"Maaf," ucap Arche lirih. Ia melenggang pergi dari ruangan gelap itu meninggalkan Audrey bersama para tawanan yang lain, Audrey kalah dengan rasa sendunya saat ini, tak bisa lagi ia membendung air mata yang sudah ia tahan sejak tadi.
Mengingat bagaimana saat itu Arche mengatakan bahwa ia sangat mencintainya bahkan Arche mengajaknya untuk menikah, tapi lihatlah sekarang, Arche hampir membunuhnya.
"Lihat dan tetap awasi apakah orang-orang Ertigo yang tersisa akan melakukan perlawanan atau tidak."
"Melakukan perlawanan pun sama saja berarti mereka mengantarkan nyawa, jumlah mereka tidak sebanding dengan kita." Charse berucap santai tanpa beban, hal itu cukup membuat Arche geram.
"Jangan pernah meremehkan, Charse. Beruntung keluarga kerajaan mengizinkanmu untuk kembali setelah semua hal buruk yang telah kau lakukan."
"Apa hubungannya dengan keluarga!?" Arche menghela napasnya karena tiba-tiba Charse malah terpancing emosi.
"Kau masih sama seperti dulu, Pangeran. Emosian, suka meremehkan orang, lebih baik hilangkan tabiat burukmu itu." Arche menatap sebal Charse lalu pergi masih dengan pedang di tangannya.
Di sisi lain seorang wanita dengan rambut tergerai yang tampak kusut, semua wilayah Ertigo terkepung, wilayah ini jadi terlihat seperti tidak ada penduduk karena semuanya nyaris mati."Kau mengatakan wanita tidak bisa memimpin tapi lihatlah apa yang terjadi dengan kerajaan saat lelaki sepertimu memimpin."
Hawa tubuhnya yang panas, emosi kian menyebar bahkan dari ubun-ubun sampai ujung kaki, tangan terkepal kuat yang menambah amarahnya semakin tak terkendali.Dia wanita tapi dengan emosi ia mampu membuat lukisan berlapis kaca tebal itu hancur dengan satu pukulan keras. "Perlu berapa ratus tahun untuk Ertigo kembali mempunyai sosok seperti Ratu Elisabeth!? Aku bersumpah akan membentuk putri dari laki-laki sialan itu untuk menjadikannya Ratu Elisabeth selanjutnya. Itu janjiku, itu sumpahku!"
Ellya De Ertigo. Ia menatap langit dengan air mata yang belum kering, lukisan di bawah kakinya sudah hancur. Hembusan angin yang menembus celah-celah kulit halus, dari bukit atas sana ia menatap ke bawah betapa hancurnya masa kekuasaan Ertigo, atas semua kerugian, perlu bertahun-tahun untuk membuat semuanya kembali seperti sedia kala.
Ellya menahan dirinya, ia berteriak kencang, ia berhasil untuk tidak terkepung. Bahkan Ellya tak tahu di mana keberadaan putri dan suaminya, mereka terpisah kala pasukan Harland mengepung dengan sangat membabi buta.
Ellya termenung lama.
Susah payah Ellya bertahan hidup di Ertigo dengan penduduk minim wanita karena peristiwa itu, di mana Nellaf dengan pemikiran sialannya yang membuat Ertigo menjadi satu-satunya kerajaan dengan angka kelahiran paling rendah karena minimnya para wanita. Nellaf dengan otak dangkal yang membuat siapa pun membencinya, sama saja dengan ayahnya, pembawa kehancuran.
"Aku akan mengorbankan usiaku untuk Ertigo, bagaimanapun caranya kerajaan ini tidak boleh terpuruk dalam waktu yang lama." Ellya berucap dengan tekad kuat, pelan ia mulai melangkahkan kakinya menuruni bukit, melihat bercak darah di sepanjang jalan. Betapa hancurnya Ertigo dan Ellya bertekad untuk membuatnya kembali sama seperti sedia kala.
[SEBAGIAN PART DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN]
[END DI NOVEL]
KAMU SEDANG MEMBACA
BLOODY PRINCESS [SUDAH TERBIT]
Fantasy"Edward, Sila, Darla, Arche, Mione, Hena, Nellaf, semuanya belum selesai. Cerita ini menggantung!" Saat menoleh, Dreya tak lagi menemukan penyihir itu di dekatnya. Dreya melangkah lunglai, ia menatap menara dan bangunan yang menjulang tinggi dari ke...