Bab 21. Bloody Princess

58 9 13
                                    

Ratu Zaura dengan tatapan hangat dan senyumnya, orang-orang merasa nyaman, tidak sama saat raja yang berkunjung, rakyat akan merasa  begitu ketakutan. Pasar dalam pelosok daerah, gadis penjual ubi yang berada di ujung sana dengan barang dagangannya kala itu. Ratu Zaura tertarik atensinya untuk menghampiri Sila, ia tersenyum  hangat.

"Kau terlihat seperti gadis yang baik, kau bisa bekerja di istana dan membuat berbagai macam olahan ubi," ucap Ratu Zaura. Awalnya Sila tak mengerti, tapi akhirnya Ratu Zaura kembali menjelaskan hingga Sila paham bahwa ratu ingin membawanya ke istana dengan sebuah pekerjaan.

Sila diperlakukan dengan sangat baik, bahkan cenderung berbeda dari pelayan-pelayan lainnya. Ratu Zaura selalu berpikir bahwa Sila adalah seorang gadis baik, tanpa ia sadari ternyata beberapa tahun kemudian gadis ini yang telah membuat nyawanya meregang.

Masyarakat Ertigo yang sebagian besar tak mengakuinya sebagai seorang ratu karena ketidakrelaan mereka, apalagi dalam pelosok yang mengetahui Sila itu siapa, hanya seorang penjual ubi dan bekerja di istana sebagai pelayan, lalu gadis itu menjadi permaisuri raja? Sepertinya siapapun akan keberatan.

Layaknya semua orang membenci, berjalan hari-hari berikutnya Sila tak lagi mendapatkan perlakuan baik dari sang suami. Kehamilan yang beberapa kali terpaksa digugurkan dengan berbagai cara, tabib dan peramal di kerajaan selalu mengatakan bahwa yang sedang dikandung oleh Sila adalah bayi berjenis kelamin perempuan.

Siapa yang tidak lelah? Sila lelah tapi tetap bertahan, Nellaf yang hanya menjadikannya sebagai mesin penghasil anak dan harus berjenis kelamin laki-laki. Beberapa kali Sila mencoba menenangkan dirinya, tekanan dan paksaan yang tak pernah ia kira sebelumnya.

Rasa sesalnya kepada Ratu Zaura berangsur hilang, binar bahagia saat akhirnya ia melahirkan seorang bayi laki-laki. Saat sudah didapatkan, peristiwa ini terjadi, susah payah dan Sila meninggalkan bayi mungil yang tak tahu apa pun. Terlepas dari genggaman hangat ibu kandung, semoga saja bayi itu tumbuh dengan perlakuan yang baik.

Sila mengusap wajahnya dengan gusar dan kasar.

"N-nica," ucap Sila terkejut saat melihat seorang wanita tersenyum padanya.

Penampilan Nica terlihat sangat kacau dan tidak terlihat seperti layaknya keadaan seorang manusia, wajahnya penuh dengan darah juga sebilah pisau di tangan kirinya. Belum selesai Sila dalam meratapi nasib, tampaknya masalah selalu saja datang tanpa henti.

"Nica! Aku Ratumu!"

"Ratu Ertigo hanya Ratu Zaura," balas Nica datar. Entah apa maksud kedatangannya kemari menemui Sila yang sudah setengah kehilangan akal. Setelahnya Nica tertawa keras, suaranya begitu memekikkan telinga.

Menatap Sila tajam seolah ingin menerkam, Sila sendiri susah payah meneguk salivanya, ia secara bergantian menatap pisau tajam serta sorot mata Nica yang juga tak kalah tajam. Mengingat Sila juga seringkali berbuat buruk pada Nica, atas apa yang terjadi, sungguh saat ini Sila masih takut mati.

"Kalau sudah tidak manis dan terasa pahit maka buang saja, jangan terus kau pertahankan apalagi kau telan, itu hanya akan membuatmu semakin sakit." Charse yang mengatakannya dan kini kalimat itu tersimpan rapi dalam benak Arche. Audrey dengan tatap mata penuh amarah, tangannya terikat, dadanya naik turun tak beraturan.

Dalam ruangan gelap ini ia menjadi tawanan, semuanya masing-masing menyelamatkan diri tapi Audrey terkepung dan tertangkap. Sorot mata di depannya menatap Audrey tanpa ekspresi sementara Audrey memalingkan wajah tak ingin melihat, tangannya terikat ke belakang, gaunnya sudah tak lagi cantik.

BLOODY PRINCESS [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang