Bab 7b

2.5K 335 6
                                    

Serena tidak pernah bermimpi sesuatu yang erotis seperti sekarang. Saat tubuhnya dijamah dengan kasar oleh laki-laki dan membuatnya memekik serta mendamba. Sebuah mimpi yang menenggelamkan rasa sedih dan juga penderitaan hidup. Saat ia membuka mata, tangannya menggenggam sesuatu yang keras. Ia menatap Gavin yang setengah mengantuk sedang meremas dadanya.

"Selamat pagi," sapa Gavin dengan suara serak.

"Pagi, Pak."

Gavin meraih pinggul Serena, mereka berbaring berhadapan dan laki-laki itu mulai menyatukan diri. Mimpi erotis Serena menjadi kenyataan. Ia memeluk dada Gavin dan menikmati hujaman laki-laki itu. Tidak mengerti kenapa Gavin bisa tahu begitu banyak gaya bercinta, seolah laki-laki itu memang terbiasa melakukannya. Meski begitu, ia tidak heran. Pada jaman sekarang, banyak orang menganggap kalau sex bukan lagi hal yang tabu untuk dilakukan.

Pagi itu bukan sex terakhir mereka sebelum chek out. Gavin menghimpitnya di dinding kamar mandi, memasukkanya ke dalam bathtub dan bercinta di sana sambil berendam air hangat. Selesai sarapan yang kesiangan, laki-laki itu kembali menyatukan tubuh mereka. Seakan tidak pernah kehabisan tenaga untuk melakukannya. Pukul sebelas siang, Serena duduk bingung di ujung ranjang. Mengamati pakaiannya yang tidak lagi berbentuk.

"Aku sarankan kamu memakai sesuatu untuk menutup tubuh molekmu, Darling. Sebentar lagi akan ada orang datang."

"Siapa?"

"Nanti kamu tahu."

Ternyata, yang datang adalah seorang penata rias dan dua asistennya. Gavin mengatakan akan membawa Serena ke sebuah acara penting di jam dua siang. Tapi, tidak menjelaskan detil acaranya. Penata rias bergerak cepat untuk menghias wajah, satu asisten menata rambut dan satu asisten lagi menyempurnakan detil gaun. Dua jam setelahnya, Serena sudah siap dengan gaun biru laut, dengan lengan pendek dan panjangnya semata kaki. Gaun berbentuk lurus yang menonjolkan tubuh rampingnya.

"Cantik, mari kiat pergi," ucap Gavin.

Laki-laki itu sudah memakai jas lengka. Serena menduga, Gavin sudah menyiapkan pakaian itu di dalam lemari.

"Kita mau kemana?" tanya Serena.

"Pesta pernikahan."

"Hah, siang begini? Bukannya pesta pernikahan biasanya malam hari?"

Gavin menggeleng. "Ada dua sesi, malam dan siang. Kita datang di sesi pertama karena nanti malam aku harus terbang ke Qatar untuk mengurus sesuatu."

Serena terdiam, saat kendaraan mereka meluncur mulus di jalanan yang panas. Ia mengirim pesan pada sang mama, mengatakan akan datang ke rumah sakit saat jam jenguk malam. Sang mama menjawab cepat.

"Besok pagi aja jenguknya, sebelum ke kantor. Hari ini kamu istirahat, sepertinya kurang tidur."

Serena tersenyum. "Iya, Ma."

Tidak lagi mengatakan apa-apa. Ia berniat tetap datang malam ini, ingin melihat perkembangan sang papa. Acara pernikahan dilakukan di sebuah hotel bintang lima. Dua asisten Gavin sudah menunggu di lobi. Keduanya mrngangguk hormat dan mengikuti ke arah lift.

Gavin menggandeng Serena menuju ballroom tempat acara dilakukan. Memberikan undangan yang dikirim lewat ponsel pada pagar ayu yang berjaga di depannya. Setelah itu mereka berempat dipersilakan masuk. Serena mengagumi dekorasi pesta yang serba merah putih dan perak. Bunga di mana-mana, dengan kue megah setinggi tiga meter menjulang di dekat pelaminan. Orang-orang menoleh saat melihatnya datang.

"Pak Gavin."

"Direktur PT. Ultima.

"Dia datang."

Serena merasa heran karena Gavin terkenal di antara orang-orang ini. Sepertinya mereka kerabat atau teman dekat Gavin. Ia digandeng naik ke pelaminan. Orang tua dari pengantin menyambut Gavin dengan hangat.

"Senang melihatmu datang, Gavin."

"Sama-sama, Pa."

"Gavin, kami merindukanmu!" Nyonya rumah pun menyambut Gavin dengan hangat.

"Terima kasih, Ma."

Serena merasa pernah melihat mereka, tapi tidak tahu di mana. Orang-orang itu hanya tersenyum kecil saat Gavin memperkenalkannya. Rupanya, ia tidak diterima di sini. Serena tidak peduli. Ia datang hanya untuk menemani Gavin. Tidak untuk beramah tamah atau sejenisnya.

Tiba di depan mempelai, pengantin perempuan berujar gembira. "Gavin, adikku!"

Perempuan cantik dalam balutan gaun putih, menyapa dan memeluk Gavin.

"Aku senang kamu datang."

Gavin tersenyum cerah. "Bagaimana mungkin aku nggak datang di hari pernikahmu. Selamat Kak Amy."

"Benar, kamu memang adik yang baik. Sayang, kamu ingat Gavin bukan? Dia pacarnya Alexa. Sayang sekali mereka putus."

Mempelai laki-laki mengulurkan tangan pada Gavin. "Terima kasih sudah datang."

"Sama-sama, semoga pernikahan berjalan lancar dan kalian hidup bahagia,"

"Gavin, jangan pergi dulu. Ada Alexa di sini, pasti kamu kangen dia bukan?"

Amy menatap sekilas ke arah Serena, seolah baru menyadari kalau Gavin menggandeng seorang perempuan. Serena hanya tersenyum kecil, tidak ingin terlibat dalam percakapan mereka. Apa hubungan mereka dengan Gavin, ia tidak ambil pusing.

"Nah, itu dia Alexa. Gavin, mantan pacarmu datang!" ucap Amy.

Serena menoleh, menatap seorang perempuan cantik dengan gaun keemasan yang melekat pas di tubuh. Sekarang Serena ingat, di mana pernah melihat orang-orang ini. Mereka adalah keluarga kaya raya, yang juga selebriti. Alexa itu seorang presenter politik dan social, Serena mengenalinya.

"Gavin, nice to meet you."

Gavin mengangguk, menatap mantan kekasihnya. Mereka beradu pandang, dengan binar yang sulit dijelaskan dengan Serena berdiri salah tingkah.
.
.
.
Hari ini di Karyakarsa tayang bab 29-32

Sleeping With The EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang