BAB 15

6 1 0
                                    

"Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku" - Umar bin Khattab

***

Ibarat sebuah mimpi, maka mimpi ini sungguhlah indah. Namun ini bukanlah sekedar mimpi indah yang ketika terbangun semuanya sirna, inilah TAKDIR, skenario paling indah yang disusun dengan sangat apik oleh Sang Pencipta. Tak ada satupun skenario di alam semesta ini yang mampu menandingi atau bahkan menyamai skenario yang sudah dituliskan-Nya.

Dunia ini adalah panggung skenario yang paling besar dan setiap makhluk punya jalan ceritanya masing-masing. Cara menerima dan ikhlas terhadap takdir itupun semuanya berbeda-beda, jadi jangan pernah membandingkan proses yang kau lalui dengan proses yang dilalui oleh orang lain.

Jatuh cinta pada seseorang bukanlah sebuah kesalmamp dan bukan pula sebuah pelanggaran, jatuh cinta itu fitrah yang tidak bisa dihindari oleh siapapun. Namun sering kali rasa itu membuat seseorang lalai, lalai karena jatuh terlalu dalam hingga sulit untuk kembali kepermukaan, bahkan bisa saja ia sampai lupa dengan pencipta-Nya.

Silahkan jatuh cinta, tapi dengan catatan bahwa kau mencintai dia di urutan kesekian yaitu setelah Allah dan Rasul-Nya, serta orang tua mu. Cintailah dia sewajarnya saja karena ketika ia berubah atau bahkan menghilangkan kau tak akan merasakan sakit yang begitu dalam.

°°°

"Dik hari ini kakak titip Fatih yah, kakak ada urusan dan Fatih lagi nakal banget ngga mau dibilangin" ucap Erina di seberang sana.
"Iya kak, boleh banget. Hari ini aku juga ngga ke kampus kok" jawab Adila.
"Makasih dik, nanti kakak antar Fatih ke rumah kamu yah. Kakak tutup telponnya, assalamualaikum" ucap Erina lagi lalu mematikan sambungan teleponnya.
"Waalaikumussalam kak" balas Adila pelan karena sambung telponnya sudah terputus.

Tak berselang beberapa lama suara klakson mobil Erina terdengar dari luar rumah Adila.

"Assalamulaicum buna" teriak Fatih sambil berlari ke arah Adila dengan kakinya yang pendek.
"Waalaikumusalam anaknya bunda" balas Adila.
"Dik, kakak titip Fatih yah bentar" ucap Erina menghampiri Adila dan Fatih.
"Iya kak, aku malah seneng ada temennya. Bosan sendirian di rumah terus" jawab Adila.

"Suami kamu mana?" tanya Erina.
"Kak El kerja kak" jawab Adila.
"Ini weekend dik" balas Erina.
"Katanya ada kerjaan mendadak di kantor kak tapi bentar lagi pulang kok" jawab Adila.
"Kamu tuh lagi hamil muda dik, ngga baik kalau ngga ada yang jagain" balas Erina lagi.

"Bentar lagi kak El pulang kok kak, kakak berangkat aja sana nanti terlambat" jawab Adila lagi sambil mendorong kakaknya masuk kedalam mobil.
"Fii amanillah kak" ucap Adila lagi.
"Kamu tuh dik yah" kesal Erina.
"Hati-hati kakak ku sayang" balas Adila sambil tertawa kecil.

Setelah kepergian Erina, Adila lalu mengajak keponakan untuk masuk ke dalam rumah.

Tok... Tok... Tok...

"Assalamualaikum sayang" ucap El.
"Waalaicumsalam" jawab Fatih kecil dengan sedikit berteriak.
"Eh, ada kamu boy" ucap El, yang kemudian diangguki oleh Fatih.
"Eh, kak El udah pulang" ucap Adila saat melihat suaminya di ambang pintu.

Adila lalu menyalami tangan suaminya, begitu juga dengan Fatih ikut menyalami tangan El.

"Iya sayang" jawab El lalu mencium kening isterinya kemudian beralih mencium perut isterinya yang sudah sedikit membesar.

"Om" panggil Fatih.
"Kenapa boy?" tanya El.
"Napa cium perut buna Tih?" tanya Fatih penasaran.
"Disini ada anaknya Om" jawab El dengan senyum.
"Itu anaa buna" balas Fatih.
"Anak Om juga" balas El.
"Ana buna" teriak Fatih.
"Anak Om juga, Om yang buat" balas El yang membuat Adila mengerut alisnya.

A & El [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang