29화

20 6 0
                                    

Hwang Joo menyisir rambut Yoo Na yang panjang dan lurus itu. Beberapa helaian rambut berjatuhan ke atas lantai kayu. Rambut Yoo Na mengering dan sulit untuk disisir makanya Hwang Joo selalu membantu Yoo Na untuk menatanya. Hari ini, Hwang Joo hanya mengikat rambut Yoo Na ke belakang menggunakan kain yang berlambang keluarga Han.

"Nona, rambutmu berjatuhan," ucap Hwang Joo sambil memunguti helaian yang tergeletak di atas lantai. "Apa perlu dipotong?"

Yoo Na menghembuskan napasnya berat. "Ini karena aku sedang banyak pikiran saja. Tidak perlu sampai dipotong."

Hwang Joo melihat pantulan Yoo Na di depannya. Ekspresinya sangat sedih membuat Hwang Joo tak tega melihatnya. "Apa Nona mau bercerita pada saya?"

Yoo Na menggeleng lemas. "Tidak apa-aa, Hwang Joo."

Hwang Joo meremas lembut pundak Yoo Na. "Yoo Na Unnie," panggilnya. "Nona Ji Ah akan sedih jika melihat Nona seperti ini."

"Aku sedang memikirkan kemungkinan baik dan buruk setelah surat itu dibaca Gong Jun."

Yoo Na memikirkan hal itu semalaman dan menuangkannya di atas kertas. Walaupun ragu, tapi akhirnya ia bisa melanjutkan kegiatan menulis surat untuk orang yang paling ia cintai. Gong Jun, cinta pertamanya setelah kepindahannya dari Orio. Padahal Yoo Na tak pernah memikirkan sedikitpun tentang perasaannya terhadap seorang pria. Hanya Han Ji Ah yang mewarnai harinya.

Pertama kalinya juga Yoo Na merasa jatuh cinta pada orang yang salah. Salah karena harus terjatuh ke dalam lubang luka yang sangat dalam. Yoo Na memang baru mengenal Gong Jun dan sangat mencintainya, tapi Yoo Na jauh lebih kenal Ji Ah. Ji Ah adalah penolongnya. Ketika Ji Ah dalam bahaya, tentu saja ia harus membantu Ji Ah seperti yang pernah ia lakukan dulu terhadap keluarganya. Kalau Ji Ah dan Nyonya Han tidak ada saat itu, mungkin Yoo Na dan keluarganya tidak akan hidup sekarang.

Hwang Joo memeluk Yoo Na. "Ini memang menyakitkan tapi tolong bertahanlah, Nona."

***

"Harusnya aku bunuh saja Han Ji Ah."

Mendengar kata-kata kasar seperti itu dari mulut Gong Jun, Ji Ah hanya tersenyum. "Oh, begitu?" Ji Ah melirik ke arah belakang Gong Jun. Seorang gadis tengah berjalan ke arah mereka. "Suatu hari nanti, Yang Mulia akan membutuhkan saya. Jadi jangan bunuh saya dulu." Ji Ah membungkuk ke arah Gong Jun sebelum pergi.

Soo Hee yang melihat itu bergegas menahan tangan Ji Ah. "Han Ji Ah!" panggilnya.

Ji Ah terpaksa berhenti berjalan dan menatap pelaku dengan tatapan kesal. "Ada perlu apa?" tanyanya dingin.

Soo Hee tersenyum miring. "Orang yang merasa paling pintar di Cheonguk ternyata seperti ini orangnya?" ucapnya.

Ji Ah menepis tangan Soo Hee yang bertengger di tangannya. Ji Ah menatap berani Soo Hee, lalu ia mendekati telinga Soo Hee. "Kecerdasanku diakui Raja Cheonguk. Aku juga tahu rencana apa yang tengah kau siapkan. Jadi, cepat lakukan sebelum aku yang menghancurkan rencanamu."

Wajah Soo Hee berubah menjadi geram setelah mendengar bisikan Ji Ah. "Apa yang kau tahu tentangku?!" tanyanya dengan nada kesal.

Ji Ah membungkukkan tubuhnya ke arah Soo Hee, berpamitan. Ia harus segera kembali karena Gong Wook pasti akan mencarinya. "Selamat sore, Paduka Permaisuri." Ditutup dengan senyuman manisnya.

Soo Hee dan Gong Jun menatap kepergian Ji Ah yang kembali ke istana tempat berkambung. Sepasang suami-istri ini akhirnya yang tersisa. Perubahan suasana hati Soo Hee nampak jelas di wajah cantiknya sehingga Gong Jun tak mau mempertanyakan bagaimana keadaannya sekarang.

***

Ji Ah dan ibunya menunggu kedatangan Gong Wook di gerbang utama istana setelah acara pemakaman usai. Mereka harus segera kembali ke rumah sebelum hari gelap karena tidak baik membiarkan rumah ditinggali tanpa ada pemiliknya sedangkan di sana sedang ada tamu. Belum lagi suasana yang masih panas antara bangsawan pro dan kontra terhadap pernikahan Gong Jun dan putri dari Baekguk.

THRONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang