Ertigo masih tetap melakukan pencarian di bawah perintah Ratu Sila, sudah berjalan hampir satu bulan. Prajurit yang sepertinya memang malas untuk mencari dengan benar atau mungkin saja memang begitu sulit Putri Ertigo yang tak lain adalah Audrey untuk ditemukan.
Sila terus berupaya untuk membuat Audrey kembali ke istana sembari menunggu kelahiran buah hatinya, berbeda dengan Nellaf yang tampaknya sedang tidak sehat.
Belakangan ini tak terlihat raut wajah bahagia, senang, ataupun sumringah, hanya ada bentuk khawatir, takut, cemas, entah apa yang ada dipikiran Raja Ertigo itu. Nellaf memainkan tinta hitam yang tercoret rapi di sebuah lembaran kertas, menulis nama putri kecil yang sudah ia buang dan ia sia-siakan sejak dulu. "Aku butuh pembuktian apa wanita benar-benar bisa memimpin."
"Akan kubuktikan padamu, Raja." Seorang gadis dengan gaun merah tanpa polesan wajah, walau begitu wajahnya tetap terlihat cantik, rona merah di pipinya sudah seperti itu sejak lahir.
Nellaf menoleh perlahan dan begitu terkejut dengan kehadiran Audrey, Audrey tersenyum ia kembali berkata, "Istrimu membuat sayembara untuk pencarian, dia ingin membuatku kembali. Tapi... rasanya aku tidak ingin dicari, aku akan kembali sendiri."
"Kau kembali?"
"Matamu sudah rabun?" ucap Audrey jengah, Nellaf hanya menghela napas diam, entah apa yang tengah dipikirkan. Selesai dari Ertigo, Audrey kelimpungan mencari di mana keberadaan Arche, ke mana lelaki itu pergi sampai hari sudah malam masih belum terlihat.
Sementara di belahan bumi lain, seorang pria dengan tubuh tegapnya berjalan menuju sebuah ruangan, menemui seorang pria paruh baya yang tak lain adalah ayahnya. Arche, ia menunduk sebentar sebagai tanda hormat, setelah itu ia duduk.
"Pasukan yang kita buat telah diketahui oleh Yang Mulia, masalah semakin rumit saat ternyata gadis yang kau bawa ke kediaman ini adalah seorang Putri Mahkota, dia pewaris Ertigo! Mengapa kau bisa begitu gegabah dalam mengambil keputusan? Kalau saja saat itu kau hanya berdiam diri dengan tidak mengajak gadis itu kabur ke dalam hutan, apa kau pikir tindakanmu itu sesuatu yang membanggakan!? Konyol!" Zero Sharosend, ia menatap tajam putranya.
Malam itu Arche hanya diam, mulutnya tidak berisik tapi pikirannya terasa sangat ramai. Arche menandatangani surat sesuai yang dikatakan ayahnya, besok pagi ia harus pergi ke wilayah utara Sharosend.
"Aku membencimu." Audrey bergumam dengan sebuah tinta merah di tangannya, menyapu pandangan pada sekitar dan tepat netranya bertemu dengan seseorang yang sudah mendapat gelar di sini.
"Melihat wajahnya saja sudah membuatku mual."
Audrey terbelalak saat melihat dua orang prajurit yang bersama Sila kini malah menyeretnya ke penjara istana belakang, Audrey memberontak namun nihil karena ia tak juga didengar. Selang berapa lama setelah tersungkur dan sendirian di dalam penjara yang minim alat penerangan, wanita dengan wajah datarnya mendatangi Audrey, wanita itu tak lain adalah Sila, entah apa yang dalam pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLOODY PRINCESS [SUDAH TERBIT]
Fantasia"Edward, Sila, Darla, Arche, Mione, Hena, Nellaf, semuanya belum selesai. Cerita ini menggantung!" Saat menoleh, Dreya tak lagi menemukan penyihir itu di dekatnya. Dreya melangkah lunglai, ia menatap menara dan bangunan yang menjulang tinggi dari ke...