ketar-ketir dengan jumlah harganya.

"Selesai," kata Ervan kemudian.

Setelah memberi berapa set perhiasan itu, mereka akhirnya mampir pada sebuah cafe untuk makan siang. Nila kesusahan mengejar langkah kaki Ervan, pria yang memiliki kaki panjang itu berjalan seakan Nila tak ada di sisinya.

***

Nila diam-diam mencuri pandang pada Ervan yang tengah menyantap stiknya.

"Kau terlihat sehat," kata Nila, dan ucapan itu disesalinya.

"Maksudmu, aku tidak menunjukkan gejala sakit jiwa?" sahut Ervan ketus.

"Bukan, bukan seperti itu. Aku merasa, banyak kemajuan yang terjadi padamu, setidaknya kau sudah mulai berani keluar dari rumah."

"Sebelumnya, aku juga sering keluar dari rumah, hanya saja kau tidak tahu," Ervan tak mau kalah.

"Baiklah kalau begitu," jawab Nila.

Nila seakan kehabisan kata-kata ketika berbicara dengan Ervan, pria itu memang memiliki kharismatik yang tinggi, sehingga membuat dia tak bisa berkata-kata. Ervan bukan tipe pria yang bisa diajak bercanda sembarangan, moodnya sangat mudah memburuk.

Bagaimanapun Nila berusaha mengenyahkan, bayangan itu tetap melintas di kepalanya.

Beberapa Minggu pernikahan dengan Ervan, baru kali ini dia merasa terganggu, bayangan Ervan mengambil jemarinya saat jarinya terkena duri mawar dan memasukkan ke dalam mulutnya, hal yang pertama yang dia rasakan adalah kehangatan mulut pria itu, serta dengan perasaan tidak nyaman di perutnya.

"Kamu memikirkan sesuatu?" tiba-tiba saja Ervan menyentak lamunan Nila.

Nila tergagap, pipinya bersemu merah.

"Jangan mengambil hati apa yang telah aku lakukan kepadamu." Wajah Ervan berubah dingin.

Nila bungkam. Kecewa.

"Aku melakukan ini, bukan untuk alasan apa-apa, kita tidak akan terikat secara emosional, bagaimanapun kita hanya saling diuntungkan, kamu mendapatkan uang, dan aku mendapatkan pembantu."

Deg!

Mendengar itu, hati Nila terasa sakit. Pembantu? Apakah selama ini Ervan menganggapnya pembantu? Lalu kenapa Nila kecewa?

***
Di Karya Karsa sudah bab 23.

Ada yang nunggu cerita ini, nggak?

Komen ya

Janji Pernikahan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang