Usai kejadian di kolam tadi pagi Zahra tak kunjung buka suara jika Zidan tidak mengajaknya bicara.
Kini keduanya berada di dalam mobil dengan suasana yang begitu senyap. Zidan melirik ke arah Zahra yang langsung mengalihkan wajahnya ke kaca pintu mobil.
Rasa malu karena berani berlaku agresif seperti tadi pagi membuat Zahra tak berani dan malu menatap Zidan. Sementara Zidan malah terus tersenyum.
"Sayang," panggil Zidan memecahkan keheningan. Zidan berlaku seperti tidak terjadi apa-apa tadi pagi antara keduanya.
"Sayang," panggil Zidan lagi melirik Zahra.
"Eum," gumam Zahra singkat, ia begitu malu hanya untuk menatap wajah Zidan saja dirinya tak berani.
"Mau sarapan apa?" tanya Zidan lembut.
"Nanti aja," sahut Zahra.
"Kok nanti? Sayang mau makan apa, biar sekalian Abang beliin," ujar Zidan.
"Nanti aja di rumah Umi," balas Zahra.
Setelah jawaban dari Zahra, Zidan tak lagi membuka suara dan fokus mengemudi dan sibuk dengan pikirannya. Sementara itu, Zahra mencoba curi pandang ke arah Zidan.
"Sayang," panggil Zidan hendak menatap Zahra membuat Zahra yang tengah menatap Zidan langsung mengalihkan wajahnya.
"Sayang marah sama Abang?" tanya Zidan to the point.
Zahra mengernyitkan dahinya tak mengerti dengan pertanyaan dari Zidan.
"Sayang ...," panggil Zidan dengan menyentuh tangan Zahra, "Sayang marah sama Abang?" tanyanya lagi.
"Enggak," sahut Zahra menarik tangannya agar tidak di sentuh oleh Zidan.
"Terus kalau enggak, kenapa Abang di diamin dari tadi?" ujarnya kembali menyentuh tangan Zahra, "Sayang kenapa?" tanya Zidan lagi.
"Zahra enggak apa-apa Abang," ujar Zahra menarik tangannya dan menghindari tatapan dari Zidan.
Zidan menarik tangannya kembali mengatupkan mulutnya dan mulai fokus untuk mengemudi, hingga mobilnya pun berhenti di depan caffe Umi Zahra.
Keduanya pun langsung turun dan masuk ke dalam caffe yang sudah terdapat Umi yang tengah menyuapi Zafran.
"Assalamualaikum," salam Zidan mendekat ke arah Umi dan mengulurkan tangannya mencium tangan Umi.
"Eh, Wa'alaikumsalam Nak," jawab Umi mengulurkan tangannya pada Zahra setelah Zidan.
"Mau berangkat ke kantor?" tanya Umi melirik Zidan yang sudah rapi dengan kemeja putih dengan jas kantorannya tak lupa pula dasi.
"Iya Umi," sahut Zidan mendekat ke arah putranya dan mencium puncak kepala Zafran.
"Papa?" ucap Zafran menatap Zidan.
Zidan menganggukkan kepalanya dengan senyuman menanggapi panggilan Zafran, "Iya sayang, mam yang habis," ujar Zidan mengusap kepala putranya.
"Sudah makan Nak?" tanya Umi menatap Zidan sementara Zahra sudah beralih pergi ke dapur caffe.
"Belum Umi, gak apa-apa nanti di kantor aja sekalian makan siang," ujar Zidan melirik arlojinya yang menunjukkan pukul delapan lewat.
"Kok di jamak gitu makannya?" ujar Umi bangun dari duduknya hendak menuju dapur.
"Eh Umi-umi," Zidan langsung memegang tangan Umi menahannya agar tidak ke dapur, "Enggak usah, jangan repot-repot," ucap Zidan.
"Kok repot sih? Enggak repot. Zahra gak masak di rumah?" tanya Umi menatap Zidan dengan alis yang saling bertautan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA atau OBAT ?
RomanceZahra Al-Malik, perempuan yang sudah hampir tidak mempercayai lagi laki-laki selain Almarhum Abi dan saudari laki-lakinya, dan mungkin bahkan sekarang ia tidak akan pernah percaya akan ucapan laki-laki. Pernikahannya yang hanya tinggal menghitung ja...