Mendekap dalam penjara, sudah terhitung dua bulan dan Audrey tidak sama sekali berniat untuk melarikan diri dari sini. Satu bulan lalu terlahir sudah seorang bayi laki-laki yang menjadi kebanggaan raja dan orang-orang Ertigo. Marah, emosi, tentu saja Audrey merasakan itu, impiannya untuk menjadi seorang pewaris tahta kerajaan ini, kemungkinan besar ia tidak akan mendapatkannya.
Di balik kebahagiaan lahirnya seorang bayi laki-laki yang diharapakan dapat menjadi masa depan indah untuk Ertigo, rupanya terdapat masalah dengan kerajaan Harland, Nellaf yang dianggap berkhianat oleh Ratu Elicia, Nellaf seolah mengibarkan bendera peperangan tanpa memikirkan resiko yang justru akan banyak merugikan dirinya dan juga kerajaan.
Kemarahan yang semakin tersulut, api dingin selama dua bulan saling memutuskan hubungan antar kerajaan. Malam di mana bayi laki-lakinya lahir, Nellaf mengumumkan dengan bangga pada rakyat Ertigo dan mengundang para pemimpin kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja.
Mendengar kabar itu Ratu Elicia semakin marah, pelecehan dan anggapan merendahkan. Raja Ertigo sangat mahir merendahkan harga diri wanita, Ratu Elicia bertekad menyiapkan pasukan perangnya dan menanggapi kibaran bendera panas yang dua bulan lalu tak ia hiraukan.
"Nona mahir dalam bermain pedang, akan ikut dalam perang, Putri?" Hellena menoleh pada pengawal pribadinya. Kabar panas antara Ertigo dan Harland memang sudah tersebar luas, prajurit sudah bersiap, waspada saja jika salah satu kerajaan menyerang secara tiba-tiba, sebagian rakyat sudah memilih untuk mengungsi walau kabar perang dimulai belum jelas.
"Audrey ikut aku ikut, walau kami saling membenci, aku akan selalu mendukung keputusannya. Aku akan ada di belakangnya jika saja semua orang tidak ada yang berpihak padanya." Hellena, seorang putri duke yang di kenal tak kalah bengis dan kejam seperti ayahnya. Memainkan pedang adalah hobi, tapi dengan pedang juga bisa menyebabkan seseorang mati.
"Nona--"
"Latihan atau kau mati karena tidak becus memainkan pedang." Pengawal bernama Jackson itu undur diri, ia melenggang pergi dari tempat Hellena duduk. Sementara gadis berambut panjang itu hanya menatap lurus ke arah lukisannya, sebuah sketsa hitam.
Malam harinya melewati lorong yang hanya dipenuhi bambu dengan api sebagai alat penerang sekitar, Hellena berjalan tegap seorang diri menuju jeruji besi di ujung sana, ini satu-satunya alternatif dibanding harus melewati jalan depan dan meminta izin terlebih dahulu, sungguh Hellena pikir itu terlalu membuang-buang waktu, apalagi rajanya memang suka membuat-buat masalah dan meremehkan waktu.
Penjara ini sepi mengingat sudah tengah malam, mungkin para prajurit tengah lengah tertidur.
Hellena dengan leluasa sampai tanpa hambatan, tangannya ia arahkan untuk menyingkap rambut indah Audrey, Hellena menahan emosi saat melihat banyak luka dan lebam yang tercetak jelas di wajah, kaki, dan tangan Audrey.
"Siapa yang berani melakukan ini!? Aku tidak akan mengampuninya, yang boleh mengganggu Audrey hanya aku saja!" Hellena berucap dengan geram, rupanya pergerakan tangan Hellena membuat Audrey tersadar dari tidurnya. Hellena yang menyadarinya segera memasang wajah datar seolah tak terjadi apa pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLOODY PRINCESS [SUDAH TERBIT]
Fantasy"Edward, Sila, Darla, Arche, Mione, Hena, Nellaf, semuanya belum selesai. Cerita ini menggantung!" Saat menoleh, Dreya tak lagi menemukan penyihir itu di dekatnya. Dreya melangkah lunglai, ia menatap menara dan bangunan yang menjulang tinggi dari ke...