FK - 5

844 87 4
                                    

"Ayah..." Hyunsuk harus membujuk sang Ayah.

"Ngga." dan balasannya masih sama.

"Sekali aja, pliss."

"Ngga, Hyunsuk."

Jika kalian mengira ini masih di hari yang sama dengan slide sebelumnya, maka kalian salah. Ini sudah lewat lima hari dari kali pertama orang itu menghubungi Hyunsuk.

Ah, itu juga bukan nomor Asahi. Asahi baru menghubungi Hyunsuk saat istirahat tadi—gara-gara Haruto gelut sama temen kelas cwe Asahi.

Hyunsuk berdecak, "ya udah iya!" ucapnya pasrah.

Hyunsuk ngga nyangka, kalo dia punya Ayah yang super protective. Soalnya dulu-dulu ngga gitu—ya tentunya, sebelum tragedi penyerangan kakaknya.

"Kangen Wony." Hyunsuk bergumam dengan menyandarkan kepalanya pada kaca mobil.

Benar! Wony. Hehe, maaf ya Wony.

"Besok aku pake bus aja Yah, aku ada janji sama Wony soalnya." ucap Hyunsuk—gapapa maksa, walau agak tremor.

Tak mendapat sahutan, sang Ayah nampak diam, fokus dengan kegiatan menyetir nya.

Hyunsuk mendengus sebal, "tinggal jawab apa susahnya sih!" gerutunya pelan. "Ayah..."

"Coba liat isi chat nya."

Hyunsuk gelagapan, tak memprediksi yang baru terjadi. Diluar ekspektasi.

Si putra kedua mengutak-atik ponselnya. Mencari chat yang dimaksud sang Ayah. "Nih."

Ayah menerima ponsel Hyunsuk, membaca isi chat sang putra dengan teman yang 'katanya' ditemui di halte bus.

Sesaat kemudian, mengembalikan si ponsel pada pemiliknya. "Awas aja kalo bohong."

Hyunsuk melotot, kemudian dengan cepat menetralkan ekspresinya. Ngga nyangka plus kaget, semudah ini mendapatkan izin—walau dibumbui kebohongan sih.

Itu chat tahun lalu soalnya, hehe.

"Iyaaaaaa."









Jam yang menempel apik didinding kamar milik Hyunsuk kini menunjukkan pukul sembilan malam. Tetapi, si empunya kamar nampak masih sibuk dengan buku-buku sekolahnya.

"Ini buku kalo ilang ga lucu!"

Sepasang tangannya masih berusaha membongkar isi almari. Mencari buku tulis yang sedaritadi tak ia lihat.

Brak

"Hyunsuk, udah malem... Tidur, bukan malah pecicilan."

Teriakan sang ibunda dari lantai bawah menyapa gendang telinganya. Hyunsuk mendengus, "iya bunnn."

Padahal Hyunsuk ngga banyak gerak, yang gerak tangannya. Tadi itu, bukunya licin, terus jatuh—karena buku paket, suaranya jadi keras banget, kan tebel tuh bukunya.

"Pliss... Besok mami lagi loh..." gerutunya masih berusaha mencari si buku tulis.

Ada apa dengan 'mami'? Guru fisika—Ibu Rianti atau Hyunsuk memanggilnya mami Rian. Guru muda cantik, tapi galaknya ngga ketulungan. Ah, singkatnya, Hyunsuk takut dimarahi.

Tak ia sadari, pintu terbuka dan menampakkan Junghwan yang membawa dua cone eskrim dikedua tangannya. "Lo ngapain kak? Udah malem anjrit. Malah bongkar pasang lemari."

Hyunsuk tersentak kaget, "bongkar pasang lemari ndasmu! Buku kakak ilang,, lupa naruh. Tau ngga Ju?"

Sembari memberikan salah satu eskrimnya, Junghwan merotasikan matanya malas. "Ya enggak lah! Yang bener aja deh, Kak. Sesuai perjanjian, gw ngga pernah masuk kamar 'lo, kalo dikamar ngga ada 'lo-nya."

hoonsuk ; for kiss [disc.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang