* * *
Tiga minggu sebelumnya ....
Farhan menghentikan mobilnya di depan rumah yang cukup megah. Dia lalu menoleh ke arah kursi sampingnya di mana sang putra sudah tertidur pulas, sesekali sesegukan karena menangis sejak tadi.
“Mama!” lirih Dion dalam tidurnya.
Farhan menghela nafas kasarnya. Dia dan ibunya Dion memang sudah berpisah semenjak dua tahun lalu. Mantan istrinya menyerahkan hak asuh kepadanya. Semenjak perceraian mantan istrinya tidak pernah menemui putra mereka. Dia juga sama sekali tidak tahu pergi ke mana mantan istrinya, dan sebenarnya dia juga tidak ingin tahu.
Farhan segera menepiskan pikirannya tentang masalalu. Dia lalu melepaskan sabuk pengamannya, turun dari dalam mobil, berjalan mengitari mobil dan membuka pintu tempat putranya.
Farhan melepaskan sabuk pengaman putranya, menggedong putranya dengan perlahan agar tidak membangunkan putranya. Berjalan ke arah pintu utama. Menekan beberapa digit angka sebelum terdengar suara 'ceklek.'
Farhan berjalan masuk ke dalam rumah megah itu. Tempat itu sangat sepi seolah tidak ada yang menghuni selain dua orang itu. Farhan berjalan menaiki tangga satu persatu hingga berakhir di dalam kamar yang ruangan sangat luas. Membaringkan tubuh putranya dengan lembut di atas kasur empuk. Tidak lupa menyelimuti tubuh putranya.
Farhan duduk di sisi ranjang, mengusap lembut kepala putranya. Wajahnya datar menatap sang putra, tapi jauh di lubuak hati dia merasa sedih akan putranya. Dia tiba-tiba teringat dengan kejadian beberapa saat lalu. Setelah dia dan mantan istrinya resmi bercerai dan hak asuh jatuh kepadanya. Sejak itu pula Dion menolak untuk berbicara. Tadi adalah pertama kalinya Dion berbicara setelah dua tahun, meski hanya satu kata. Mama.
“Dion sayang, makan, ya,” bujuk Ningsih --- pengasuh yang bekerja di rumah Farhan selama satu tahun ini.
Dion menggelengkan kepalanya. Menolak untuk makan semenjak tadi. Ningsih sampai bingung dengan sikap Dion yang tidak biasanya keras kepala.
“Dion kan belum makan sejak tadi, ntar Dion sakit loh. Mau?” Ningsih tetap berusaha membujuk Dion makan.
“Dion belum juga mau makan, Ningsih?” Farhan tiba-tiba muncul dengan pakaian rapi. Dia baru saja kembali dari luar setelah bertemu dengan teman-temannya. Lalu Ningsih tiba-tiba menelpon dan mengatakan kalau Dion tidak mau makan semenjak tadi pagi.
Farhan yang mendengarnya langsung pulang. Bukan hanya itu saja, biasanya hari minggu Dion akan selalu ikut dengannya pergi kemanapun. Namun, hari ini Dion menolak pergi. Alhasil hari minggu Dion tinggal bersama dengan pengasuhnya di rumah.
Farhan duduk di samping putranya. “Dion, makan, ya,” bujuk Farhan.
Dion menggelengkan kepalanya. Dia tetap menolak makan meski sang papa yang membujuknya.
“Dion gak boleh keras kepala. Bagaimana kalau nanti Dion sakit perut? Makan, ya?” bujuk Farhan yang masih tetap sabar.
Dion kembali berkata satu kata, yaitu ... “Mama.”
“Sayang, papa gak tau mama pergi ke mana,” balas Farhan.
Dion menggelengkan kepalanya. Kali ini Dion mengucapkan dua kata. “Mama. Taman.”
Yang Dion maksud adalah wanita yang dia temui saat bermain di taman kemarin malam.
“Dion, kakak itu bukan mama,” ucap Farhan yang mengerti maksud putranya.
Dion kembali sedih, buliran bening mengalir begitu saja di pipinya. Farhan sebagai sang ayah tentu sangat bingung menghadapi sikap putranya sekarang.
“Baiklah. Malam ini kita cari kakak itu, tapi Dion harus makan dulu.” Farhan lebih memilih untuk mengikuti keinginan putranya. Kesehatan putranya jauh lebih berharga.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOHKU DUDA TAMPAN [ SUDAH DITERBITKAN.]
General FictionBerkisah tentang Kaila Syifabella yang tiba-tiba dipanggil mama oleh anak laki-laki yang sama sekali tidak dikenal. Dan karena kejadian itu pula membuat Kaila masuk ke dalam kehidupan seorang duda kaya yang memiliki wajah tampan. Kaila yang sudah ti...