*Rencana*

578 124 7
                                    



Ghazi mengelap bibirnya dengan tisu dan menundukkan wajah dengan perasaan malu. Ia mengatur nafasnya yang terasa menusuk relung tenggorokan. Ilyas memberikan sebotol air minum ke arah laki-laki itu dengan dipenuhi pikiran yang menggelayut.

"Maaf, Gus Ilyas," ujar Ghazi. Di dalam hatinya ia merutuki hal bodoh yang dilakukan tadi.

Apa yang kau lakukan tadi, Elena? Bisa-bisa penyamaranmu terbongkar habis karena kebodohan yang kau perbuat.

"Saya janji tidak akan melakukan hal kecerobohan seperti ini lagi."

Ilyas menatap ke arah Ghazi, setelah itu melanjutkan makan yang tertunda. "Makanlah."

Ghazi mengangguk pelan, setelah itu memakan garang asam yang sudah terhidang di hadapannya. Beberapa saat setelah itu, mereka kembali menaiki mobil untuk menuju ke pesantren.

"Kau itu laki-laki. Bersikaplah seperti laki-laki, Ghazi," nasehat Ilyas kepadanya ketika mereka sudah berada di dalam mobil.

"Nggih, Gus Ilyas."

Elena membatin di dalam benaknya.

Sepertinya, dia tidak curiga. Syukurlah. Aku juga sangat ceroboh karena kelepasan makan seperti seorang perempuan.

"Jangan bertindak seperti seorang perempuan," ungkap Ilyas seraya menatap ke arah jalan dengan wajah yang bersemu merah. Ghazi menelan ludahnya dan fokus ke arah depan menyetir mobil dengan tubuh yang membeku.

*****

Pagi itu Ghazi sedang bersandar di dinding masjid sembari menelaah sebuah hadits yang baru saja diajarkan oleh ustadz tadi malam.

"Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan, dan perempuan yang menyerupai laki-laki. (H.R. Bukhori no.5885)."

"Islam mengatur sedemikian rupa perilaku bagi para pemeluknya untuk bersikap sesuai fitrah. Tidak selayaknya seorang laki-laki bersikap dan berpakaian seperti perempuan dengan alasan serta konteks apapun. Pun sebaliknya," jelas ustadz.

"Walaupun dalam perihal canda gurau, ustadz?" tanya seorang santri.

"Ya. Karena sebagian besar penyimpangan berasal dari suatu hal yang disepelekan."

"Bagaimana dengan khuntsa, ustadz?"

"Khuntsa itu bukan seperti yang diartikan pada umumnya sebagai banci yang kita kenal saat ini. Tapi, khuntsa dalam Islam adalah seorang yang mempunyai dua jenis kelamin atau tidak mempunyai sama sekali. Para ulama bersepakat, bahwasanya setiap manusia sudah ditentukan oleh Allah jenis kelaminnya hanya dua, yaitu laki-laki atau perempuan. Maka, status khuntsa harus diidentifikasi di antara keduanya. Dengan cara apa? Bisa melalui tes genetik atau dilihat tempat keluar buang airnya dari vagina atau penis jika belum akil baligh. Jika sudah baligh, maka bisa juga tes genetik atau dilihat dari sisi maskulin atau feminim mana yang lebih dominan berdasarkan Ijma' para ulama."

"Jika sudah ditentukan, maka langkah selanjutnya apa, Ustadz?"

"Boleh melakukan operasi untuk menguatkan dominasi kelamin."

Ghazi memandang pemaparan yang terpampang pada kitab Al-Wasith fil Madzhab karya Imam Al-Ghozali yang membahas tentang hukum khuntsa dengan berbagai pertanyaan yang membenak. Namun, suara Louie yang mengeong membuatnya menoleh ke asal suara.

Spy in PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang