Meregang Nyawa

2 0 0
                                    

Ini belum berakhir. Muncul unu dari segala arah. Sedangkan Ogan dan Mauli masih ribut. Sepasang kekasih tersebut saling menempelkan punggung, beberapa unu dengan mata tajam siap menelan mangsanya bulat-bulat. Tangannya sedikit gemetar, takut iya, lelah pun iya, Mauli hanya berusaha membereskan semua agar hidupnya tenang.

"Aku gugup, mereka begitu banyak adakah cara untuk melawan mereka?"

"Kau hanya kehabisan energi, kau buang sia-sia untuk marah, itu tak penting sebenarnya."

"Is!" Mauli menyikut.

"Jika mereka memakan aku pasti akan dimuntahkan karena dagingku pahit."

Ogan maju lalu mengacungkan tongkat. Mereka pun merasa tertantang untuk menghadapi makhluk itu. "Aku tidak akan berhenti." Dan Buak! Serangan prajurit ini mengenai moncong unu, hewan itu meraung, tetapi masih saling dorong. Tapi dari arah berlawanan, Lematang mengendalikan elemen tak berwarna, lantas membuang unu tersebut jauh-jauh. Ogan senyum seraya berkata, " Terima kasih." Namun, wujud Mauli tak senang.

"Maaf, harus aku katakan bahwa aku bukan ancaman bagi hubungan kalian."

Lematang serong kanan, tangannya bergerak, dia melayang kemudian menyerang dua unu. Melihat itu, Mauli pun membuang sinar neon, membidik indera penglihatan. Ogan tinggal menyelesaikan. Akuadron melakukan pencarian dan memberantas musuh. Dari langkah yang tak disangka-sangka, Ogan mendekati sang kekasih. Tak pakai basa-basi, lelaki itu melakukan tindakan romantis. Ogan tiba-tiba mencium kening Mauli, muncul senyum bahagia dari muka Ogan, Mauli menatap seakan tak percaya.

"Kau dengarkan? Lematang itu hanya teman, seperti Beni dan Iwan."

"A-apa? Aku tidak tau apa yang kau lakukan?" Mauli pura-pura.

Ogan garuk-garuk, matanya dialihkan, Sedangkan Mauli pergi. Padahal wanita itu merasa bahagia, mulutnya melebar, dia salah tingkah tetapi dia sembunyikan dari Ogan.

Lematang dan Beni pun berjuang bersama. Lematang bagian menggeser tubuh unu ke udara sedangkan Beni mengakhiri nyawa unu. Ia mengintai leher, sebagai objek paling utama. Beni bergerak lebih cepat seraya menghindari serangan unu yang lain. Dia terjatuh, tetapi bidikannya berhasil. Menghela nafas kemudian menempelkan kepala ke tanah. Lematang menghampiri kemudian mengulurkan tangan. Manusia itu menyambutnya, mereka siap berjuang lagi.

Dari sisi selatan, Pengot hendak membuang anak panah, tetapi dari samping dia disambar oleh kaki depan unu. Tubuhnya mengenai badan unu yang lain, akibatnya dia tak sadarkan diri. "Pengot!" Sangkut berlari, dia juga sembari melepaskan tembakan di kanan dan kiri. Dia memangku tubuh saudaranya, terlihat setetes darah di bibir, mukanya pun pucat.

"Hei, Pengot, sadarlah!" Tampak kesedihan dari Sangkut, matanya berkaca-kaca.

"Pengot!"

"Si penjual pempek."

Karot hendak menyambangi Sangkut dan Karot. Tetapi di depan terdapat unu, dia pun membidik lehernya sebagai pembuka jalan. Dia pun tak bernasib baik, ketika senjatanya hendak mengenai objek, unu yang lain melintas. Senjata itu mengenai bagian yang keras hingga berbalik arah. Karot terpental beberapa depa, dia terbuang beberapa meter di depan Sangkut. Karot mendapat sengatan listrik cukup besar, dia pun tak bergerak lagi.

"Karot!"

Kini dua orang terluka, Sangkut tak bisa bergerak, dia hanya bisa membuang peluru dari situ. Sangkut berteriak seraya membuang peluru yang tak terarah. Beni mendekati tubuh Karot, tetapi tiga unu menghadang. Lematang ambil tindakan, tubuh monster itu kebingungan, terdapat metana di dalam tubuhnya. Beni berlari kemudian membidiknya. Tetapi Beni juga kehabisan amunisi, unu yang terakhir tidak dapat disentuhnya. Malahan dia disepak oleh unu lewat kaki belakang, tepat mengenai perut.

Buk!

Suara keras ketika Beni jatuh. Dia merasakan sesak, perutnya terasa mencekram hingga ke ulu hati. Baiknya dia masih bisa bertahan meski menderita. "Beni!" Lematang mulai kacau, kekasih terluka membuatnya hilang fokus. Tiba-tiba mulut lebar terbuka hendak menelan hidup-hidup evolus tersebut. Lematang berhasil menahan dengan kedua tangan dan kaki. Unu tersebut berusaha memasukan Lematang ke mulutnya. "Lematang!" Beni tak bisa berdiri seketika, rasa sakit masih menyelubungi tubuhnya. Dia hanya bisa mengulur tangan yang tak sampai dengan suara rengekan.

Saat itu Seekor unu menjatuhkan air liur, matanya tertuju pada Beni. Sayangnya, lelaki tersebut tak bisa melakukan apa pun kecuali kalimat. "Makanlah aku jika kau memang lapar bangsat." Dia melempar senjata yang tak berisi, hanya membuat unu itu makin geram. Jadilah mangsa unu, Beni pasrah, seakan siap menjadi hidangan makan siang sang monster.

Iwan melirik, melihat Beni terancam dia langsung melompat menghindari serangan. Dia mendekati, ketika unu telah membuka mulut, Beni tak sanggup melihat permukaan lidah unu tersebut. Dor! Sebuah tembakan yang mengalihkan perhatian, unu itu tak jadi menelan Beni, dia berbalik memburu Iwan. "Iwan jangan lakukan itu!" ucap Beni terlihat cemas. Tetapi ucapanya tidak direspon, unu tersebut memburu Iwan, semua peluru dikerahkan pada unu tersebut. Hanya terlintas percikan api yang tidak membuat unu berhenti.

Cetek-cetek!

"Gawat!"

Pluk!

Iwan membuang senjatanya di wajah unu. Hanya meringis, seraya tatapan pada Iwan seperti dendam. "Jangan!" Suara terbesar keluar. Beni berteriak sekencang-kencangnya, Adegan tragis harus dia saksikan. Kini dia menangis, air matanya banjir di pipi sampai jatuh ke tanah. Ogan dan Mauli melirik. "Tidak mungkin. Ini mustahil dilanjutkan, kita butuh bantuan." Ogan panik pula. Sedangkan Iwan tewas, hanya tinggal nama, dokter sekaligus pahlawan itu mati di perut unu. Rekan-rekanya hanya jadi penonton ketika dia ditelan.

Ogan ngamuk.

Duarr!

Di memukul tanah, energi besar melibas unu yang telah memakan Iwan. Saking kuatnya hingga menyebabkan leher unu itu putus, kemudian kepala Iwan keluar dari mulut unu dengan berlumuran darah. Lematang pun selamat, dia terlempar jauh, cukup membuatnya kliyengan.

Kondisi tak menguntungkan lagi, hampir semua rekannya terluka. Ogan tak bisa tinggal diam. "Aku harus memikirkan cara untuk meringkus mereka." Ogan hampir putus asa. "Kau hendak melakukan apa?" Mauli melihat kecurigaan.

"Aguilar!"

"Jangan!"

"Itu berbahaya, Ogan," ungkap Mauli menyentuh Ogan.

"Mungkin kita kehabisan waktu, aku takut Saigon telah membuka portal tersebut," balas Lematang. Tangannya menyentuh dada.

"Ini tidak baik."

Ogan | Trah SriwijayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang