Mereka saling pandang dalam kamar hotel yang luas. Si laki-laki duduk di sofa besar sedangkan Serena yang baru datang berdiri di tengah kamar. Tidak ada yang bicara, tatapan keduanya saling mengunci. Ada keengganan yang terlihat jelas di mata si perempuan, untuk bicara dengan laki-laki di depannya.
"Kamu datang untuk menawarkan sesuatu?" Suara laki-laki itu terdengar serak. Tatapan matanya seolah menelanjangi Serena.
Serena mengangguk lalu menjawab lantang. "Iya."
"Apa?"
"Tubuhku. Apalagi? Bukankah itu yang kamu inginkan?"
Serena dengan tangan gemetar membuka kancing jasnya satu per satu. Benda itu jatuh ke lantai, dan ia berdiri menantang dalam balutan lingere, stoking, dan glitter hitam. Menunjukkan tubuhnya yang sexy menggoda, kontras dengan wajahnya yang cantik tapi angkuh. Sinar lampu di ruangan, menambah kemolekan tubuhnya karena memancarkan kulit yang putih dan mulus. Buah dada yang tertutup bra, terlihat menggoda dengan bagian atasnya menyembul keluar.
Gavin menghela napas, tersenyum tipis. Perempuan di depannya luar biasa sexy, dan itu membuatnya bergairah. Sayangnya, wajah perempuan itu sangat tidak bersahabat. Ia menyukai lekuk tubuh Serena. Paha dan kaki yang jenjang, kulit yang putih, dan bentuk pinggul yang menggoda. Terutama dadanya yang menantang seolah minta disentuh.
"Serena, kamu ingin menawarkan tubuhmu atau ingin menantangku berkelahi?" ucapnya menahan geli.
Serena mengerjap. "Apa maksudmu?"
Gavin melambai. "Kemarilah. Kamu terlalu tegang. Percintaan kita, entah karena terpaksa atau bukan, harus dilakukan dengan penuh kelembutan."
Serena menegang, melihat laki-laki itu melambai. Ia harus mendekat, demi menyelamatkan papanya. Namun, kakinya terasa berat. Enggan untuk bergerak.
"Serena, Darling."
Mengenyahkan rasa takut, Serena mendekati laki-laki itu. Bergerak sepelan yang ia bisa. Menahan diri untuk tidak lari saat Gavin bangkit dari sofa, menghampiri dan memeluknya.
"Rileks, darling. Kita akan lakukan pelan-pelan."
Gavin mengusap punggung, pinggang, dan pinggulnya, Serena gemetar di tempatnya berdiri. Laki-laki itu melanjutkan sentuhannya dan kini berada di dadanya.
"Kamu cantik. Tubuhmu menggoda untuk dimiliki. Aku berjanji, akan memperlakukanmu dengan sangat lembut. Setelah malam ini terlewati, bisa dipastikan kalau keluarga dan perusahaanmu selamat."
Gavin mengangkat dagu Serena, memberikan kecupan kecil lalu melumat bibirnya. Tidak memberikan kesempatan pada Serena untuk bernapas, ia menyerang dengan ciuman yang panas dan brutal. Serena berjuang untuk tidak menangis. Demi keluarga dan papanya yang berbaring sekarat, ia akan menyerahkan apa pun itu, bahkan menjual jiwanya.
Gavin membelai lembut paha Serena, bisa dirasakannya perempuan dalam pelukannya gemetar. Ia menyerang tanpa ampun, melumat dengan panas, dan menjelajah mulut Serena dengan lidahnya. Suara napas mereka terdengar keras, saat Serena menerima ciuman Gavin dengan pasrah.
Serena menggigil saat bra yang dipakainya terlepas. Ia ingin menyilangkan tangan ke depan dada, tapi Gavin menahannya. Laki-laki itu membalikkan tubuhnya, memeluk dari belakang dan kembali menciumnya. Tangan laki-laki itu berada di dadanya. Meremas perlahan dari belakang, dan jemarinya memaikan putingnya. Serena terengah tanpa sadar.
Gavin mengangkat wajah, menyingkirkan rambut Serena dan mengecup bagia belakang lehernya. "Kemarilah, dari lantai ini pemandangannya sangat indah."
Gavin membawanya ke dekat jendela, membuka gorden dan pemandangan kota di malam hari terbentang di depannya.
"Pak, kita—"
"Nggak usah takut. Mereka tidak akan lihat apa pun," bisik Gavin. "Rilek Serena, nikmati waktu kita."
**
Kalian bisa dapatkan cerita panas ini di Karyakarsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleeping With The Enemy
RomanceKiss antara Serena, Gavin, dan gejolak hubungan tanpa logika.