"Setelah sekian lama kalian baru mencariku? Mengusirku lalu membuat sayembara ini? Bahkan aku sangat membenci kalian, terutama ayah. Sungguh kalau ada saatnya, aku ingin sekali menghabisi pria tua itu dengan tanganku sendiri." Matanya memandang jauh danau di depan, perlahan air matanya jatuh, sorot mata penuh rasa benci yang kembali tumbuh, tangannya mengepal kuat kertas itu sampai tak lagi terbentuk rapi.
"Ertigo akan jatuh ke tanganmu bagaimanapun caranya, Ibu tahu kau membenci ayahmu, satu pesan Ibu, jangan kau luapkan kebencian itu saat kau sendiri masih dalam keadaan lemah," ucap Ratu Zaura kala itu pada putrinya yang kian beranjak memasuki usia remaja. Ucapan itu masih selalu teringat dalam benaknya, Audrey mengusap air matanya dan menghembuskan napas kasar.
"Lena." Tanpa menoleh Audrey sudah tahu siapa yang bicara, itu Arche. Sungguh hatinya masih belum bisa merasa nyaman dengan kehadiran Arche setelah kejadian tadi.
"Ada apa, Tuan?"
"Berhenti memanggilku seperti itu, kita bukan orang asing." Arche menghela napas berat, ia beralih mengambil posisi duduk di samping Audrey. Tidak sedikit pun Audrey menoleh, ia tetap dengan pandangan lurusnya ke depan.
"Kita orang asing."
"Sikapmu masih sama seperti pertama kali aku menemukanmu, itu yang membuatku menyukaimu."
"Berhenti bicara omong kosong, Tuan Arche. Aku tidak menyukaimu," ucap Audrey. Kini ia menunduk sementara Arche menatap ke arahnya."Mengapa Lena? Mengapa dari semua yang telah aku berikan kau belum membuka hatimu untukku juga? Mengapa kau tidak bisa menyukaiku? Aku memberikanmu tempat tinggal, aku memperlakukanmu dengan baik, aku--"
Dengan cepat Audrey memotong ucapan Arche dengan berkata, "Tuan mau mengungkit semuanya?"
"Lena.." Arche seperti kehabisan kata untuk menjelaskan pada gadis di sampingnya, lagi-lagi ia menghela napas berat.
"Kalau Tuan keberatan aku bisa pergi dari kediaman ini sekarang juga." Arche terbelalak, ia semakin lekat menatap Audrey tapi gadis itu tidak juga membalas tatapannya.
"Tidak, kau akan tinggal di mana kalau pergi dari sini?"
"Jadi benar Tuan keberatan?" Audrey menoleh, ia melihat Arche datar. Audrey mengangguk pelan lantas mencoba untuk bangkit dari duduk, ia bisa pergi jika memang kehadirannya di sini mengganggu dan memberatkan untuk Arche, entah dari mana pemikiran itu datang. Tidak ingin melihat gadisnya pergi semakin jauh, Arche juga ikut bangkit, ia meraih tangan Audrey dan memeluknya dari belakang.
Arche berbisik, "Tidak. Jangan pergi, tetap di sini bersamaku."Gemerlap kota besar wilayah Sharosend, kini mereka tengah berada di sebuah restoran ternama sepanjang kota, Audrey termenung melihat lalu lalang para pelayan yang mengantarkan pesanan pelanggan, pesanannya dengan Arche belum juga sampai, malam ini memang sedang ramai pengunjung.
Audrey menatap pria di depannya, Arche membalas tatapan itu. Selang beberapa menit Audrey akhirnya membuka mulut dengan tatapannya yang juga tak lepas dari Arche. "Kau tidak mau tahu dari mana asalku dan bagaimana kehidupanku sebelum bertemu denganmu? Apa kau... tidak merasa heran mengapa aku tertidur di hutan saat itu?"
"Kenapa tiba-tiba melemparkan pertanyaan seperti itu, Sayang?"
"Berhenti dengan kalimat menggelikanmu itu, aku tidak menyukainya. Aku serius, Arche, kau tidak ingin tahu?" tanya Audrey lagi, sungguh mengapa Arche sama sekali tidak pernah mempertanyakan.
"Kalau kau ingin memberitahukannya aku siap mendengarkan, kalau kau tidak ingin memberitahukan aku juga tidak masalah dengan itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
BLOODY PRINCESS [SUDAH TERBIT]
Fantasía"Edward, Sila, Darla, Arche, Mione, Hena, Nellaf, semuanya belum selesai. Cerita ini menggantung!" Saat menoleh, Dreya tak lagi menemukan penyihir itu di dekatnya. Dreya melangkah lunglai, ia menatap menara dan bangunan yang menjulang tinggi dari ke...