Ilyas mengucek matanya dengan pandangan yang dipenuhi bayangan gelap. Samar-samar terdengar suara kekhawatiran yang merasuk ke telinga, membuat laki-laki itu didera kebingungan."Alhamdulillah, ternyata Gus Ilyas nggak kenapa-kenapa. Saya sudah khawatir terjadi sesuatu," ucap Ghazi dengan gurat wajah penuh ketakutan. Pelupuk matanya dipenuhi air mata kekhawatiran. Ilyas menatap Ghazi yang terduduk lemas di sampingnya dengan beribu pertanyaan yang menyerang.
Apa yang terjadi? Tapi, ada yang lebih penting dari itu.
"Saya kira Gus Ilyas pingsan. Saya berusaha membangunkan, tapi Gus nggak bangun-bangun," kalut Ghazi dengan mata berkaca-kaca. "Saya takut terjadi sesuatu."
"Maksudnya saya ketiduran?" tanya Ilyas. "Pertandingannya bagaimana? Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Maaf, Gus Ilyas. Pertandingannya sudah selesai. Tadi saya sudah sampaikan ke coach kalau Gus Ilyas tidak bisa ikut pertandingan karena tiba-tiba sakit dan harus istirahat. Mohon maaf."
"Hah?"
Ilyas berusaha menata batinnya yang diserang keterkejutan yang bertubi-tubi. Ia mencoba untuk membuyarkan kepalanya yang terasa pusing.
Kenapa bisa seperti ini? Padahal, ini adalah pertandingan yang sudah aku tunggu sejak lama.
"Gus Ilyas," panggil Ghazi dengan nada kekalutan dan memandang lurus ke arah laki-laki itu.
"Saya sangat khawatir sekali dengan Gus Ilyas. Sebaiknya saya antarkan pulang sekarang ke wisma untuk beristirahat," tambahnya.
Deg!
Kenapa seperti ini lagi?
*****
"Tim dari Akademi Sembilan lebih banyak ditopang permainannya dari pemain nomor 11, Ilyas Naufal. Jadi, sebisa mungkin kita coba jegal agar performanya menurun atau tidak bisa bermain di pertandingan berikutnya."
"Dengan cara apa?"
"Serang dia beramai-ramai dan buat dia cedera parah."
Deg!
Jantung Ghazi seketika berdegup ketika mendengar rekaman suara yang didengarnya. Ia menatap ke arah Louie yang menjilat kakinya dan berusaha menyusun rencana untuk menggagalkan penjegalan ke arah Ilyas oleh tim lawan.
Ternyata, di mana saja sepak bola tetap menakutkan. Begitu banyak "panah beracun" yang ditancapkan untuk melemahkan pihak yang berseberangan.
Apa yang harus aku lakukan?
Ghazi berfikir dengan kemampuan intuisinya dan berusaha menyusun strategi untuk menggagalkan rencana lawan pertandingan.
Sepertinya aku harus melakukan sedikit sandiwara.
*****
"Mohon maaf, coach," ujar Ilyas kepada pelatih usai insiden absen dirinya dari pertandingan di Semarang. "Saya tiba-tiba agak pusing dan tertidur. Saat dibangunkan oleh asisten saya ternyata pertandingan sudah selesai."
Coach menghela nafas pelan, setelah itu memerintahkan Ilyas untuk kembali ke lapangan.
"Ilyas," panggil coach.
"Iya, coach?"
"Jaga staminamu dengan baik. Jangan sampai pertandingan di Surabaya nanti terlewat seperti kemarin."
Ilyas mengangguk pelan dan tersenyum lirih, setelah itu membalikkan tubuhnya menuju tempat latihan. Di lapangan, Ghazi dan beberapa orang menunggu di pinggir untuk menyaksikan latihan mereka.
"Semangat, Gus Ilyas!" ucap Ghazi seraya berteriak pelan ke arah Ilyas. Laki-laki itu mendelik ke arah Ghazi, namun menyembunyikan rasa degupan yang membuncah. Sontak, penonton yang berada di pinggir lapangan memandang ke arah mereka dengan pandangan ambigu.
"Maaf, saya terlalu bersemangat," ujar Ghazi seraya meminta maaf ke arah penonton yang berada di sekitarnya.
"Hari ini saya akan mengajarkan kalian tehnik tiki-taka yang dicetuskan oleh Johan Cruyff. Ada yang sudah tahu teknik ini?" tanya coach ke arah para murid. Ilyas mengangkat tangannya dengan penuh kepercayaan diri.
"Tehnik dengan cara mengumpan bola kepada pemain dengan operan pendek dan acak untuk mengecoh perlawanan dalam satu ruang lingkup yang berdekatan," jawab Ilyas. Ia mencontohkan salah satu tehnik triangle roaming yang dipopulerkan oleh Josep Guardiola dan menjadi salah satu penentu kesuksesan tim FC Barcelona.
"Good job, Ilyas," ujar coach memberikan isyarat jempol ke arah laki-laki itu. "Oke, sekarang kita coba untuk berlatih memakai teknik tersebut."
Sementara itu, dari pinggir lapangan Ghazi memicingkan pandangan ke arah Ilyas seraya memikirkan strategi lanjutan dari beberapa percakapan lain yang tidak sengaja terdengar pada alat perekam yang ditancapkan pada Louie.
Penjegalan Gus Ilyas untuk masuk ke tim nasional harus digagalkan sebisa mungkin, batin Elena.
*****
"Apa keluhannya?" tanya seorang pria kepada Ilyas ketika ia berada di ruangan konsultasi psikologis salah satu rumah sakit di Kudus. Ilyas terdiam sejenak. Ia berusaha untuk mengatur nafasnya yang seakan beradu dengan batin yang memberontak.
"Jadi, begini..." Ilyas menceritakan perihal yang mengganggunya akhir-akhir ini sejak kehadiran Ghazi sebagai seorang santri baru di pesantren dan perasaan yang aneh.
"Apa temanmu berperilaku seperti perempuan?" tanya pria itu. Ilyas menggeleng pelan.
"Dia seperti laki-laki pada umumnya. Mungkin, pernah beberapa kali berperilaku seperti perempuan, tapi masih di tahap wajar saja menurut saya," jawab Ilyas.
Pria itu mengangguk pelan sembari menulis beberapa hipotesis dari pemaparan yang disampaikan oleh Ilyas. Setelah hampir sekitar 15 menit Ilyas melakukan pemeriksaan, pria itu menampakkan gurat wajah yang menyibakkan sesuatu hal yang tersirat.
"Berdasarkan pemeriksaan secara psikologis dan juga skor hasil tes MMPI (Minnesota Multhiphasic Personality Inventory) skala-5 maskulinitas serta feminitas tidak ada kecenderungan penyimpangan seksual yang dikhawatirkan," jelas pria itu. "Hanya saja..."
"Hanya saja apa, Pak?"
"Mungkin ini masuknya faktor dari temanmu yang diceritakan tadi."
Ilyas menampakkan wajah kebingungan.
Apa maksudnya?
"Mungkin temanmu adalah seorang perempuan," ungkap pria itu.
"Tapi, dia laki-laki tulen, bukan perempuan."
"Bisa saja dia adalah transgender mungkin?"
"Hah?"
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Spy in Pesantren
Novela Juvenil[Mystery-Thriller-Romance Spiritual] Elena Brechtje, seorang perempuan muda asal Belanda yang berumur 19 tahun dan tergabung dalam organisasi "Black World", ditugaskan menyamar menjadi laki-laki untuk sebuah misi mata-mata, demi mencari kelemahan da...