Depan istana utama, Ratu Elicia dan orang-orang Harland menyambut ria kedatangan seorang Ratu Ertigo, Elicia mempersilahkan masuk dengan senyum mengembang. Tak ada yang benar-benar tahu apa isi dari kepala Ratu Elicia, pemikirannya yang bisa berubah kapan saja, tetapi karena ia mempunyai kuasa, ia bebas melakukan apa pun.
"Apa kau benar-benar telah menemukan putriku? Aku harap Yang Mulia tidak hanya membuat bualan," ucap Sila Ertigo menjabat tangan Elicia tanpa ragu.
Mendengar itu Elicia mendengus namun setelahnya kembali tersenyum, entah apakah terdapat sebuah arti dalam senyuman itu atau tidak, tak ada yang bisa benar-benar dipercaya di sini.
"Apa kau tidak mempercayaiku, Sila Ertigo yang terhormat?" Tatap dingin mereka saling bertemu satu sama lain, merasa paling tinggi sudah jelas menjadi tabiat seorang Elicia, kerap merendahkan seseorang juga telah menjadi kebiasaan.
Tentu Elicia belum tahu-menahu bahwa dulu Sila hanyalah seorang pelayan, mungkin saja kalau tahu Sila akan diremehi olehnya habis-habisan. Perbincangan mereka berhenti saat Pauline, tangan kanan Ratu Elicia datang dengan raut wajah tak biasa, gurat penuh khawatir terlihat jelas bahkan pada sorot matanya.
"Yang Mulia, gadis muda di kastil Gres tidak ada, sepertinya dia melarikan diri."
"Apa penjaga di sana tidak becus!? Menjaga satu gadis saja tidak bisa!" murka Ratu Elicia. Pauline dan Sila terhentak saat Elicia menggebrak meja dengan keras, ia menatap nanar ke sembarang arah dan berdesis pada sebuah nama. "Arche Sharosend, kau mencoba bermain-main denganku, lihat saja apa yang akan kau dapatkan sebagai balasannya."
Matahari yang terang seketika terasa redup namun semakin panas dengan kemarahan Ratu Elicia, mengerahkan semua prajurit untuk mengejar seorang gadis yang ia yakini itu adalah Putri Ertigo, Elicia yakin bahwa gadis itu pergi bersama dengan Arche.
Dua minggu berlalu dan mereka hanya berhasil menemukan sobekan gaun yang tersangkut di ranting pepohonan, hal itu menambah geram Ratu Elicia, suasana istana terasa kian panas setiap harinya. Sementara di belahan bumi lain dengan sebuah api untuk menghangatkan tubuh, kedua lawan jenis itu termenung sembari melihat api unggun di depannya.
Kala mendengar pijakan kaki dari arah selatan, segera Arche mematikan api itu dengan sebuah kain basah, Audrey bernapas lega walau akhirnya mereka akan tetap berlarian menghindari para prajurit yang masih tetap mencari keberadaan mereka bahkan sampai hutan bagian dalam.
Tengah pelarian, Audrey menahan lengan Arche untuk berhenti, napasnya lelah untuk terus dipaksakan, kaki yang sudah terasa pegal, harus rasanya untuk diistirahatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLOODY PRINCESS [SUDAH TERBIT]
Fantasía"Edward, Sila, Darla, Arche, Mione, Hena, Nellaf, semuanya belum selesai. Cerita ini menggantung!" Saat menoleh, Dreya tak lagi menemukan penyihir itu di dekatnya. Dreya melangkah lunglai, ia menatap menara dan bangunan yang menjulang tinggi dari ke...