Hidup dalam bayang-bayang para prajurit yang terus mencari walau sudah dua minggu berlalu sejak mereka memutuskan untuk melarikan diri dari kastil Gres.
"Aku lelah, bisakah kita beristirahat?"
"Kau mau mereka menemukan kita? Lalu--"
"Arche aku lelah," ucap Audrey seraya menatap mata indah milik Arche lekat. Hembusan angin malam dengan sebuah alat penerangan api menjadi pelengkap untuk Arche dan Audrey malam ini, seperti biasa saat tidak lagi terdengar langkah kaki para prajurit, mereka akan memutuskan kembali pada sebuah gubuk kecil di ujung hutan yang di sisinya terdapat sebuah danau.
"Dua minggu kau hanya diam, kau tidak ingin memberitahukanku sesuatu?" Audrey menaruh ikat rambut dan membiarkan rambutnya tergerai indah, ia tersenyum pada Arche lalu duduk tepat di depan pria yang berbeda dua tahun dengannya itu.
"Arche apa rambutku indah saat tergerai seperti ini?" tanya Audrey, ia memainkan jemari Arche dan Arche juga menerima perlakuan itu dengan senang.
"Sangat indah."
"Kehidupanku tidak seindah rambutku yang tergerai, kalau aku ceritakan malam ini semuanya tentu tidak akan cukup, apa kau bersedia mendengarkanku?"
"Aku selalu bersedia mendengar ucapan apa pun yang keluar dari mulut manismu, Audreyku. Bahkan jika malam ini tidak cukup, malam-malam selanjutnya pun aku akan selalu siap untuk mendengarkan, kumohon jangan sembunyikan apa pun dariku." Sebuah lengkungan bibir terbit, Audrey menggelengkan kepalanya lantaran sedikit salah tingkah oleh apa yang dikatakan Arche barusan.
"Kau pandai berkata manis." Mendengar itu Arche terkekeh pelan, ia mengambil posisi menangkup dagunya sendiri dan bersiap untuk mendengarkan cerita dari gadis cantik di depannya. Pikiran Audrey mencoba untuk kembali ke masa lalu, menuangkannya dalam perkataan yang akan ia sampaikan pada Arche, sebelum itu Audrey mengambil napas dalam-dalam.
"Apa kau pernah mendengar perkataan bahwa cinta pertamanya seorang anak perempuan itu jatuh kepada ayahnya?"
"Ya."
"Tapi aku tidak, Arche. Karenanya aku hampir membenci semua laki-laki, sampai akhirnya kehadiranmu mematahkan pemikiranku tentang itu. Aku mencintai satu pria, yaitu kau." Tubuh Arche menegang, ia kesulitan menelan salivanya sendiri, dasar hatinya begitu sangat lemah dalam urusan perasaan, lihatlah bagaimana ketika Audrey mengucapkan hal sesederhana itu dan dirinya menjadi salah tingkah seperti ini? Sungguh sepertinya ini begitu memalukan.
"Sial kau membuatku semakin jatuh cinta saja." Audrey terkekeh, menit lalu baru saja ia menertawakan tingkah Arche yang kian terlihat lucu, wajah memerah serta tidak berani menatapnya, Arche terlihat seperti anak kecil.
Dadanya kian terasa sesak, Audrey melepaskan kaitan jemarinya pada tangan Arche, ia menjatuhkan pandangan dengan tidak menatap mata Arche lagi. Air matanya mulai turun membasahi pipi kemerahan itu kala mengingat apa yang terjadi pada dirinya di masa lalu.
Sejak dulu ayahnya tidak pernah peduli dengan keberadaan Putri kecil Ertigo yang dianggapnya sebagai sebuah kesialan, di mana orang-orang Ertigo menganggap anak perempuan memang tidak bisa memimpin dan mereka hanya mengharapkan seorang pewaris laki-laki.
Bahkan karena dianggap sial dan sebuah aib, sebagian rakyat Ertigo tidak pernah melihat dan tahu bagaimana wajah dari Putri Audrey, menginjak usia sepuluh tahun pergerakan Audrey sudah dibatasi dengan tidak boleh keluar dari istana bahkan saat acara penting pun ia tidak diperbolehkan untuk ikut sebagai Putri Ertigo yang terhormat, Nellaf sang ayah membiarkan putri kecilnya tetap hidup sembari menunggu kehadiran seorang bayi laki-laki yang ia harap segera lahir dari rahim sang istri.
Tapi nihil karena hal itu belum juga ia dapatkan bahkan sampai Audrey menginjak usia delapan belas tahun lamanya, beberapa kali mengandung dan beberapa kali juga gagal melahirkan.
Seorang dayang daripada istrinya membuat Nellaf cukup tertarik, bermain api di belakang layaknya pengkhianatan, sampai akhirnya perempuan tak tahu diri membeli ramuan racun mematikan dan mencampurkannya dalam sebuah minuman.
Ratu Zaura menghembuskan napas terakhir, di hari itu juga Audrey terusir dari kerajaannya sendiri. Dua tahun lamanya mereka tidak peduli dan kini berupaya untuk membuatnya kembali? Audrey berpikir ia tidak akan sebodoh itu untuk percaya begitu saja, perlakuan bak hewan masih tercetak jelas di ingatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLOODY PRINCESS [SUDAH TERBIT]
Fantasía"Edward, Sila, Darla, Arche, Mione, Hena, Nellaf, semuanya belum selesai. Cerita ini menggantung!" Saat menoleh, Dreya tak lagi menemukan penyihir itu di dekatnya. Dreya melangkah lunglai, ia menatap menara dan bangunan yang menjulang tinggi dari ke...