Bab 31

56.3K 3.2K 1.1K
                                    


بسم الله الرحمن الرحيم
.
.
.
.
.
Jangan lupa perbanyak istigfar dan sholawat!

Happy Reading!
=_=_=

"Gus Ghaazi itu tunangan Zawna, Ummi. Lalu apa ... maksud semua ini?" Zawna menunduk, menatap cincin yang tersemat di sana sejak setengah tahun lalu.

Bayangan tentang pernikahan indah bersama lelaki itu seketika lenyap. Bahkan mimpi itu agaknya tak akan pernah terwujud.

Ummi Shafiyah terduduk lemas, semuanya masalah kini bersatu padu menyerbu dadanya. Menghadirkan sesak yang tak berkesudahan.

"Ummi juga sama seperti kamu, Ning. Terpukul dan tak percaya bahwa putra Ummi sendiri tega membohongi Ummi. Bahkan jika Ummi tidak mencaritahu sendiri, mungkin selamanya mereka akan bermain peran seolah tak terjadi apa-apa di depan Ummi."

Kyai Ghaffar tak menyela. Tetap diam mendengarkan segala keluh kesah istrinya. Meskipun memaksa mengutarakan alasan yang sebenarnya pun tidak akan di gubris. Sebab orang dalam kondisi patah hati, akan merasa lebih baik setelah mencurahkan isi hatinya.

Menatap sekali lagi, dua orang di dalam sana. Dadanya terasa di tusuk-tusuk ribuan panah. Terlebih menyaksikan mereka bercengkram dengan begitu mesra. 

Satu hal lagi yang di sadarinya, jika segala bentuk perhatian Gus Ghaazi tercurahkan lebih banyak untuk Salwa. Begitu bodohnya, jika perhatian itu sekadar bentuk kasih sayang layaknya kakak ke adiknya.

"Zawna boleh marah sama Ummi, tapi jangan benci Ummi. Karena bagi Ummi, Zawna sudah seperti anak sendiri."

Meski teramat kecewa pada Gus Ghaazi, dia tak mungkin membenci Ummi Shafiyah yang begitu baik padanya.

Mengusap balik punggung tangan Ummi, Ning Zawna menggeleng. "Nggak, Zawna nggak marah apalagi membenci Ummi. Hanya saja untuk menerima semuanya Zawna butuh waktu."

"Jika ada yang bisa Ummi bantu, katakan saja pada Ummi. Insya Allah secepatnya Ummi dan keluarga akan mengatakan yang sejujurnya pada keluargamu."

Ning Zawna gegas mencegah. "Jangan sekarang Ummi, Zawna perlu bicara dulu sama Gus Ghaazi secara pribadi, apa boleh?"

Sejenak Ummi Shafiyah terdiam, menatap dari balik kaca putranya yang baru sadar.

"Baiklah, tapi tunggu Ghaazi di pindahkan ke ruang rawat inap. Ummi takut kondisinya kembali memburuk jika di paksakan membahas itu sekarang."

"Zawna, pulang Ummi. Lebih lama di sini hanya akan mengingatkan Zawna tentang mimpi yang berujung luka."

=_=_=

"Pas Salwa sakit 'kan Gus Ghaazi yang suapin, sekarang gantian." Salwa mengambil mangkuk berisi bubur yang tadi di antarkan suster.

Beruntung setelah sadar dokter langsung memperbolehkan Gus Ghaazi menempati kamar inap, yang berarti kondisinya telah membaik.

"Salwa tolong naikkan kepala ranjangnya, saya tidak mau makan sambil berbaring."

Salwa sigap memenuhi permintaan suaminya. "Sudah, sekarang makan, ya."

Gus Ghaazi menahan suapan Salwa di depan bibirnya, menatap istrinya lekat. "Kamu sudah makan?"

Salwa mengangguk, polos. "Salwa makan roti sama Pak Kyai tadi."

"Hanya itu?"

"Iya, soalnya Salwa cemas mikirin Gus."

"Kalo gitu, beli makanan ke kantin. Setelah itu makan sama-sama. Abah juga makan." Meraih dompetnya di nakas, Gus Ghaazi mengeluarkan beberapa lemnar uang.

GuS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang