Cartagena

129 35 24
                                    

Matahari sudah menunjukan cahayanya saat mereka tiba di bandara. Tiket pesawat sudah ditangan, mereka akan pergi ke belahan benua lain dengan bayang-bayang aliansi Mouri yang tengah mengejarnya. Tentu saja ini bukan pelarian biasa.

Bandara itu begitu luas dan besar, Yuta terlihat seperti kakak yang membawa adik kecil. Beberapa pertokoan dilewatinya, sampai mereka melewati toko yang menjual croissants, aromanya sangat enak.

"mau?" tanya Yuta. Fuko mengangguk, lalu Yuta tersenyum. Keduanya berdiri didepan konter lalu memesan 2 croisant, 1 kopi hitam dan 1 susu dingin. Mereka memakannya dengan lahap.

"enak" kata Fuko, lalu meminum susunya.

"kamu harus minum obat saat di pesawat, ok? Kita harus saling mengingatkan soal yang satu itu, kita akan ada di pesawat selama 22 jam dengan dua kali pemberhentian. Apapun yang kamu rasakan kamu harus bilang. Ngerti?"

Beberapa jam dipesawat sampai di pemberhentian pertama, semuanya baik-baik saja. Mereka juga makan dengan baik dan Fuko meminum obatnya dengan lancar.

"Lion, aku mau pipis" kata Fuko sambil berbisik.

"iya, toiletnya ada di—" Yuta berhenti saat menyadari Fuko menatapnya. "kamu tau kan caranya pake toilet di pesawat?"

Hening...

Yuta melipat tangannya didada saat ia berdiri didepan pintu toilet, sebenarnya pintu itu ngga sepenuhnya tertutup, Yuta menahan pintu dengan kakinya. Jaga-jaga kalau Fuko ngga bisa buka pintunya.

"lion..." bisik Fuko, "apa aku harus menekan tombol ini?"

Yuta mengintip sedikit, ia lihat Fuko menunjuk tombol yang tepat, "iya, tekan yang itu" balasnya.

Mereka berdua berjalan kembali ke tempat duduk sambil membalas tatapan penumpang lain. Sebab pesawat mereka pesawat ekonomi biasa jadi privasinya sedikit kurang, Yuta bisa saja menggunakan kelas pesawat terbaik yang ia mau tapi, itu terlalu mudah untuk orang-orang yang akan mengejarnya. Melihat mereka dari sisi lain memang menarik dan lucu, apalagi saat tahu kalau Yuta menggenggam tangan Fuko dan Fuko berjalan tepat dibelakangnya, seperti pasangan muda yang manis.

Perjalanan yang ngga sebentar itu sangat menjengkelkan bagi keduanya, terlebih lagi ini bukan perjalanan bisnis apalagi liburan --perjalanan dengan tujuan yang cukup kompleks dan berbahaya. Setelah sampai di bandara José María Córdova-Kolumbia, mereka segera melakukan penerbangan domestik ke Cartagena, tempat yang paling aman dari kriminalitas, kartel dan aliansi mafia.

Kota yang indah dekat pelabuhan. Jalanannya ngga terlalu ramai, beberapa rumah di cat dengan warna kuning, merah dan jingga, hampir setiap rumah memiliki pot bunga, bahkan saat mereka akan duduk disebuah rumah milik warga –ada bunga hidup segar diatas mejanya.

"jadi kamu yang namanya Yosuke?" kata seorang ibu-ibu yang akan menyewakan flat kecilnya. "kalian baru saja menikah?"

"iya betul" jawab Yuta.

"Yosuke?" kata Fuko –bingung. Yuta tersenyum paksa sambil berharap Fuko ngga bertanya-tanya lagi.

"apa flat-nya bisa saya tempati malam ini?"

"tentu" balas Ibu itu.

Fuko ngga mengerti obrolan apa yang sedang Yuta lakukan, karena mereka berbicara dalam bahasa spanyol.

Flat dengan lantai berwarna coklat, dan balkon kecil itu menyambut mereka dengan hangat. Ada pot dengan bunga berwarna ungu yang mekar didekat balkon, Fuko berlari dan melihat cantiknya bunga itu. Yuta melempar tasnya dan membanting diri sendiri keatas kasur.

Dari balkon ada jendela disamping dapur dan meja makan, ngga jauh dari situ ada tempat tidur yang hanya dibatasi dinding pendek setinggi 1,5 meter, 1 buah pintu untuk keluar flat dan 1 pintu lagi untuk masuk ke toilet. Interiornya cukup bagus, tidak terlalu buruk.

[EDITING ON PROCESS] YUTA'S Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang