6 : Slowly But Surely

20.8K 2.7K 123
                                    

—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah tidak terhitung berapa lama Raihan duduk tanpa minat bersama beberapa petinggi perusahaan beserta kolega kerja papanya. Beberapa saat lalu, Gio—personal asisten atau lebih tepatnya tangan kanan papanya yang sudah bekerja selama bertahun-tahun itu, mendatangi kantor Raihan dan memberi tahukan—lebih tepatnya meminta Raihan untuk ikut bersamanya atas perintah sang atasan, Dewangga Setiawan Ghalil itu.

"Pak Raihan diminta Pak Dewa untuk ikut makan siang bersama. Katanya kali ini tolong gak ada penolakan, cuma makan siang saja..." Raihan hanya bisa menghela napas saat asisten papanya itu menjelaskan kedatangannya ke kantor, ia lantas mengangguk dan mengikuti kemauan papanya kali ini.

Namun perasaan kesalnya semakin menimbun kala makan siang yang direncanakan ternyata bukan hanya makan siang biasa. Raihan sudah menduga kalau makan siang yang dimaksud sudah pasti berhubungan dengan perkenalan dirinya yang baru saja balik dari Amsterdam terhadap beberapa petinggi perusahaan dan kolega. Namun, ternyata tidak sampai di situ saja.

Usai makan siang, beramah tamah dan berbincang, beberapa orang terlihat sudah berpamitan, dan hanya menyisakan Raihan bersama papanya, beserta salah seorang lelaki paruh baya yang Raihan kenali sebagai kolega kerja papanya itu, ia bersama seorang wanita muda yang ia perkenalkan sebagai anaknya. Beberapa saat lalu, Raihan sudah sempat berkenalan dengannya.

Awalnya Raihan masih saja bersikap apa adanya. Namun, setelah kepergian beberapa petinggi perusahaan lain menyisakan hanya mereka berempat di meja panjang ini, sedikit banyak membuat Raihan mulai bisa membaca situasi, terlebih konsep obrolannya cenderung lebih santai.

"Kirana ini baru saja lulus S2 dari Monash. Basicnya marketing juga, kayaknya bakal cocok banget sama kamu, Rai..."

Raihan hanya bisa mengusahakan senyum tipis menanggapi ucapan papanya yang sangat terdengar sedang promosi itu.

"Om bisa aja. Aku masih jauh kok, masih harus belajar sama improve banyak," sahut Kirana dengan gestur salah tingkah. Beberapa kali ia mencuri lirik ke arah Raihan yang sejak awal pertemuan mereka hari ini, benar-benar membuatnya tertarik.

"Rai, kamu sekarang di Prayasa, 'kan?" tanya Hendra, kolega kerja papanya yang notabenenya papanya Kirana.

"Iya, Om. Baru banget kok," jawab Raihan singkat namun tetap sopan.

"Mas Raihan kenal Naya gak? Seingat aku dia di Prayasa juga. Staff biasa aja sih kayaknya..." Kini Kirana sudah berani membangun obrolan dengan sosok yang membuatnya tertarik itu.

Raihan balas menatapnya datar. "Oh, iya kenal kok."

"Staffnya Mas Raihan dong? Dia temen kuliah aku pas S1 dulu, Mas," ucap wanita itu lagi dengan wajah sumringah karena berhasil menciptakan obrolan dengan Raihan.

"Iya, staff saya," jawab Raihan pendek. Ia kemudian melirik jam tangan secara terang-terangan seolah menegaskan bahwa ia tidak punya banyak waktu lagi dengan hal-hal remeh menuju perjodohan yang dilakoni papanya itu. "Pah, aku balik ke kantor, ya."

Somebody To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang